SIKAP warga Dusun Pancer, Desa Sumberagung, Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, terkait keberadaan tambang emas di Gunung Tumpang Pitu tampaknya sulit terurai menjadi solusi. Penolakan warga sepertinya menjadi harga mati, yang harus menjadi pertimbangan setiap langkah pengambil kebijakan kontroversial status ekplorasi (belum ekploitasi) penambangan emas Tumpang Pitu.
Bagi masyarakat, penambangan emas Tumpang Pitu merupakan momok yang tidak boleh terjadi lagi siapa pun pemilik usahanya pasca dilakukan oleh IMN sejak 2007 dengan meninggalkan luka pengrusakan ekositem dan hutan.
Dalam catatan FAKTA, beberapa kali demo atau kritik selalu menemui jalan buntu untuk menjadi rujukan kesepakatan. Warga cenderung tak percaya siapa pun. Terbukti usaha pendekatan pihak Pemkab Banyuwangi, termasuk Kapolres Banyuwangi, untuk mempertemukan warga dengan pihak PT Bumi Suksesindo (BSI) selaku perusahaan yang secara kontroversial mengekplorasi Gunung Tumpang Pitu justru menjadi bumerang bagi kebutuhan persiapan keamanan menjelang Pilkada 9 Desember 2015.
Pasca perundingan di Hotel BI Jajag yang gagal Rabu (25/11) berujung aksi memanas hingga malam. Warga membakar sejumlah sepeda motor dan gudang PT BSI. Pihak keamanan terus berjaga-jaga mengantisipasi aksi lanjutan. Dikerahkan 4 kompi (400 orang) Polres Banyuwangi dan beberapa polres terdekat yang diback up Polda Jatim dan 1 kompi TNI AD. Semuanya sempat ambil bagian berjaga di seluruh pos penambang emas Tumpang Pitu mulai dari Pos 1 hingga Pos 13 yang ada di dalam kawasan eksplorasi kajian mencari sample kandungan emas.
Aksi anarkisme tersebut membawa korban 5 orang warga terkena peluru dan 1 orang polisi terluka. Memang, sangat aneh. Bila mengacu kepada penambang tradisional saja selama ini sudah bisa mendapatkan hasil emas di kawasan tersebut. Bos kecil (penadah) yang selama ini memodali berbagai alat tambang tradisional menjadi kaya raya. Anehnya, PT IMN atau saat ini PT BSI yang menggunakan peralatan modern masih saja berstatus ekplorasi berkutat dengan kajian untuk menemukan kandungan emas Tumpang Pitu yang diperkirakan sejumlah 2 juta ons, perak 80 juta yang diperkirakan bila diuangkan mencapai US $ 5 M.
Padahal, seperti rilis sumber terpercaya, sejak eksplorasi pertama kali pada 20 September 2007 sampai 29 Februari 2012, IMN yang bermodal SK 188/10/KEP/429.011/2010 dengan luas 4.998 Ha. sudah membor di 367 titik dengan kedalaman total 116.495 meter. Terdiri atas 16 titik sedalam 4.172 m yang dikerjakan PT Hakman Platina Metalindo dan IMN 351 titik dengan kedalaman 112.322 m.
Bagaimana dengan ijin kontroversial PT BSI dengan konsekwensi dampaknya serta perlawanan masyarakat ? Salah satu direktur PT BSI, Cahyono Seto, secara diplomasi berargumen perusahaan BSI melakukan ekplorasi dengan legal. “Intinya, perusahaan kami legal. Jadi, tidak bisa serta merta ditutup. Semua ijin komplit, tidak ada yang dilanggar. Bisnis di Tumpang Pitu kami lakukan dengan menggandeng pemda. Maka, kalau mau ditutup pemda harus mengusulkan penutupan,” jelasnya.
Ketua Himpunan Pecinta Alam Banyuwangi, Siswanto, mengatakan, mereka hanya ingin semua pihak melihat fakta di lapangan, Gunung Tumpang Pitu yang dulu asri dan menjulang tinggi serta sebagai pelindung alam dari ancaman tsunami dan sebagai penyerap air hujan, sekarang bernasib tragis hampir rata dengan tanah dengan sisa-sisa galian.
Oleh karenanya, keputusan warga menuntut penutupan penambangan emas Tumpang Pitu itu sudah tak bisa dirubah. “Kami mendengar pihak kepolisian bahkan Polda Jatim akan melakukan tindakan kepada mereka (warga) yang berbuat anarkis, namun mereka tetap pada tuntutan untuk tetap menutup penambangan Tumpang Pitu, karena kita tidak mau menerima dampaknya di masa mendatang,” katanya. (Hayatul Makin) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com