Penurunan Daya Beli Ancam Pertumbuhan Ekonomi

Pedagang Pasar Tanah Abang mengaku mengalami penurunan penjualan
Pedagang Pasar Tanah Abang mengaku mengalami penurunan penjualan

MENJELANG lebaran Pasar Grosir Tanah Abang Jakarta Pusat tampak dipadati pembeli, sejumlah porter tengah memanggul karung yang berisi pakaian, tekstil ataupun sarung yang merupakan barang yang banyak dibeli menjelang idul fitri Jumat mendatang.

Sejumlah perempuan tampak memilih pakaian muslim seperti gamis, baju koko, serta sarung.

Meski tampak ramai, tetapi beberapa pedagang mengaku penjualannya terus menurun pada tahun ini.

Seorang pedagang sarung dan perlengkapan shalat, di Blok B Tanah Abang, Jimmy mengatakan penjualannya merosot drastis sampai 30% dibandingkan ramadan tahun lalu.

“Tahun lalu peminat banyak barang tidak ada, sekarang sebaliknya barang banyak pembeli gak ada,” jelas Jimmy.

Selain Jimmy, Susanti pedagang tekstil di Tanah Abang mengatakan harga tekstil naik mengikuti penurunan rupiah terhadap dolar AS dan pembeli juga akhirnya mengurangi belanja barang.

“Pelanggan saya biasanya beli 10 kantong dan belanja seminggu tiga kali, sekarang hanya tinggal dua kantong,” jelas Susanti.

Kondisi darurat

Pedagang sarung Jimmy mengatakan banyak barang yang tak terjual
Pedagang sarung Jimmy mengatakan banyak barang yang tak terjual

Penurunan rupiah yang mencapai lebih dari Rp 13.000 per dolar menyebabkan kenaikan harga barang, terutama yang mengandalkan bahan baku impor. Seperti disampaikan Direktur INDEF, Enny Sri Hartati.

“Kebutuhan pokok kan bukan hanya makanan tetapi juga perlengkapan lain seperti sabun dan lain-lain, itu kan sebagian bahan bakunya masih impor, ” kata dia.

Kenaikan harga barang dan juga tarif listrik, serta transportasi membuat konsumen mengurangi belanja barang yang bukan merupakan kebutuhan pokok.

Enny mengatakan penurunan penjualan barang-barang ini sudah terjadi sejak tahun lalu, dan semakin memburuk.

“Pertumbuhan 2014 itu minus, sekarang industri makanan dan minuman yang biasanya tumbuh 5% di triwulan satu kemarin ini tinggal 3% ,” kata Enny.

Dia mengatakan penurunan daya beli ini lebih banyak dirasakan oleh masyarakat kelas menengah ke bawah, jadi tidak heran jika di pusat perbelanjaan besar masih terjadi antrian panjang pembeli barang.

Lampu kuning

Enny mengatakan pemerintah harus melakukan intervensi untuk menstabilkan harga dan memberikan stimulus kepada industri manufaktur.

“Tentu tidak semuanya harus melalui insentif fiskal, memang kondisinya sudah emergency, sektor riil begitu tertekan dan daya beli masyarakat drop jadi perlu kebijakan yang langsung, tidak hanya paket kebijakan yang hanya pengumuman seperti deregulasi yang bisa ditindaklanjuti dan bisa memberikan implikasi terhadap sektor riil kita,” jelas Enny.

Enny mengatakan jika kondisi industri tersebut dibiarkan tidak mustahil akan terjadi PHK.

Sementara itu, Menko Perekonomian, Sofyan Djalil, masih optimitis terhadap kondisi ekonomi Indonesia.

“Kalau misalnya karena lemahnya permintaan ekonomi internasional dan tenaga kerja itu berkurang di satu sektor ya bisa dialihkan ke sektor lain, ini kita melemah dan kita akan naik, Indonesia juga begitu kita berharap sepanjang tahun ini bisa tumbuh jadi 5,25%,” kata Sofyan ketika menjawab pertanyaan BBC Indonesia usai buka puasa di Istana Presiden.

Enny juga mengkritik respon pemerintah yang cenderung mengabaikan kondisi yang dialami sektor riil, dan tidak mengeluarkan kebijakan yang konkrit.

Padahal Enny mengatakan jika dibiarkan kondisi ini membahayakan kondisi ekonomi, karena penyumbang terbesar pertumbuhan di Indonesia adalah konsumsi rumah tangga dan investasi.

“Kalau negara-negara capital market kalau sektor finansialnya tidak sehat itu indikasi krisis, kita bisa jadi sektor keuangan kita sehat, tetapi kalau sektor keuangan tadi tidak mampu melakukan pembiayaan terhadap sektor riil yang terus mengalami perlambatan ini juga berpotensi krisis,” jelas Enny.

Menurut Enny, penurunan pembiayaan perbankan yang terus menurun dari 12% menjadi 10% padahal target Bank Indonesia 15-70 % merupakan sinyal “lampu kuning” bagi pemerintah untuk segera menjalankan kebijakan yang berdampak langsung kepada sektor riil. (BBC Indonesia) www.majalahfaktaonlin.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com