FAKTA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) diminta untuk memperkuat pengawasan guna memitigasi kerawanan praktik politik uang menjelang Pemilu 2024. Sebab, hasil riset Bawaslu telah memetakan ada 5 provinsi dan 5 kabupaten/kota rawan terjadinya politik uang.
Begitu Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, menyikapi adanya pemetaan lima provinsi paling rawan politik uang di Indonesia oleh Bawaslu.
“Paling penting adalah bukan hanya pengumuman, tapi Bawaslu harus mampu merapatkan barisan, memitigasi persoalan-persoalan itu di lima provinsi yang menurut data Bawaslu sendiri sangat rawan oleh politik uang,” katanya sebelum sidang tahunan MPR RI, Sidang Bersama DPD dan DPR RI, dan Sidang Paripurna DPR RI 2023, di Nusantara II, DPR RI, Senayan, Rabu (16/8/2023).
Sebagai informasi, Bawaslu meluncurkan Indeks Kerawanan Pemilu dan Pemilihan (IKP) tematik mengenai isu politik uang. Kata Anggota Bawaslu Lolly Suhenty, riset IKP bertujuan mencegah terjadinya politik uang pada pemilu serentak 2024. Hasilnya, lima provinsi dipetakan paling rawan politik uang, yaitu Maluku Utara (skor 100), Lampung (skor 55,56), Jawa Barat (skor 50), Banten (skor 44,44), dan Sulawesi Utara (skor 38,89).
Sedangkan untuk lima kabupaten kota yang paling rawan politik uang yaitu Jayawijaya, Banggai, Banggai Kepulauan, Sekadau, dan Lampung Tengah.
Lolly Suhenty menyebut sejumlah fenomena politik uang, di antaranya sebelum masa kampanye dan sebelum hari pemungutan suara. Adapun modusnya beragam mulai dari diberikan langsung, pemberian barang, dan janji kepada pemilih. Pelaku juga beragam mulai dari kandidat, tim sukses, aparatur sipil negara, penyelenggara adhoc, dan simpatisan.
Untuk itu, Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini meminta Bawaslu berani menindak jika dalam praktiknya nanti ditemukan berbagai macam praktik politik uang. Sehingga, harus dikaji kembali sejauh mana selama ini temuan praktik politik uang oleh Bawaslu tersebut dapat diselesaikan bahkan mendiskualifikasi peserta pemilu yang terindikasi melakukan praktik haram tersebut.
“Pertanyaan itu kan sebetulnya bisa kita jawab bahwa selama ini juga belum ada dilakukan apapun oleh Bawaslu,” tandasnya.
Terkait hasil riset IKP, Rifqi menyampaikan bahwa data tersebut menjadi refleksi bagi Bawaslu sendiri dalam bekerja.
“Jadi, jangan sampai kemudian melempar data tapi kemudian itu tidak menjadi bagian dari introspeksi kewenangan yang ada pada diri Bawaslu sendiri. Ya, logikanya semakin banyak DPT nya tentu eskalasi politiknya kan semakin tinggi, dinamikanya semakin tinggi,” tukasnya. (*)