Daerah  

Pemko Pariaman Terapkan Sistem Outsourcing untuk Tenaga Sopir dan Petugas Kebersihan

Ratusan Tenaga Honorer Mendatangi Balaikota Pariaman.

FAKTA – Merasa ketidak adilan ratusan honorer di Pemerintah Kota Pariaman mendatangi kantor Balai Kota di daerah itu, Senin (21/42025), guna tuntut pengembalian hak mereka agar dapat mengikuti seleksi Calon Pegawai Pemerintah dengan perjanjian Kerja (CPPPK).

Mereka menilai, pemerintah daerah setempat tidak mampu untuk memperjuangkan nasib mereka terkait proses seleksi CPPPK tahap 2 yang sedang berlangsung saat ini. Selain itu, proses seleksi tidak transparan dan berkeadilan.

“Kami menerima pesan dari status MS menjadi TMS secara mendadak pada libur lebaran kemarin, pihak pemerintah daerah mengatakan bahwa hal itu keputusan pusat. Namun setelah perwakilan kami menyambangi BKN regional hingga BKN Pusat dan Kemenpan RB kenyataanya justru sebaliknya. Padahal, pihak BKN pusat menyatakan bahwa dalam tahap seleksi administrasi semua itu berdasarkan keputusan daerah,” sebut salah satu honorer yang enggan disebutkan namanya, Senin (21/4) lalu.

Dijelaskan saat audensi pada tanggal 16/4 ke Kemenpan RB, dan tanggal 17/4 ke BKN Pusat disitu dijelaskan secara detail mengapa perubahan status CPPPK di Pemko Pariaman tersebut berubah dari MS ke TMS.

Dari penyampaian dua instansi pusat itu, sebut dia, bahwa perubahan tersebut berdasarkan surat resmi yang ditandatangani Walikota Pariaman pada tanggal 17 Maret 2025 perihal perubahan status kelulusan adminstrasi CPPPK itu.

Salah satu tenaga honorer Sopir yang tidak mememenuhi syarat, Andrey menyebutkan, dirinya sudah bertahun-tahun mengabdi kini harus menerima kenyataan pahit bahwa mereka tidak bisa diangkat sebagai PPPK karena aturan pemerintah pusat.

“Kami telah bekerja bertahun-tahun dengan gaji sangat minim, berharap ada kejelasan nasib kami. Pihak pemerintah daerah terkesan tidak mampu untuk memperjuangkan nasib kami,” sebut dia.

Hal senada juga disampaikan tenaga honorer kebersihan di lingkungan Pemko Pariaman. Pihak pemerintah daerah tidak memberikan kepastian nasib mereka, padahal teman teman mereka yang ikut seleksi tahap pertama justru berhasil lolos.

“Kami yang berada pada seleksi tahap II, tiba-tiba kami dinyatakan tidak memnuhi syarat (TMS), sementara teman-teman dengan pekerjaan yang sama justru berhasil lolos,” sebut tenaga honorer kebersihan yang engan disebut namanya.

Kepala BPKSDM Imadawani menyebutkan, aturan Kementerian PANRB RI, untuk tenaga honorer kebersihan, pengemudi atau sopir, dan petugas keamanan yang bekerja di pemerintahan tidak bisa dialihkan statusnya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Hal tersebut sesuai dengan Keputusan Kementerian PANRB Nomor 185/M.SM.02.03/2022 tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerinta Daerah. 

“Ada satuhal menjadi perhatian yang disalahartikan oleh masyarakat, dimana jabatan Satpam, Sopir dan petugas kebersihan di pemerinatahan masuk kedalam tenaga honorer. Namun, dalam aturan Kemenpan RB nomor 185 mengenai tenaga honorer yang akan diangkat jadi PPPK, bahwa pegawai pemerintahan dengan jabatan tersebut tidak termasuk kedalam data Surat Edaran (SE).

Menangapi permasalahan itu, baru-baru ini 22 April 2025 pemerintah daerah setempat menggelar rapat pembahasan penerapan sistem alih daya (outsourcing) bagi tenaga honorer, seperti sopir, petugas kebersihan, dan pramusaji yang bekerja di pemerintah setempat yang dipimpin langsung oleh Wakil Walikota Pariaman, Mulyadi.

Wako Mulyadi menyebutkan, penerapan sistem outsourcing ini ditujukan bagi tenaga honorer yang tidak memenuhi kualifikasi administrasi untuk menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) tahap 2. Mereka akan dialihdayakan secara mandiri, bukan melalui pihak ketiga.

“Sosialisasi ini perlu dilakukan dengan tujuan untuk menyamakan pemahaman antar OPD mengenai kebutuhan serta mekanisme penerapan sistem outsourcing di Pemko Pariaman. Kami berharap semua OPD dapat menyamakan pandangan terkait pengadaan tenaga outsourcing ini agar prosesnya dapat segera diselesaikan,” ujarnya.

Mulyadi juga menekankan bahwa proses outsourcing ini diambil sebagai langkah untuk menanggulangi permasalahan terkait pengadaan tenaga honorer. “Rekrutmen tenaga outsourcing akan disesuaikan dengan kebutuhan yang ada, tanpa adanya penambahan jumlah tenaga kerja baru,” tegasnya.

Selain itu, ia juga menyoroti pentingnya komitmen dari para tenaga honorer yang bersedia beralih menjadi tenaga outsourcing. Mulyadi menargetkan proses pengadaan tenaga outsourcing ini selesai pada bulan Mei, sehingga mereka dapat mulai melaksanakan tugasnya pada bulan Juni.

Penerapan sistem outsourcing mandiri ini menjadi langkah strategis, mengingat pemerintah kini tidak lagi diperkenankan untuk merekrut tenaga honorer (Non-ASN) secara langsung. “Perbedaan utama dalam sistem ini adalah tenaga kerja akan langsung berhubungan dengan OPD terkait, tanpa melalui perusahaan penyedia jasa tenaga kerja, seperti pada sistem outsourcing konvensional,” jelas Mulyadi. (ss)