Kapolda Papua Akan Selidiki Insiden Pembakaran Mushala Di Tolikara

Penyelidikan terkait insiden pembakaran mushala di Kabupaten Tolikara akan dilakukan secara profesional
Penyelidikan terkait insiden pembakaran mushala di Kabupaten Tolikara akan dilakukan secara profesional

KAPOLDA Papua, Irjen Pol Yotje Mende, berjanji akan melakukan penyelidikan terkait insiden pembakaran mushala saat umat Islam tengah menunaikan shalat Ied di Kabupaten Tolikara, pada Jumat (17/7).

Pernyataan itu dikemukakan Irjen Pol Yotje Mende dalam pertemuan dengan Bupati Tolikara, Usman Wanimbo, Kapolres Tolikara, AKBP Suroso, serta para pemuka agama guna membahas insiden di Karubaga, ibu kota Kabupaten Tolikara, tersebut.

“Kami akan lakukan penyelidikan secara profesional. Kami harus selidiki karena banyak yang bawa senjata,” kata Yotje dalam pembicaraan yang diikuti kontributor BBC Indonesia, pada Sabtu (18/7).

Dalam kesempatan itu turut pula dibahas kronologi kejadian.

Kronologi kejadian

Menurut Kapolres Tolikara, AKBP Suroso, insiden bermula ketika sekitar 150 orang mendatangi lokasi shalat Ied di Lapangan Koramil dan memerintahkan umat muslim segera membubarkan diri. Perintah pembubaran itu disertai dengan pelemparan batu.

Kapolres Tolikara AKBP Suroso mengatakan ada 11 personil Brimob yang membawa senjata api untuk mengamankan  shalat  Ied di Lapangan Koramil
Kapolres Tolikara AKBP Suroso mengatakan ada 11 personil Brimob yang membawa senjata api untuk mengamankan shalat Ied di Lapangan Koramil

”Pada takbir ketujuh, kami langsung bubarkan, shalat tidak dilanjutkan. Langsung mundur semua ke koramil. Setelah bubar, massa masih melempar batu. Saya memegang megafone, belum ada tembakan. Saya perintahkan mundur,” kata AKBP Suroso.

Selagi jemaah mundur, lanjutnya, terdengar suara tembakan di Kampung Giling Batu.

“Setelah ada tembakan, massa yang berjumlah 150-an orang maju lagi. Lalu ada penambahan massa, sampai kami tidak bisa hitung lagi. Mereka semakin brutal,” kata AKBP Suroso.

Massa yang marah kemudian membakar kios-kios dan api turut melalap mushala yang berada di tengah kompleks kios.

Bupati Tolikara, Usman Wanimbo, mengaku pembakaran itu benar terjadi. Namun, dia menegaskan bahwa pembakaran dipicu oleh aksi penembakan terhadap salah seorang warga.

Disebutkannya, massa yang melihat korban dipikul, langsung bereaksi melakukan pembakaran.

“Saya ada di situ. Jatuh korban baru dilakukan pembakaran. Jadi bukan membakar baru kemudian ditembak,” ujar Usman.

Berdasarkan informasi yang dihimpun BBC Indonesia, jumlah korban penembakan mencapai 12 orang. Salah satu di antara mereka, Endi Wanimbo, meninggal dunia.

Sejauh ini pelaku penembakan belum diidentifikasi. Namun, pada saat kejadian, menurut AKBP Suroso, ada 11 personil Brimob yang membawa senjata api.

Adapun dari jemaah yang mengikuti shalat Ied, tidak ada korban.

Selebaran

Sebelum massa mendatangi lokasi pelaksanaan shalat Ied terbetik kabar bahwa terdapat selebaran dari Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) yang mendesak umat muslim di Tolikara bersembahyang di dalam mushala dan tidak memakai pengeras suara.

Desakan itu dikemukakan sehubungan dengan kegiatan seminar dan kebaktian tingkat internasional GIDI dari 13 Juli hingga 19 Juli 2015.

Pendeta Socrates Sofyan Yoman dari GIDI mengaku pihaknya memang menyebarkan selebaran itu kepada umat muslim di Tolikara.

“Surat edaran GIDI memang benar. Shalat Ied seharusnya dilakukan di mushala, bukan di ruang terbuka, serta tidak menggunakan pengeras suara,” katanya kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.

Namun, dia berkeras bahwa tindakan massa yang mendatangi lokasi pelaksanaan shalat Ied di Lapangan Koramil dan diikuti pembakaran tidak bisa dibenarkan.

“Saya tidak setuju dengan aksi pembubaran itu. Saya pikir itu spontanitas, tidak ada komando. Ini sama sekali tidak direncanakan.”

Menanggapi insiden di Tolikara, Pendeta Herman Saut yang mewakili Forum Pemimpin dan Tokoh Agama Provinsi Papua memohon maaf kepada rakyat Indonesia.

”Kami menyesalkan kejadian itu dan jatuhnya korban jiwa. Kami mendesak pihak berwenang agar segera menyelesaikan masalah dengan tuntas dan proporsional serta memproses para pelaku sesuai hukum yang berlaku,” ujarnya dalam keterangan pers.

Dia lantas menyerukan bahwa di Indonesia tidak ada salah satu golongan agama yang dapat mengklaim wilayahnya dan melarang umat lain untuk beribadah sesuai dengan agama dan keyakinan mereka. (BBC Indonesia) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com