PRESIDEN Joko Widodo diminta lebih berani dan lebih tegas dalam menghadapi apa yang disebut sebagai upaya-upaya untuk melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Upaya pelemahan KPK” menjadi salah satu sorotan evaluasi setahun pemerintahan Joko Widodo, yang ketika berkampanye di pilpres 2014 antara lain menjanjikan pemberantasan korupsi, salah satu ancaman dan masalah kronis yang membelit Indonesia.
Tapi dalam perjalanannya selama 12 bulan memerintah, Presiden Jokowi memilih Budi Gunawan, figur “kontroversial” sebagai calon kapolri.
Di bawah pemerintahan Jokowi pula muncul usul perubahan UU KPK, yang isinya antara lain membatasi umur lembaga antikorupsi hanya sampai 12 tahun.
Kritik dan kecaman yang meluas membuat presiden kemudian memutuskan menunda pembahasan RUU KPK.
“Pemilihan Budi Gunawan, isu mengenai revisi RUU KPK, dan agenda pelemahan KPK, itu merupakan implikasi langsung dari kegagalan Jokowi untuk membangun blok politik yang kuat dalam menghadapi blok kekuatan poltik yang korup yang selama ini menjadi masalah yang fundamental di Indonesia,” kata Adnan Topan Husodo pegiat dari Indonesian Corruption Watch (ICW).
‘Bermain di dua karang’
Adnan menilai pelemahan KPK itu akan menguntungkan parpol, politisi dan pengusaha yang sebagian merupakan pendukung Jokowi.
Menurut Adnan, KPK menjadi sasaran, karena selama ini KPK memiliki rekam jejak pemberantasan korupsi yang mengancam upaya untuk melakukan eksploitasi sumber daya ekonomi politik secara leluasa.
Adnan memperkirakan upaya pelemahan ini akan terus berlanjut jika posisi tawar Jokowi masih lemah.
“Kita harus dorong Jokowi untuk lebih berani mengatakan tidak dan mengganti orang-orang terdekatnya yang memiliki agenda lain di luar agenda Nawa Cita yang ia janjikan. Jangan terlalu lama mengambil keputusan,” kata Adnan.
Pengamat politik dari Universitas Indonesia, Sri Budi Eko Wardani, menilai Jokowi tidak tegas menolak keinginan parpol pengusungnya, meski berbeda dengan kebijakan pemerintah.
“Saya melihat gaya kepemimpinan Jokowi ini berusaha untuk bermain di antara dua karang. Misalnya seperti revisi UU KPK yang tidak dibatalkan tetapi menunda, menunjukkan ada kompromi,” kata Wardani.
“Jika pendekatan ini terus berulang, maka akan melelahkan … kita ingin melihat adanya ketegasan dalam pemberantasan korupsi, penegakkan HAM, dan tata kelola pemerintah yang lebih akuntabel dan lebih transparan,” jelas Wardani. (BBC Indonesia) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com