FAKTA – Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang meminta kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto untuk mewaspadai jenis mafia dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Di samping mafia tanah yang kerap menimbulkan sengketa lahan. Mafia PTSL tersebut, menurutnya, merujuk pada oknum-oknum ilegal yang kerap meminta uang, baik secara terbuka maupun tidak, dalam pengurusan pengurusan surat-surat pertanahan.
“Jadi, kalau Menteri ini selalu berbicara tentang mafia pertanahan, tidak cukup (hanya mafia tanah). Belum kami ungkap mengenai mafia PTSL. Ini istilah baru, mafia PTSL. Belum ada lagi istilah mafia para tinggi pertanahan di daerah itu yang ‘mengutip’ dari para Notaris dan PPAT,” ujar Junimart saat Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri ATR/BPN, di Ruang Rapat Kerja Komisi II DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (16/1/2023).
PTSL yang populer disebut dengan Sertifikasi merupakan proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, yang dilakukan secara serentak.
Dan meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftarkan di dalam suatu wilayah desa atau kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu.
Dalam proses PTSL biasanya masyarakat akan melibatkan notaris maupun PPAT, yang dalam tahapan inilah kerap terjadi celah bagi para mafia PTSL.
Dalam rapat itu, Junimart juga mengungkapkan adanya oknum Kantor Pertanahan yang dengan sengaja mengundang para notaris dan PPAT di wilayah tersebut untuk bernegosiasi terkait kelancaran saat mengikuti prosedur administrasi.
Junimart mengusulkan agar Menteri ATR/BPN melakukan hal serupa, namun dalam rangka mendengarkan aspirasi dan keluh kesah dari para notaris dan PPAT terkait praktek-praktek ilegal yang terjadi di instansinya.
“Pak Menteri juga bisa mengumpulkan para notaris, para PPAT. Tampung lah apa masalah mereka. Ini bagian dari mafia, Pak! Jadi jangan melulu kita bicara mafia tanah tetapi kita tidak bicara mafia para orang-orang yang berkompeten dalam masalah pengurusan tanah. Berat Pak Menteri,” ujar politisi PDI-Perjuangan itu.
Istilah mafia tanah sendiri menjadi populer di masyarakat seiring banyaknya kasus sengketa tanah yang muncul di tingkat publik.
Terkait dengan kasus-kasus sengketa lahan, Junimart juga menyinggung mengenai ketiadaan ruang arsip dan ruang warkah yang menurutnya bisa menjadi celah bagi mafia pertanahan.
“Dalam rapat kita yang lalu saya sudah ungkapkan juga bagaimana tentang vital dan fatalnya itu ruang arsip dan ruang warkah. Ini harus ada, Pak Menteri. Dari sini lah sumber dari mafia tanah itu pak. Apakah sudah ada ini? Ruang arsip, ruang warkah? Kalau sudah ada di mana, Pak?” tanya legislator Dapil Sumatera Utara III itu.
Sebagai benchmark, Junimart menyarankan Menteri ATR/BPN untuk meninjau ruang arsip dan warkah milik Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi dan Jakarta Utara. Selain itu perlu juga adanya arsiparis profesional yang mengerti tentang tugas pokok, fungsi dan kode etik dalam mengelola arsip pertanahan.
“Saya baru dari Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi Pak. Nah mungkin Pak Menteri belum ke sana. Coba ke sana, Pak. Itu bisa jadi contoh bagaimana mereka sudah melengkapi ruang arsip dan ruang warkah. Saya sudah dari BPN Jakarta Utara, Pak. Mereka sudah punya semua itu, Pak,” ujar Junimart dalam rapat. (hms)