FAKTA – Kabupaten Lamongan kaya akan keberagaman budaya dan tradisi. Baik dari unsur Matraman, Mojopahit juga Islam yang diwariskan para Walisongo. Salah satu contoh yang menarik adalah tradisi Sedekah Bumi di Desa Karanggeneng Kecamatan Karanggeneng, Lamongan. Kamis malam Jumat (7/11/2024). Tradisi ini tidak hanya memiliki nilai-nilai religius, tetapi juga mengandung makna ekologis / timbal balik antara manusia dengan lingkungan dan kearifan lokal yang perlu dijaga serta dilestarikan.
Desa Karanggeneng merupakan Desa yang menjadi ibukota kecamatan yang menjadi jalur utama dari kabupaten Lamongan menuju daerah wisata bahari tepatnya WBL (Wisata Bahari Lamongan), wisata laut yang pada saat ini merupakan pengembangan dari wisata yang dulunya di kenal dengan wisata Tanjung Kodok di kecamatan Paciran.
Dimana wilayah Desa Karanggeneng memiliki lingkar Bengawan Solo, Serta jembatan eksotis dengan panjang bentang sekitar 150 m. Sebagai penghubung dengan Desa Karangcangkring kecamatan Dukun kabupaten Gresik.
Desa Karanggeneng secara geografis memiliki luas wilayah dengan jumlah penduduk sekitar 1967 orang dari 611 KK, yang kebanyakan warganya pegawai kantor dan petani.
Lokasi yang dijadikan tempat untuk melaksanakan acara sedekah bumi berada tepat di area lapangan volley yang menyatu dengan keberadaan makam punden Desa, yang dihormati dan di sakralkan oleh masyarakat, menjadikan area yang luas sehingga bagi para penggemar pagelaran wayang kulit semalam suntuk, bisa menikmati dengan nyaman. Sebagai tempat tujuan yang populer cikal bakal dari yang babat desa kala itu.
Sedekah Bumi adalah tradisi yang memiliki akar dalam budaya Jawa dan unsur kepercayaan lokal. Tradisi ini dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas hasil bumi, panen dan keberkahan alam yang diberikan pada manusia. Sedekah Bumi juga mencerminkan hubungan harmonis antara manusia dan alam, di mana manusia diharapkan menjaga dan merawat alam sebagai bagian dari tanggung jawabnya.
Tradisi Sedekah Bumi dilaksanakan di dekat punden Desa Karanggeneng yang dipercaya oleh masyarakat sekitar sebagai petilasan dari Mbah Santri, yang dirawat juru kunci Mbah Sukari (76). Sedangkan biasanya dilaksanakan pada saat tertentu, seperti antara bulan Agustus atau September atau Nopember namun demikian yang menjadi prioritas adalah hari yang dipilih ialah hari kamis pon malam Jum’at Wage.
Dimana sebelum satu Minggu pelaksanaan bersih Desa Karanggeneng, tepatnya Jum’at pahing sehabis sholat Jum’at, masyarakat dusun berkumpul bersama mengadakan bersih -bersih sekitar makam Desa Karanggeneng yang kemudian di lanjutkan dengan membersihkan area lapangan yang akan di pakai untuk pelaksanaan acara sedekah bumi. Sedangkan Kasun (kepala dusun) sebagai seorang yang ditugaskan untuk memimpin pelaksanaan kegiatan tersebut dari persiapan hingga pelaksanaan.
Masyarakat Desa Karanggeneng sangat rukun dan sangat guyub mereka saling membantu jika melaksanakan acara sedekah bumi, mulai dari unsur Karang taruna, tokoh masyarakat dan perangkat desa mereka sudah memahami memiliki tugas masing-masing.
Acara di mulai pada hari kamis pon setelah sholat Dhuhur, yakni penyajian wayang kulit dengan dibuka tentang sejarah Desa Karanggeneng, disini biasanya para sesepuh dan tokoh masyarakat sangat perhatian serta antusias menonton.
Menjelang sore hari persiapan ubo rampe serta berbagai macam jenis buah-buahan, jajanan yang tidak bisa dilupakan yakni tape ketan, katul ketan, jenang dan makanan khas Desa Karanggeneng, nasi jagung, sayur lodeh dengan ikan gereh siap di hidangkan dan di bagikan pada warga sekitar tidak lupa para pedagang yang ada mendapat bagian.
Selanjutnya setelah sholat Maghrib, dilaksanakan acara pembacaan surat Yasin yang dilanjutkan dengan tahlil bersama yang dipimpin tokoh masyarakat, KH. Drs. Abdul Hadi, SH. MH. Beliau juga mantan Kepala Desa Karanggeneng dua Periode. Yang sudah lebih 32 tahun memimpin ngaji bersama tersebut.
Puncak acara sedekah bumi ialah pagelaran wayang kulit semalam suntuk, yang selalu di hadiri kepala desa seluruh yang ada di kecamatan Karanggeneng, Camat, Kapolsek serta Danramil 0812/15 Karanggeneng.
Bentuk rasa syukur karena hasil panen atau dalam rangka tertentu seperti upacara adat. Para petani dan warga terbebas dari penyakit. Warga setempat berkumpul di area lapangan dengan membawa hasil bumi seperti beras, buah-buahan, sayuran, dan tumpeng. Mereka kemudian berdo’a bersama untuk memohon berkah dan melanjutkan dengan prosesi membagikan hasil bumi kepada masyarakat yang hadir.
Bagi mereka yang datang untuk menikmati pagelaran wayang kulit, tradisi ini memberikan pengalaman yang unik dan mendalam bagi para pecinta seni budaya leluhur Nusantara yang sangat Adiluhung tersebut.
Tradisi Sedekah Bumi di Desa Karanggeneng memiliki signifikansi yang mendalam bagi masyarakat setempat. Selain mengajarkan nilai-nilai kebersamaan, rasa syukur, dan kepedulian terhadap alam, tradisi ini juga dapat menjadi daya tarik wisata budaya yang mendukung perekonomian lokal. Dalam era globalisasi ini, penting bagi komunitas di Desa Karanggeneng untuk mempertahankan dan mempromosikan tradisi ini agar dapat dinikmati oleh generasi mendatang.
Tradisi Sedekah Bumi menurut Kepala Desa Karanggeneng, Elly Susiantoro.SE, merupakan contoh nyata tentang bagaimana kearifan lokal dan nilai-nilai keagamaan dapat saling menyatu dalam sebuah tradisi yang indah. “Tradisi ini tidak hanya memberikan manfaat spiritual saja, tetapi juga memiliki potensi sebagai daya tarik wisata budaya, dengan usaha kolektif dari masyarakat , pemerintah, dan pihak terkait, tradisi ini dapat terus dilestarikan dan diapresiasi oleh generasi yang akan datang.” Ujarnya.
Kepala Desa Karanggeneng, juga sangat apresiatif terhadap semua unsur masyarakat dari para penggerak kegiatan misalnya tokoh masyarakat yang memberikan spirit dan para anggota Karang taruna yang sangat berperan sehingga acara bisa terselenggara dengan baik dan sukses. (Ari)