Semua  

KPK Diharapkan Tidak Tebang Pilih Dalam Penanganan Korupsi Dana Pendidikan Di NTT

Terdakwa Marthen Dira Tome (MDT) usai sidang.
Terdakwa Marthen Dira Tome (MDT) usai sidang.
Terdakwa Marthen Dira Tome (MDT) usai sidang.
Terdakwa Marthen Dira Tome (MDT) usai sidang.

MAJELIS Hakim Pengadilan Tipikor (Tindak Pidana Korupsi) Surabaya telah memvonis Kepala Daerah Kabupaten Sabu Raijua, Provinsi NTT (Nusa Tenggara Timur), yaitu  Bupati (non aktif) Marthen Dira Tome (MDT) yang dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan hukuman 3 tahun penjara.

Untuk diketahui, lokasi sidang kasus ini dilakukan di Pengadilan Tipikor Surabaya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Selain divonis 3 tahun penjara, MDT dibebani membayar uang pengganti Rp 1,515 miliar. Karena dinyatakan terbukti menjadi aktor utama dan terlibat dalam kasus korupsi dana pendidikan.

Vonis itu jauh lebih ringan daripada tuntutan 12 tahun jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi dana pendidikan sebesar Rp 18,5 miliar dan Rp 59,624 miliar tersebut.

Dalam vonis disebutkan bahwa dalam pengadaan buku, MDT terbukti mengatur mekanisme lelang sehingga memenangkan PT Bintang Ilmu. Dia dianggap menguntungkan penyedia jasa yang memenangkan tender, dan PT Bintang Ilmu menerima buku dari PT Indah Jaya Pratama yang berdomisili di Bandung.

MDT dinilai terbukti melakukan tindak pidana korupsi bersama-sama dengan Thobias Uly (mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi NTT – sudah meninggal dunia), John Raja Pono (orangnya MDT yang menjadi pegawai Dinas Pendidikan Provinsi NTT), dan Basa Alim Tualeka (Direktur PT Bintang Ilmu). Akibat perbuatannya, negara rugi Rp 4,2 miliar sebagaimana laporan hasil pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) RI.

Berdasarkan fakta yang terungkap dalam pemeriksaan dan persidangan serta adanya keputusan pengadilan tipikor tersebut, Masyarakat Anti Koruptor Rakus (MARKUS) berharap agar KPK tidak tebang pilih dalam mengusut korupsi dana pendidikan puluhan milyar di Kabupaten Sabu Raijua, Probinsi NTT, tersebut.

Roni Nasrul, Koordinator MARKUS, menyatakan bahwa dalam pengusutan kasus tersebut yang kemudian dituangkan dalam vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim Tipikor Surabaya, terindikasi secara kuat adanya peran aktif dari pihak lain dalam kasus korupsi itu, yakni PT Bintang Ilmu dan PT Indah Jaya Pratama.

Tapi,”Kenapa Direktur PT Bintang Ilmu dan Direktur PT Indah Jaya Pratama tidak dijadikan tersangka dan tidak dijadikan terdakwa di sidang pengadilan tipikor ?” tanya Roni.

“Apalagi dalam vonis hakim tipikor jelas disebutkan bahwa Bupati MDT dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan beberapa pegawai negeri di lingkungan dinas pendidikan setempat dan bersama direktur PT Bintang Ilmu yang juga melibatkan PT Indah Jaya Pratama,” sambungnya.

Lebih lanjut Roni menjelaskan bahwa tentunya sangat aneh jika yang dijadikan tersangka dan diajukan ke pengadilan tipikor hanya bupati dan beberapa pegawai negeri di lingkungan dinas pendidikan setempat, sedangkan pemilik perusahaan-perusahaan yang dinyatakan terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi tersebut terkesan kebal hukum karena tidak dijadikan tersangka sehingga tidak diajukan sebagai terdakwa pula di sidang pengadilan tipikor.

“Ini bisa menimbulkan anggapan bahwa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, KPK melakukan tebang pilih dan hanya cari popularitas saja. Masyarakat bisa saja berpikir bahwa siapa yang tidak disukai KPK, dengan segala cara apa pun akan diusahakan dijadikan sebagai tersangka dan nantinya dijadikan terdakwa di sidang pengadilan tipikor. Akan tetapi meskipun sudah ada alat bukti tetapi karena dia bukan pihak yang tidak disukai KPK, maka dia tidak akan diusut oleh KPK dan tidak dijadikan tersangka atau terdakwa,” jelasnya.

Roni berharap, jika KPK memang benar-benar tidak tebang pilih dan tidak hanya sekedar cari popularitas, tentunya pihak perusahaan-perusahaan yang dinyatakan dalam vonis hakim pengadilan tipikor telah melakukan tindak pidana korupsi dana pendidikan di NTT itu segera diusut dan dijadikan tersangka agar bisa diajukan pula dalam sidang tipikor sebagai terdakwa, agar mereka tidak mengulangi perbuatannya di daerah lain. (Rilis)