Utama  

Indonesia Cabut Izin Perusahaan Terkait Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan tahun 2015 di Indonesia dianggap yang terparah
Kebakaran hutan tahun 2015 di Indonesia dianggap yang terparah

PEMERINTAH Indonesia menyatakan 56 perusahaan yang diduga terlibat kebakaran hutan yang melanda sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan tahun 2015, 16 di antaranya dikenai sanksi pembekuan izin serta 3 perusahaan dicabut izinnya.
Selain itu Polri masih memeriksa 301 kasus lainnya terkait kebakaran hutan dan lahan yang melanda beberapa provinsi di Kalimantan maupun Sumatera tahun 2015.
Usaha pemerintah untuk menghukum pihak yang diduga terkait dengan kebakaran hutan di Kalimantan dan Sumatera tahun 2015 perlu diapresiasi, kata Herry Purnomo, ahli tata kelola dan kebijakan publik dari lembaga Center for International Forestry Research atau biasa disebut CIFOR.
Sebab, pada tahun-tahun terdahulu pemerintah jarang sekali mencabut dan membekukan izin perusahaan.
“Umumnya tidak dibekukan kalau dulu. Cuma diadili lalu disuruh bayar denda, bisa manajernya, direkturnya atau pegawainya,” kata Herry kepada wartawan BBC Indonesia, Rizki Washarti.
Tapi Herry mengingatkan bahwa pembekuan dan pencabutan izin tersebut harus diikuti dengan pengawasan.
“Ketika dibekukan, itu kan berhenti beroperasi, kemudian yang mengawasi siapa ? Yang mengawasi kan seharusnya pemerintah ya. Kalau tidak diawasi oleh pemerintah, bisa saja pihak-pihak lain mengambil alih lahan itu,” jelas Herry.
Tak menjamin
Sementara itu, Menkopolhukam Luhut Pandjaitan mengatakan tidak bisa menjamin bahwa kebakaran hutan tidak akan terjadi lagi tahun depan.
“Kita akan membuat seminimal mungkin asap. Belajar dari pengalaman tahun 2015. Tentu kita tidak mau lagi rakyat kita tercemar dengan asap yang lebih banyak ke depan,” kata Luhut.
“Itu komitmen kami. Tapi kalau ditanya, apakah ada lagi asap tahun depan, ya orang masak nasi aja ada asapnya,” tambah Luhut.
Kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan tahun 2015, menurut Bank Dunia, merugikan pemerintah Indonesia sekitar Rp 221 triliun.
Adapun sekitar 500.000 orang terkena dampaknya, yakni penyakit infeksi pernafasan dan bahkan mengakibatkan kematian. (BBC Indonesia) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com