FAKTA – Udara di Jabodetabek beberapa pekan terakhir, semakin tidak sehat. Mengundang komentar dari sejumlah kalangan. Tak terkecuali mereka di Parlemen (DPR RI) menyoroti dan mendesak Pemerintah mengambil tindakan cepat untuk proses modifikasi cuaca guna membilas polusi di udara, dan melakukan evaluasi berkala terhadap pabrik-pabrik yang berada di sekitar Jakarta.
“Rekayasa atau modifikasi cuaca harus secepatnya dilakukan seperti yang sudah menjadi arahan Bapak Presiden,” kata Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani melalui rilis, di Jakarta, Selasa (15/08/2023).
Ia mendorong kementerian/lembaga terkait seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, BMKG dibantu TNI/Polri atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana, untuk mempercepat proses Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Dengan harapan, hujan dapat mengguyur sekitar Jabodetabek dan mengurangi polusi udara.
“Jika memungkinkan untuk dipercepat proses modifikasi cuaca, lebih baik dilakukan dengan segera. Karena memang musim kemarau ini menyebabkan polusi di udara tidak terurai. Jadi memang memerlukan hujan dengan cara modifikasi cuaca,” terangnya.
Ia pun mengingatkan bahwa negara wajib melindungi keselamatan warganya dari ancaman apapun, termasuk hal-hal yang mengancam kesehatan warga.
“Masalah kesehatan adalah dampak dari parahnya polusi udara di Jakarta. Jika tidak diatasi secara cepat, maka makin banyak masyarakat yang sakit akibat tercemar polusi melalui udara yang mereka hirup,” tuturnya.
Dalam catatan Dinas Kesehatan DKI, dalam rentang waktu Januari-Juni 2023, terdapat 638.291 kasus ISPA di Jakarta. Melihat banyaknya kasus kesehatan dampak polusi udara, Puan meminta setiap fasilitas kesehatan bersiap, khususnya yang berada di sekitar Jabodetabek.
Sebelumnya, Senin (14/8/2023), Presiden Jokowi melakukan rapat terbatas (ratas) untuk mencari solusi akan pengurangan polusi di Jabodetabek. Menyoroti wacana Hybrid Working atau work from home (WFH) yang digagas dalam ratas tersebut, Puan mewakili DPR akan mendukung kebijakan tersebut.
Kata Puan, jika wacana tersebut menjadi nyata diterapkan, DPR mendorong segenap pemerintah harus sosialisasi, khususnya dengan perusahaan maupun instansi swasta.
Evaluasi Berkala Pabrik
Sementara Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan menyoroti pabrik-pabrik yang diduga melakukan pencemaran udara di sekitar Jakarta, termasuk di Tangerang Selatan yang dilaporkan menjadi kota paling berpolusi di Indonesia. Hal ini diketahui berdasarkan catatan Nafas Indonesia, lembaga pemantau kualitas udara.
Catatan terbaru Nafas Indonesia, rata-rata polutan udara PM 2.5 di Tangerang Selatan pada Juli berada di angka 60 µg/m³ (mikrogram per meter kubik), naik dari 56 µg/m³. Selain karena polutan, pembakaran sampah yang besar dan faktor banyaknya pabrik menyebabkan Tangsel memiliki kualitas udara lebih buruk dibandingkan Ibukota.
Daniel mengatakan, asap dari pabrik industri juga menjadi salah satu polusi yang sangat fatal dan berdampak pada kualitas udara. Karena itu, ia mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) untuk melakukan evaluasi berkala terhadap pabrik untuk tetap mengacu pada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang dimiliki.
“Industri sekitar Jabodetabek harus diperiksa benar, masalah Amdal dan penanganan polusinya agar sesuai aturan yang ada. Jika terbukti melanggar, Pemda harus berani ambil tindakan mencabut izin usahanya,” tandas Daniel, mengutip parlementaria, Selasa (15/8/2023).
Politisi F-PKB itu menambahkan, Pemerintah harus memprioritaskan pengawasan terhadap pabrik-pabrik yang menggunakan bahan bakar batu bara dalam menjalankan operasionalnya. Sebab, kata Daniel, batubara melepaskan sulfur dalam bentuk gas belerang dioksida (SO2) yang juga menghasilkan partikel karbon hitam dalam jumlah banyak yang berdampak buruk bagi kesehatan.
“DPR mendorong pemerintah daerah untuk menggalakkan sosialisasi ke pabrik-pabrik agar tidak menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya. Untuk pabrik-pabrik yang masih menggunakan bahan bakar dari batu bara harus diganti dengan gas,” paparnya.
Dia juga meminta masyarakat proaktif melaporkan apabila mengetahui ada pabrik-pabrik yang melakukan pencemaran udara. Meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Dinas Lingkungan Hidup Daerah responsif dengan kondisi ini. (*)