Semua  

Perkara Ricky Yonathan Disidangkan Di PN Sleman, Anaknya Mencoba Menakuti Wartawan

Terdakwa Ricky Yonathan saat disidangkan di PN Sleman.
Terdakwa Ricky Yonathan saat disidangkan di PN Sleman.

SIDANG perdana perkara penipuan miliaran rupiah dengan terdakwa Ricky Yonathan (52), mulai digelar di PN Sleman, Senin siang (23/1). Jaksa Penuntut Umum (JPU)  perkara No. 34/Pid.B/2017/PN.Slmn dalam surat dakwaan yang dibacakan Wiwik Triatmini SH MHum antara lain menyatakan sekira tahun 2012 saksi korban DR Andreanyta Meliala PhD berniat membangun hotel di atas tanah miliknya seluas 1.434 m2 yang terletak di Kelurahan Darat Medan Baru, Medan, Sumatera Utara. Karena belum dapat rekanan untuk membangun hotel tersebut saksi korban setuju saat dikenalkan pada Ricky Yonathan oleh saksi Samuel dan Heru di cafe salah satu mall di Yogyakarta. Ricky Yonathan semula mengaku sebagai direktur CV Graha Kreasindo Yogyakarta yang telah berpengalaman membangun beberapa  hotel di Surabaya , Magelang dan Yogyakarta dan pada pertemuan tersebut DR Andreanyta Meliala PhD tertarik menggunakan jasa terdakwa. Setelah dilakukan presentasi di kantor terdakwa Perum Sangrila Indah Mraen RT 07 RW 10 Sendangadi, Mlati, Sleman, termasuk membahas soal RAB (Rencana Anggaran Biaya), pada tanggal 10 Februari 2014 dilakukan penandatanganan Surat Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan Gedung Hotel Neo+ Medan bernomor 001/NHS-ADM/SP4/II/2014 dan Surat Perintah Kerja nomor 002/NHS-ADM/SPK/II/2014.

Dalam perjanjian, nilai kontrak pembangunan gedung hotel tersebut senilai Rp 61.374.600.000,- dan USD 353.004. Sesuai kesepakatan bersama, pembangunan hotel Neo+ mulai dikerjakan sejak penadatanganan Surat Perintah Kerja (SPK) selama 18 bulan atau selambat-lambatnya 22 Juli 2015 dengan sistem kerja sama Cost dan Fee. Sedang fee terdakwa sebesar 7,5 % dari nilai kontrak atau sekitar Rp 4,6 miliar dan USD 26.400.

Selanjutnya terdakwa meminta korban melakukan pembayaran secara bertahap mulai 10 Februari sampai dengan 5 September 2014 ke rekening Bank Mandiri a.n. Erlina Kusumawaty sebesar Rp 8.099.250.000. Transfer ke rekening USD Bank BCA a.n. Erlina Kusumawaty sebesar USD 353.004 dan untuk fee Ricky USD 21.545. Juga transfer ke rekening bank BCA a.n. Ricky Y sebesar Rp 4.780.000.000. Selain itu atas perintah terdakwa korban juga membayar langsung ke suplyer sebesar Rp 17.816.184.450.

Selain mendapat fee berbentuk uang dolar Amerika sebesar USD 21.545  ternyata terdakwa masih menerima fee dalam nominal rupiah sebesar Rp 2,425 miliar.

Jadi total uang yang ditransfer untuk pembangunan gedung Hotel Neo+ tersebut senilai Rp 30.245.834.450,- dan USD 331.459. Namun setelah dilakukan Assesment dari Universitas Gajah Mada pada tanggal 18 Nopember 2015 hasil rekapitulasi Enginering Estimate pada kegiatan Audit Gedung tersebut hanya senilai Rp 22.360.130.000. Akibatnya, korban mengalami kerugian sebesar Rp 12.194.671.450. “Selisih sebesar Rp 12.194.671.450,- seharusnya untuk pembangunan gedung Hotel Neo+ tanpa seijin dan sepengetahuan DR Andreanyta Meliala PhD digunakan untuk keperluan pribadi terdakwa,” papar Wiwik Triatmini di muka persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Sutarjo SH MH dengan Hakim Anggota Rahmad Dwinanto SH  dan Putu Agus Wiranata SH MH.

Untuk itu terdakwa Ricky Yonathan dijerat dengan pasal 378 KUHP atau kedua dengan pasal 372 KUHP atau 263 ayat (2) KUHP (penipuan, penggelapan dan pemalsuan).

Usai persidangan, penasehat hukum terdakwa, Samuel SH, kepada Fajar Rianto dari FAKTA mengaku belum menentukan sikapnya setelah sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan ini. Kata Samuel, pihaknya masih akan mempelajari surat dakwaan tersebut. “Nanti akan kami pelajari dulu, apakah akan mengajukan eksepsi atau tidak, kami belum tahu,” ujarnya.
Meneror Wartawan
Entah punya maksud apa, salah satu pengunjung sidang yang belakangan diketahui berinisial NC, anak terdakwa Ricky Yonathan, diam-diam mengambil foto wartawan FAKTA dan salah satu wartawan harian yang sedang meliput jalannya sidang. Semula hal tersebut tidak digubris, hanya didiamkan. Namun usai sidang digelar ternyata di luar ruangan sidang perbuatan tersebut kembali dilakukan, bahkan sengaja diperlihatkan dengan vulgar. Dapat perlakuan seperti itu akhirnya yang bersangkutan ditegur oleh salah satu teman wartawan. Orang ini tidak bisa berkata apa-apa ketika ditanya kepentingannya ambil foto wartawan yang ada. “Anda meneror ya, atau mau menakut-nakuti ? Kita meliput dalam rangka tugas, kalau besok diulangi dan menyalahgunakan foto tersebut akan kami laporkan persoalan ini pada polisi,” tegas salah satu wartawan. (F.883) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com / www.instagram.com/mdsnacks