Semua  

Tersangka Diduga Kabur, Unit PPA Polres Pematangsiantar Belum Ambil Langkah Tegas

FAKTA — Penanganan perkara di Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Pematangsiantar kembali disorot tajam setelah sejumlah lembaga pemerhati dan tokoh publik menilai penyidik lamban merespons perkembangan kasus yang seharusnya ditindak cepat. Lambannya penanganan tersebut dinilai sebagai bentuk ketidakprofesionalan yang berpotensi merugikan korban dan memperlambat proses penegakan hukum.

Ketua Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) Kota Pematangsiantar, Tri Utomo, menyebut sikap penyidik yang tak kunjung mengeluarkan langkah konkret sebagai indikasi pembiaran. “Ketika penyidik tahu pelaku sudah tidak berada di alamat, tidak sekolah lagi, bahkan diduga pindah ke Aceh dan Pekanbaru, tapi tidak ada tindakan lanjutan—ini kelalaian serius. Kasus anak wajib ditangani cepat dan tegas,” ucapnya.

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut, Herdensi Adnin, juga mengkritik keras lambannya pelayanan penyidikan. Ia menegaskan bahwa setiap keterlambatan dalam proses hukum dapat masuk kategori maladministrasi. “Pelapor berhak mengetahui perkembangan kasus. Jika tidak ada pemanggilan ulang, tidak ada langkah penyidikan, atau minimnya informasi, itu sudah masuk ranah pelanggaran standar pelayanan publik. Kepolisian wajib memberi kepastian,” tegasnya.

Ketua Barisan Rakyat Hancurkan Tindakan Ilegal (BARA HATI), yang dikenal vokal menyoroti pelayanan publik, turut mengecam keras kinerja Unit PPA Polres Pematangsiantar. Ia menilai kasus yang dibiarkan berlarut-larut tanpa progres jelas dapat merusak kepercayaan masyarakat. “Kalau penanganan lamban, pelaku bisa melarikan diri, menghilangkan jejak, bahkan bebas berpindah-pindah kota. Ini bukan sekadar lambat, tapi berbahaya,” ujarnya.

Dalam rangka mengonfirmasi lambannya langkah penyidik, awak media menghubungi penyidik pembantu, Briptu Josua D. Sinaga, melalui pesan WhatsApp. Dalam jawabannya, Josua menyebut bahwa tersangka kini berada di Aceh. Namun yang kemudian menjadi sorotan publik adalah alasan yang ia sampaikan terkait tidak adanya tindak lanjut penyidikan. “Itu kendalanya, Bang, LP-nya masih hidup,” tulis Josua dalam pesan tersebut. Ia juga mengakui bahwa tersangka sudah tidak tinggal di alamat sebelumnya, tidak bersekolah lagi di sekolah lama, dan menurut informasi sudah pindah ke Aceh atau Pekanbaru.

Ketika awak media mempertanyakan mengapa pelaku tidak segera dimasukkan ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), Josua menjawab singkat, “Nanti kita keluarkan ya, Bang.” Namun saat ditanya kapan DPO akan diterbitkan, tidak ada kepastian waktu. Jawaban ini semakin memicu kritik dari berbagai pihak yang menilai penyidik tidak memiliki langkah strategis dan terkesan menunda-nunda.

Tri Utomo menilai jawaban penyidik tersebut semakin memperkuat dugaan bahwa kasus ini ditangani tanpa standar profesional yang jelas. “Alasan ‘LP masih hidup’ itu tidak masuk akal. Justru karena LP aktif, penyidikan harus berjalan cepat. Bukan sebaliknya,” tegasnya. Pernyataan serupa juga disampaikan BARA HATI yang menyebut jawaban tersebut sebagai bentuk ketidakpahaman terhadap prosedur penyidikan.

Melihat lambannya penanganan dan tidak adanya langkah konkret seperti koordinasi lintas Polda, pemanggilan ulang, atau penerbitan DPO, Ombudsman RI Perwakilan Sumut membuka peluang untuk melakukan pemantauan langsung. “Jika masyarakat terus mengadu, kami akan turun memastikan apakah benar terjadi maladministrasi dalam proses penyidikannya,” kata Herdensi.

Kasus lambat tangani ini kini menjadi perhatian serius berbagai pihak. Publik berharap Polres Pematangsiantar segera membenahi pola kerja, mempercepat respons, serta memberikan kepastian hukum tanpa alasan-alasan yang dinilai tidak masuk akal dan merugikan masyarakat. (S.Hadi Purba Tambak)