KEJAKSAAN Tinggi (Kejati) Sulsel segera melakukan penelusuran terkait kasus dugaan korupsi pengadaan 22 mobil dinas merek Daihatsu Terios kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Barru.
Sebelumnya, pengadaan mobil dinas yang dinilai tidak sesuai peruntukannya tersebut dilaporkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mahatidana sejak 11 Agustus 2016. “Memang benar kami telah menerima laporan kasus dugaan korupsi pengadaan 22 mobil dinas legislator Barru. Namun saat ini laporan tersebut masih dipelajari,” kata Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Salahuddin, (29/8).
Namun, Salahuddin enggan membeberkan sampai di mana laporan LSM Mahatidana tersebut telah dipelajari oleh kejati. “Yang jelas, kalau ada laporan masuk pasti kami akan tindak lanjuti,” ungkapnya.
Seperti diketahui bahwa LSM Mahatidana telah melaporkan sedikitnya 22 anggota DPRD Kabupaten Barru pada 11 Agustus 2016 terlibat dalam kasus dugaan pengadaan mobil dinas yang menggunakan APBD 2016 sejumlah Rp 4,4 milyar.
Menanggapi hal itu, Direktur Riset dan Data Anti Corruption Committee (ACC) Sulsel, Wiwin Suwandi, mengatakan, kasus dugaan korupsi yang dilakukan anggota DPRD Kabupaten Barru itu merupakan korupsi berjamaah berpegangan pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2004.
“Namun, peraturan tersebut telah diubah dengan PP No. 37 Tahun 2006. Ada kekeliruan pada PP No. 24 Tahun 2004 itu sehingga sudah diubah dengan PP No. 37 Tahun 2006 yang tidak boleh lagi terjadi pengadaan untuk anggota DPRD,” tandasnya sembari meminta kepada pihak Kejati Sulsel agar segera melakukan pemanggilan dan pemeriksaan terhadap 22 anggota DPRD Kabupaten Barru.
“Apalagi sudah ada laporan yang masuk, sebaiknya kejaksaan segera melakukan pemeriksaan. Terlebih lagi kucuran dana yang diperuntukkan mobil dinas dewan tersebut tidaklah sedikit”.
Ketua LSM Mahatidana, Rudi Najamuddin, kembali mengatakan, pihaknya telah melaporkan pengadaan mobil dinas tersebut ke pihak Kejati Sulsel dikarenakan anggota DPRD Barru diduga telah melakukan korupsi. “Kami sudah memasukkan laporan sejak 11 Agustus 2016 di Kejati Sulsel. Menurut saya, anggota DPRD tidak boleh mendapatkan mobil dinas sesuai dengan PP nomor 21 tahun 2007,” kata Rudi.
Rudi meminta kepada pihak Kejati Sulsel untuk melakukan penyelidikan secara tuntas dikarenakan anggota DPRD itu diduga telah memakai uang rakyat yang seharusnya untuk rakyat.
Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenek, menyampaikan bahwa pembelian mobil dinas bagi anggota DPRD Kabupaten Barru itu seharusnya dibatalkan. Hal itu dilakukan demi efektivitas dan efisiensi anggaran. Ia juga menjelaskan berdasarkan PP No. 24 Tahun 2004 Tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur kendaraan dinas hanya untuk pimpinan DPRD, bukan anggota DPRD. “(Mobil dinas) bagi anggota DPRD tidak diperkenankan, hanya kepada pimpinan DPRD”.
Ia mengatakan, pengadaan kendaraan dinas operasional bagi alat kelengkapan dewan memang diatur. Namun, kendaraan dinas tersebut tidak melekat pada masing-masing anggota DPRD. Misalnya, anggota AKD 20 orang (pengadaan mobil dinas) bisa dua atau tiga. Jadi, tidak berarti semua harus diberikan dalam jumlah banyak. Ia menyampaikan mobil dinas tersebut sifatnya dukungan operasional, bukan untuk anggota. (Tim) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com