TIM penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Makassar menahan mantan Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kota Makassar, Ismunandar. Ia ditahan usai diperiksa sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan brosur terpadu dengan nilai kontrak Rp 2,3 miliar.
Kepala Kejari Makassar, Deddy Suwardi Surachman, mengatakan bahwa penyidik menahan Ismunandar di Lapas Kelas 1 Gunungsari setelah diperiksa selama enam jam.
Ismunandar nampak duduk termenung memikirkan nasibnya serta tertunduk malu menghindari jepretan kamera wartawan di Kejari Makassar. Tuduhan korupsi untuk yang kedua kalinya bagi Ismunandar ini diyakini tidak akan lolos lagi. Sebab sebelumnya saat Ismunandar menjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum di Kabupaten Pangkep diduga merugikan negara sekitar Rp 5,2 miliar tapi tidak pernah ditindak apalagi ditahan.
Deddy mengatakan bahwa dalam pengusutan kasus ini tim penyidik menemukan peran tersangka, sehingga dengan cepat dan tepat melakukan penetapan tersangka yang dilanjutkan dengan penahanan. “Peranannya yaitu tersangka diduga memanipulasi harga brosur dengan memanfaatkan jabatannya selaku kuasa pengguna anggaran (KPA) dan pejabat pembuat komitmen (PPK). Akibat perbuatan tersangka, negara diperkirakan mengalami kerugian mencapai angka Rp 860 juta berdasarkan perhitungan sementara penyidik kejaksaan. Namun demikian kami juga telah menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Sulsel untuk menghitung kembali kerugian negara yang terjadi. Hasil audit BPKP itu nanti menjadi bagian dari alat bukti penyidik. Walaupun penyidik sudah menghitung kerugian negara namun kita tetap memerlukan audit dari lembaga yang terkait”.
Selain dengan BPKP penyidik juga bekerja sama dengan ahli dari politeknik media kreatif. Fungsi ahli untuk membantu penyidik membandingkan harga masing-masing jenis kertas, kualitas kertas, model pada dua brosur terpadu yang diadakan Kominfo Pemkot Makassar.
Untuk alasan penahanan tersangka, kejari mengacu pada aturan hukum formal UU No. 8 Tahun 1991 Tentang KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) dan pasal 21 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) tentang pertimbangan subyektif penyidik menahan tersangka. Isi aturan formal itu adalah penyidik mengkhawatirkan tersangka dapat mengulangi perbuatan pidananya, berpotensi menghilangkan barang buktim atau melarikan diri sehingga penahanan dilakukan.
Selain itu berdasarkan pada ancaman pidana dua pasal yang disangkakan kepada tersangka, yakni pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU RI No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU RI No. 31 Tahun 1999 Tentang Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Penasehat hukum tersangka, Burhanuddin, mengatakan bahwa pihaknya akan segera mengeluarkan tersangka dari tahanan. “Secepatnya kami mengajukan permohonan penangguhan penahanan, sebaiknya statusnya tahanan kota”.
Kasus ini disidik pada bulan Oktober 2016 setelah Kejari Makassar menemukan sejumlah perbuatan melawan hukum di antaranya penentuan harga perkiraan sementara tidak didasari dengan harga sebenarnya. Akibatnya terjadi kemahalan harga berkali-kali lipat (mark up). Adapun harga yanag ditentukan untuk satu eksemplar brosur sebesar Rp 3.900,- dengan jumlah brosur sebanyak 600.000 lembar. Jumlah ini dicetak dengan dua desain yang berbeda. Penyidik kejaksaan menemukan fakta harga brosur jenis tersebut hanya berkisar Rp 2.000,- hingga Rp 2.500,- per eksemplar. (Tim) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com / www.instagram.com/mdsnacks