DENGAN tema wanita, disabilitas dan nusantara, seorang seniman Indonesia, Khairani Barokka, akan tampil di Edinburgh Fringe, yang sering disebut sebagai festival seni terbesar di dunia.
Sepekan sebelum tampil di Edinburgh, Khairani Barokka yang kerap dipanggil Okka, tampil di South Kilburn Studio di London utara, dengan menampilkan karya terbarunya berjudul Eve and Mary are Having Coffee dengan tubuh berlumuran cat hijau, seperti dilaporkan Teguh Wicaksono untuk BBC Indonesia.
Berbaju merah dan melumuri beberapa bagian tubuhnya dengan warna hijau, Okka membacakan puisi diiringi dengan didukung oleh variasi gerakan tubuh
Karya itulah yang akan ditampilkan di Edinburgh Fringe selama lima hari, mulai dari 4 Agustus hingga 8 Agustus 2014.
Bagi Okka, kesempatan untuk tampil solo di Edinburgh Fringe merupakan sebuah pencapaian tersendiri.
“Sebagai perempuan Indonesia yang bisa tampil di festival seni terbesar di dunia, kesempatan ini merupakan sebuah hal yang membanggakan,” jelasnya.
Festival yang sudah berlangsung sejak 1947 ini akan kembali digelar tanggal 1 hingga 25 Agustus 2014 dengan hampir 50.000 penampilan seni yang tersebar di 299 titik di kota Edinburgh.
Dianggap Asing Dan Tabu
Karya Eve and Mary are Having Coffee diracik dari kumpulan syair yang Okka tulis dalam kurun waktu yang terpisah.
Bicara tentang banyak hal yang dianggap oleh orang banyak asing dan tabu untuk didiskusikan, Eve and Mary mengurai irisan panjang yang mengangkat identitasnya sebagai bagian dari Nusantara, juga memantik argumentasi mengenai gender, disabilitas dan perempuan muslim Indonesia.
“Keberagaman yang kita miliki sebagai bangsa Indonesia jadi kemewahan tersendiri untuk saya. Berbagai elemen agama dan rona bangsa bisa digabung dengan budaya pop, isu feminisme, difabel berbuah jadi sebuah komposisi yang sangat kaya,” ujarnya.
Kombinasi tersebut terbukti ampuh, dan mendulang diskusi panjang antara penonton dan Okka usai penampilannya malam itu di South Kilburn Studios.
“Saya sangat senang ketika saya berhasil memancing rasa penasaran orang-orang terhadap Indonesia melalui karya saya,” imbuhnya.
Kelainan Otot Syaraf
Menyandang kelainan otot syaraf di beberapa bagian tubuhnya, disabilitas yang dimiliki Okka tidak dipandang sebagai sebuah keterbatasan namun malah memberikan kelenturan dan dimensi tersendiri ke dalam karyanya.
“Saya ingin menegaskan kepada orang banyak, jangan melihat keterbatasan sebagai halangan untuk berekspresi,” sambungnya optimis.
Berkomentar lebih dalam mengenai hal tersebut, Okka juga menganggap masyarakat dengan disabilitas di Indonesia belum diperlakukan dengan layak oleh negara.
“Masih banyak mispersepsi mengenai definisi disabilitas, dan belum ada infrastruktur yang mumpuni untuk mengakomodir masyarakat dengan disabilitas. Pemerintah harusnya lebih serius memfasilitasi kebutuhan ini,” jelasnya.
Di sisi lain, Okka juga menilai kegiatan berkesenian harusnya bisa jadi cara yang efektif untuk bersuara dan menjembatani aspirasi kaum difabel dalam konsep yang lebih bersahabat. (BBC)