Kasus 73 Modin Di Tuban, Saksi Pelapor Dan Saksi Lain Dari Jajaran Depag Pernah Diperiksa Polda Jatim

HAMPIR 10 bulan, kasus pengangkatan 73 modin di Kabupaten Tuban yang ditangani oleh penyidik Polda Jatim, nampaknya belum ada yang ditetapkan sebagai tersangka.

Pengangkatan tersebut, menurut sebuah sumber, penuh manipulasi dan rekayasa, sehingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 2.743.900.640,-(dua miliar tujuh ratus empat puluh tiga juta sembilan ratus ribu enam ratus empat puluh rupiah).

Perhitungannya, seperti disebutkan sebuah sumber dalam suratnya, dihitung sejak diterbitkan SK CPNS tenaga teknis/administrasi berasal dari P3N (Pendamping Pegawai Pencatat Nikah/Modin Nikah) per 1 Nopember 2014 sampai dengan bulan Desember 2016 = 26 bulan x Rp 1.445.680,- (gaji pokok CPNS golongan I) x 73 orang P3N (Modin Nikah) yang diangkat tenaga teknis/administrasi KUA di Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur.

Di samping menorobos Undang-Undang RI nomor 48 tahun 2005, pengangkatan tersebut banyak manipulasi data dan rekayasa seperti disebutkan sebelumnya. Dianggap menerobos UURI nomor 48 tahun 2005 karena di dalamnya memuat bahwa Pembantu Pegawai Pencatat Nikah (P3N) atau yang biasa disebut “Modin” di tingkat Kelurahan atau Desa tidak termasuk kategori Tenaga Honorer Kandepag/Kemenag yang dapat diusulkan menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).

Seterusnya dikatakan banyak manipulasi dan rekayasa, karena dalam pengangkatan, salah satu syarat dalam pemberkasan, adalah absensi yang bersangkutan, yakni para Tenaga Honorer. Tentu absensi para P3N atau Modin ini dipalsukan karena P3N atau Modin Nikah ini tidak pernah ngantor dan berkantor di KUA.

Demikian pula, dalam pemberkasan tersebut, harus ada bukti bahwa mereka digaji dari APBN/APBD. Jelas itu dipalsukan juga karena di dalam anggaran DIPA tidak pernah ada anggaran gaji untuk para Modin Nikah atau P3N.

Yang lebih tragis, untuk diangkat menjadi CPNS, seluruh Tenaga Honorer harus ada SPTJM (Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak) yang ditandatangani oleh para pejabat, khususnya pejabat setingkat eselon II. Anehnya, SPTJM yang ditandatangani pejabat tersebut bukan berbunyi P3N atau Modin Nikah tetapi dipalsukan menjadi Tenaga Teknis/Administrasi pada KUA.

Adanya ‘kemudahan’ tersebut ratusan Modin di Kabupaten Tuban ramai-ramai ingin menjadi CPNS P3N, biarpun datanya dipalsukan dan biarpun harus bayar puluhan juta rupiah.

Terbukti sudah 73 Modin resmi menjadi CPNS P3N untuk gelombang pertama dan 36 untuk gelombang kedua, sehingga total menjadi 104 Modin CPNS P3N. Itu berarti satu KUA ditangani 11 Modin. Padahal, idealnya, satu KUA cukup ada 2 Modin saja. “Kalau 11 Modin menjadi ‘over dosis’ dan mubazir. Lha mereka hanya bertugas mendampingi orang yang mau menikah saja,” tandas sebuah sumber yang minta dirahasiakan namanya.

Nah dengan adanya pengangkatan Modin yang menjadi CPNS P3N dengan cara yang tidak benar dan melanggar UURI nomor 48 tahun 2005 tersebut Polda Jatim sudah memeriksa para pejabat yang menandatangani SPTJM serta beberapa orang lainnya sudah dimintai keterangan pula.

Masih menurut sebuah sumber, perkara tersebut bukan dihentikan.  Saking banyaknya yang dimintai keterangan, pihak penyidik di Polda Jatim sedang mengumpulkan bukti sebanyak-banyaknya dan akurat sehingga harus menjalankannya dengan penuh kehati-hatian. (Tim)