Daerah  

Kesimpulan Hasil Reses: Kejati Diminta Usut Tuntas Kredit Macet BSB, Jangan Ada Tebang Pilih Kasus

FAKTA – Setelah melaksanakan Reses Tahap II/2025 di Kantor Bank Sumsel Babel (BSB), Kamis (13/2/2025), Anggota DPRD Sumsel dari Daerah Pemilihan (Dapil) Sumsel 1 meminta penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumsel mengusut tuntas kasus kredit macet PT Coffindo senilai Rp50 miliar yang disalurkan BSB pada September 2022.

“Hasil reses berkesimpulan dan meminta kepada Kejati Sumsel untuk mendalami dan memeriksa kasus kredit macet PT Coffindo senilai Rp50 miliar,” ujar Koordinator Reses Tahap II/2025 DPRD Sumsel Dapil Sumsel1 H Chairul S Matdiah, SH, MHKes, kepada wartawan, Senin (17/2/2025).

Chairul mengatakan, permintaan itu muncul karena DPRD Sumsel ingin mengetahui apakah pencairan kredit PT Coffindo benar-benar sesuai prosedur. Jangan sampai ada permainan atau keterlibatan pihak lain dalam proses pencairan kredit, termasuk jika ada potensi merugikan negara.

“Sebab banyak yang janggal dalam kasus ini, termasuk kelayakan PT Coffindo menerima kucuran kredit Rp50 miliar dengan agunan 1 hektare tanah di Medan dan satu rumah di Tangerang,” katanya.

Menurutnya, kasus kredit macet PT Coffindo semakin menarik perhatian publik, terlebih karena melibatkan dana besar dan dugaan pelanggaran prosedur. Kemudian, tidak ada klarifikasi utuh dari BSB sebagai pihak pemberi dana.

“Dirut BSB Achmad Syamsudin sudah mengakui pernah diperiksa oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Menurut pengakuannya, pihak Kejagung memerintahkan BSB untuk menyelesaikan persoalan kredit macet tersebut,” katanya.

Namun, tidak ada penjelasan rinci dari BSB terkait penyelesaian yang dimaksud. Termasuk kapan pemeriksaan dilakukan dan materi pemeriksaan yang disampaikan Kejagung.

“Harusnya dijelaskan rinci oleh Dirut BSB, termasuk apakah aset PT Coffindo sudah dilelang oleh kurator (pengurus atau pengawas harta benda orang yang pailit-red). Kalau sudah dilelang, apakah nominalnya mencukupi Rp50 miliar, karena kabarnya rumah di Tangerang kecil dan sempit. Secara hitungan kasar saja, satu rumah di Tangerang dan satu hektare tanah di Medan tidak mungkin mencapai angka Rp50 miliar,” tegasnya.

Menurutnya, jika uang kredit macet sebesar Rp50 miliar berhasil dikembalikan bisa menjadi tambahan modal untuk bank milik Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel itu. Jangan sampai, Bank Sumsel menjadi ‘Bank Kedit Macet’ karena kredit macet yang nilainya fantastis.

“Tidak hanya kredit macet persoalan yang ada di BSB, target laba tahun 2024 juga tidak tercapai. Dari target Rp800 miliar, yang tercapai hanya Rp600 miliar,” cetusnya.

Chairul menegaskan, Kejati Sumsel tidak boleh setengah-setengah dalam upaya pemulihan kerugian negara. Sebab, dugaan kerugian negara dalam perkara kredit macet BSB tergolong besar untuk di Sumsel.

“Harusnya tidak sulit bagi Kejati Sumsel untuk mendalami kasus ini, apalagi data awal sudah ada. Tinggal melakukan koordinasi dengan Kejagung,” kata mantan pengacara itu.

“Angka Rp50 miliar itu besar lho, diberikan kepada perusahaan yang tidak jelas usahanya dan tidak berada di Provinsi Sumsel-Babel. Jika Rp50 miliar itu dikucurkan untuk UMKM, sangat membantu pengusaha kecil dan menengah untuk mengembangkan usahanya,” kata politisi dari Partai Demokrat itu.

Chairul berharap tidak ada tebang pilih dalam mengusut kasus dugaan pemberian fasilitas kredit macet bank plat merah tersebut.

“Saya berharap Kejati Sumsel membongkar kasus kredit macet di bank plat merah ini sampai ke akar-akarnya. Ini kasus besar. Angkanya sangat fantastis mencapai puluhan miliar. Publik sudah melihat kasus ini. Jangan sampai ada anggapan aparat penegak hukum tebang pilih dalam memproses dugaan persoalan hukum. Semoga ada langkah tegas dari Kejati Sumsel,” tegasnya.

Komisi I dan Komisi III DPRD Sumsel, kata Chairul, akan mengecek langsung agunan PT Coffindo di Medan dan Tangerang. Pengecekan dilakukan untuk melihat langsung kondisi agunan itu.

“Komisi I akan mengecek kondisi tanah dan rumah, sementara Komisi III dari sisi keuangan, kami minta datanya agar bisa dicek langsung. BSB harus ikut, harus ada perwakilan. Dari informasi yang didapat, PT Coffindo usahanya adalah kopi, dan dana kredit Rp50 miliar tidak digunakan dengan baik,” katanya.

Sebelumnya, Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Sumsel, Vany Yulia Eka Sari, SH, MH, mengatakan, pihaknya akan mengumpulkan data terkait kredit macet PT Coffindo.

“Jika ada laporan resmi, kami bisa segera membuka data tersebut. Namun, peristiwa ini terjadi sebelum saya bertugas di Kejati Sumsel, sehingga kami masih perlu melakukan penelusuran lebih lanjut,” kata Vany.

Tidak Menjawab Secara Utuh

Saat menghadiri Reses Tahap II/2025, Direktur Utama Bank Sumsel Babel Achmad Syamsudin mengakui sudah pernah diperiksa oleh Kejagung.

“Pertama kali dipanggil Kejagung saat baru masuk sebagai Dirut BSB, dan diminta diselesaikan. Jadi Kejagung sudah menyerahkan ke kami (BSB) dan sekarang sudah masuk tahap lelang,” ujar Syamsudin.

Sayangnya, Syamsudin tidak menjawab rinci pertanyaan anggota dewan terkait kredit macet PT Coffindo. Apakah sudah sesuai prosedur atau tidak, agunan yang tidak sebanding dengan kredit Rp50 miliar, status pailit PT Coffindo yang tidak membayar angsuran dan pengangkatan direksi yang diduga terlibat kredit macet itu.

Saat didesak kapan Kejagung melakukan pemeriksaan kredit macet PT Coffindo, Syamsudin tak menjawab. Syamsudin kemudian izin meninggalkan ruangan karena akan melakukan rapat dengan Penjabat (Pj) Gubernur Sumsel Elen Setiadi.

“Izin meninggalkan ruangan karena saya dipanggil Pj Gubernur untuk rapat,” ujar Syamsudin sambil berlalu meninggalkan Lantai 16 Kantor Pusat BSB.

Reses yang berlangsung pada 10-17 Februari 2025 juga dilaksanakan Anggota DPRD Sumsel Dapil 1 lainnya. Yakni,
Abdullah Taufik, SE, MM (Partai Gerindra), Aryuda Perdana Kusuma, SSos (Partai Golkar), Muhammad Toha, SAg (PKS), Firmansyah Hakim, SH (Partai Nasdem) dan Ir Romiana Hidayati (PDI Perjuangan). (fly)