MARKAS Besar (Mabes) Polri melakukan rekontruksi hukum di Balla Lompoa atas kasus perusakan brankas penyimpanan benda pusaka kerajaan Kabupaten Gowa yang dilaporkan keluarga Maddussila Andi Ijo.
“Tim dari Mabes Polri didatangkan untuk melakukan rekontruksi hukum kasus rusaknya brankas peninggalan kerajaan Gowa atas laporan Andi Maddussila sebelumnya dan juga melayangkan laporan di pusat,” kata Kepala Bidang Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Frans Barung Mangerang, kepada wartawan.
Tim tersebut dipimpin oleh Kasubdit I Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol Iwan Kurniawan, dan Kasubdit V Bareskrim Mabes Polri, Kombes Pol Suwondo Nainggolang, didampingi Kapolres Gowa, AKBP Iwan Setiadi, Wakapolres Gowa, Kompol Dwi Bachtiar, Kasatreskrim Polres Gowa, AKP Ridwan Saenong, beserta kuasa hukum keluarga Kerajaan Gowa, Erwin Siagian.
Terlepas dari itu, penyidik Ditreskrim Polda Sulsel terus meningkatkan pemeriksaan pada sejumlah saksi perusakan brankas benda pusaka Kerajaan Gowa. Hal itu dilakukan untuk menarik nama lain yang ikut terlibat dalam perusakan atas pembongkaran peti peninggalan sejarah berusia 80 tahun tersebut.
Setelah sebelumnya memeriksa Pelaksana Tugas (Plt) Kasatpol PP Kabupaten Gowa, Alimuddin Tiro, sebagai tersangka, penyidik juga telah menghadirkan belasan saksi. Beberapa di antaranya merupakan pejabat penting di Pemkab Gowa, yakni Sekkab Gowa, Muchlis, Kadis Kebudayaan dan Pariwisata, Rimba Alam, Kepala Inspektorat, Chaeruk Nasir, dan Kepala Kesbangpol, Kamaluddin Serang. “Semuanya hadir di tempat kejadian perkara atas perintah Bupati Gowa,” kata salah satu saksi yang tidak mau disebut namanya kepada wartawan.
Penyidik juga memeriksa Kabag Hukum, Andi Sura Suaib, Inspektur Pembantu (Iptu) Muhammad Fajaruddin, Staf Inspektorat, Fatmawati dan Amir Dg Tarru. Bahkan Direskrimum juga memeriksa 2 anggota polisi yang hadir saat pembongkaran paksa yakni Aiptu Nurdin dan Aipda Syarifuddin. Kedua polisi ini memberikan waktu pembiaran pembongkaran paksa peti penyimpanan barang pusaka Raja Gowa. Kedua polisi tersebut dianggap layak diberikan sanksi karena tidak menghalang-halangi orang-orang melakukan tindakan kriminal.
Penyidik juga sudah melayangkan panggilan terhadap dua legislator yakni Ketua DPRD Gowa, Ansar Saenal Bate, dan Ketua Komisi I DPRD Gowa, Andi Muhammad Yusuf Harun. Namun keduanya belum hadir. Untuk itu penyidik akan melayangkan surat izin pemeriksaan mereka kepada Gubernur Sulsel, Sahrul Yasin Limpo.
Sedangkan untuk pemeriksaan Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo, dan Wakil Bupati Gowa, Abd Rauf Karaeng Kio, juga segera dilayangkan surat panggilannya.
Kuasa hukum keluarga Kerajaan Gowa, Erwi Siagian, menyebutkan, kedatangannya beserta Tim Mabes Polri hanya untuk melakukan pemeriksaan terhadap kondisi istana Balla Lompoa pasca pembongkaran brankas yang dilakukan oleh aparat Pemda Kabupaten Gowa. “Untuk melengkapi data yang sudah ada sebelumnya. Yang pasti, sekarang kita sedang mencari informasi, mencari data, mencari referensi, untuk mengetahui apa yang terjadi sebenarnya”.
Sementara Polda Sulsel juga masih memburu dua tersangka tambahan pembakaran dan perusakan gedung DPRD Kabupaten Gowa. Kedua nama tersangka tambahan itu diperoleh dari hasil keterangan Ikhsan Dg Tika (36) dan Ridwa Dg Limpo (41). Keduanya dinilai sebagai provokator yang diringkus sehari sebelumnya.
Dengan begitu “tim pemburu” kembali ditugaskan menangkap dua buronan yang juga diduga sudah bersembunyi di luar wilayah Sulsel. “Berdasarkan keterangan tersangka yang kemarin ada dua orang lagi yang terlibat pelaku perusakan yang diduga sudah keluar wilayah Sulsel,” kata Kasubdit IV Jatanras Ditreskrimum Polda Sulsel, Kompol Agung Panigoro.
Sedangkan lima berkas perkara tersangka anak-anak di bawah umur rencananya sudah masuk tahap P21. Agung menyebutkan, penyidik berupaya merampungkan berkas kelima tersangka anak-anak itu, sementara kelima berkas tersangka lainnya masih dalam pemberkasan.
Diketahui sebanyak 12 tersangka pembakaran dan perusakan Kantor DPRD Kabupaten Gowa sudah berhasil diringkus. Tragedi ini dipicu adanya Perda Lembaga Adat Daerah (LAD) yang dibuat DPRD Kabupaten Gowa yang dinilai melemahkan kekuasaan Raja Gowa dan mengangkat raja baru yaitu Bupati Gowa, Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo. Pengangkatan raja baru inilah yang memicu kemarahan masyarakat Gowa, khususnya keturunan Raja Gowa. Mereka menilai para anggota DPRD tidak mengetahui adat-istiadat atau sejarah Kerajaan Gowa sehingga melahirkan raja palsu yang dilantik oleh Ketua DPRD Kabupaten Gowa. “Kalau ada raja yang dilantik DPRD itu bisa disebut raja politik karena berdasarkan persetujuan dari fraksi-fraksi partai yang ada di DPRD telah ditetapkan Perda Lembaga Adat Daerah (LAD)”. (Tim) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com / www.instagram.com/mdsnacks