Jemaah Haji Indonesia 2021 Menelan Pil Pahit Karena Batal Berangkat

Majalahfakta.id – Pembatalan pemberangkatan jemaah haji 2021 diatur dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 660 Tahun 2021 yang ditetapkan 3 Juni 2021. Dalam surat keputusan tersebut, ada sejumlah pertimbangan yang menjadi dasar pemerintah membatalkan pemberangkatan jemaah haji.

Diantaranya terancam kesehatan, keselamatan, dan keamanan jemaah haji akibat pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi. Pertimbangan lainnya Kerajaan Arab Saudi hingga kini belum mengundang pemerintah Indonesia untuk membahas dan menandatangani nota kesepahaman tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2021.

“Hampir pasti keputusan ini menuai kekesalan, kepedihan dan kekecewaan umat Islam Indonesia. Calon Haji (Calhaj) apalagi yang sudah berumur, sudah lama menunggu giliran bertahun-tahun harus menelan pil pahit karena batal berangkat. Apalagi tidak ada jaminan tahun haji berikutnya mereka masih hidup,” tulis Daniel Mohammad Rosyid dari Rosyid College of Arts yang tertulis dalam artikelnya dan dikirimkan ke meja redaksi majalahfakta.id, Sabtu (05/6/2021).

Baca Juga : Terdengar Dua Kali Ledakan dari Sebuah Kedai Makanan yang Terbakar

Umat Islam Indonesia sebenarnya masyarakat yang sekuler. Mereka ini rajin menjalankan ritual Islam secara istiqomah, berpuasa Ramadhan, rajin ke masjid, namun masih menjadi nasabah bank konvensional, serta menjauhi politik praktis. Mereka ini secara umum apolitis. Haji adalah bukti terakhir bahwa mereka sudah sempurna menjalani hidup sebagai muslim di Republik ini. Sungguh, pembatalan haji ini adalah pukulan keras bagi kekhusukan mereka.

Bahkan oleh penjajah, ibadah haji yang semula menjadi semacam diklat advanced bagi sedikit tokoh aktifis dan ulama Nusantara, telah berhasil ditransformasi menjadi lebih moderat. Bahkan hari ini, haji telah menjadi sebuah bisnis pariwisata dengan kapitalisasi yang tidak kecil. Selama setahun pandemi ini, bisnis haji dan umrah cukup terpukul. Rentetan bisnis yang terpuruk di belakangnya cukup panjang. Garuda Indonesia yang selama ini menikmati revenue besar dalam melayani haji dan umrah bahkan terancam bangkrut.

Pergi haji di jaman penjajahan memerlukan waktu lama dalam menempuh perjalanan. Setelah selesai dengan semua rukun berhaji, mereka tinggal di Mekkah dalam waktu relatif lama untuk mempelajari Islam pada tokoh-tokoh Islam dunia. Syech Nawawi al Bantani, syech Khatib Al Minangkabawy, syech Ahmad Al Banjariy, kemudian belakangan Syech Hasyim Asy’ari dan syech Muhammad Darwis adalah beberapa tokoh nasional yang memperoleh pencerahan melalui interaksi dengan para ulama masyhur sewaktu pergi haji.

Baca Juga : Masuki Masa Pensiun, ASN Didorong untuk Berwirausaha

Haji Oemar Said Tjokroaminoto adalah tokoh pergerakan kebangsaan yang telah menginspirasi banyak tokoh pendiri bangsa seperti Bung Karno, Agus Salim, Kartosuwiryo dan Semaun. Jika Soekarno tidak pernah berjumpa dengan HOS Tjokroaminoto di Surabaya, mungkin dia tidak pernah menjadi proklamator. 

Dalam perspektif ini, tokoh-tokoh pergerakan dan pejuang kemerdekaan memperoleh inspirasinya dari  mereka yang pulang dari berhaji. Forum haji pula yang mengenalkan mereka dengan etos kemanusiaan (internasionalisme), kemerdekaan dan semangat anti-penjajahan.

Memang pesan haji yang penting adalah : manusia diciptakan sama di hadapan Allah swt Tuhan Semesta Alam. Yang membedakan manusia bukan warna kulit, jabatan dan harta, tapi ketaqwaannya. Elan Haji ini pula yang memungkinkan berbagai suku di nusantara bisa menerima gagasan tentang sebuah bangsa, yaitu bangsa Indonesia; melampaui sukuisme mereka masing-masing. Artinya, menjadi muslim (yang disempurnakan melalui Haji) adalah aset bagi bangsa Indonesia.

Diharapkan, pembatalan ini tidak harus menyeluruh : yang sehat dan sudah berumur lebih dari 70 tahun masih bisa berangkat. Semoga keputusan yang sudah dibuat merupakan mismanajemen saja, bukan maladministrasi publik. (Daniel Mohammad Rosyid)