Semua  

Corona & Ke-santuy-an Pemerintah

VIRUS Corona atau Covid 19 telah melahirkan kepanikan global sejak terdeteksi secara masif di Kota Wuhan, China. Pelarangan datang dan pergi warga negara dari suatu negara ke negara lain, penutupan sementara aktivitas olahraga (Liga Sepakbola atau Turnamen Bulutangkis) menjadi upaya pencegahan penyebaran masif virus corona. WHO pun mengeluarkan daftar negara-negara yang terdekteksi adanya virus corona. Tentu daftar ini menjadi peringatan agar negara-negara dimaksud mengambil langkah untuk mengantisipasi dampak penyebaran virus corona.

Bagaimana dengan Indonesia ? Awalnya, meski sudah terinformasi mengenai adanya WNI yang berada di Wuhan, China, sampai dengan upaya evakuasi WNI, belum nampak keseriusan pemerintah untuk mengambil langkah sigap, sebagai upaya mencegah penyebaran virus ini di Indonesia. Informasi yang disebarluaskan melalui media massa baik cetak maupun elektronik cenderung membuai atau meninabobokan warga.

Penyebaran informasi yang mendidik warga untuk mencegah atau mengantisipasi masih minim. Padahal dampak virus corona bagi pariwisata sudah ada, namun belum juga mampu memantik keseriusan pemerintah untuk cepat tanggap mengambil langkah strategis untuk mengantisipasi penyebaran massif virus corona dan kemungkinan dampak yang terjadi.

Kepanikan terjadi saat media memberitakan suspect corona muncul di Depok dengan jumlah yang relatif besar. Manifestasi kepanikan masyarakat berupa pembelian masker di beberapa wilayah yang mengakibatkan kelangkaan dan tingginya harga masker. Dari sinilah kemudian respon sebagai wujud kepekaan mengenai potensi bahaya dari (penyebaran) virus corona baru muncul.

Pertama, untuk mengantisipasi (dampak) kelangkaan masker, pemerintah melalui Polri mengeluarkan informasi mengenai ancaman pidana bagi penimbun masker atau pihak-pihak yang mengambil untung dari kepanikan masyarakat terhadap penyebaran virus corona.

Kedua, dimulainya penyebaran informasi mengenai edukasi pencegahan virus corona. Kebijakan-kebijakan di tingkat sektoral, baik kementerian maupun pemerintah daerah nampak dan dirasakan publik.

Ketiga, pemerintah mulai ‘terbuka’ dengan informasi warga yang terduga kena virus corona maupun yang sudah positif kena virus corona. Informasi yang semula terkesan menutupi, kemudian setelah masyarakat terinformasi dari berita internasional yang menuding Indonesia juga sebagai negara yang terkena dampak penyebaran virus corona, media Indonesia mulai berani membuka informasi mengenai pasien-pasien yang terkena virus korona baik yang terduga maupun yang positif.

Indonesia terkesan terlalu santuy, ketika negara lain begitu sigap menyikapi penyebaran virus corona. Upaya penyembunyian kasus-kasus korona, sampai dengan terungkapnya keberadaan pasien yang positif corona belum membangkitkan kepekaan terhadap bahaya yang mengintai apabila virus corona masif mengjangkiti masyarakat.

Indikator bangkitnya kepekaan itu misalnya menyegerakan langkah preemtif dan preventif. Langkah menyampaikan ancaman pidana bagi penimbun masker atau menjual masker dengan harga tinggi, hanya pencegahan kepanikan yang bisa menimbulkan dampak negatif. Kecepatan mengambil langkah dengan mempersiapkan fasilitas kesehatan yang akan digunakan merawat pasien yang terkena virus corona masih lamban. Meskipun kemudian ada kepala daerah yang mensosialisasikan rumah sakit-rumah sakit rujukan, itu hanya terjadi di beberapa daerah.

Kementerian Kesehatan lamban untuk memasifkan edukasi pencegahan dan penanganan virus corona. Sebagai pembanding, Walikota Surabaya begitu sigap membangun fasilitas untuk cuci tangan di ruang-ruang publik. Kepanikan masyarakat yang memborong masker bukan menjadi indikator kepekaan, melainkan kurangnya edukasi yang seharusnya segera dilakukan ketika terdeteksi adanya pasien yang menjadi suspect atau positif terkena virus corona.

Contoh lain yang bisa dilakukan adalah kampanye kebersihan dengan mencuci tangan (kalau menggunakan istilah Gerakan Cuci Tangan akan berkonotasi lain). Pemerintah dan atau pemerintah daerah bisa bekerjasama dengan produsen sabun cuci tangan untuk menyelenggarakan gerakan atau kampanye kebersihan.

Belum terlambat bagi pemerintah untuk memasifkan edukasi pencegahan dan penanganan virus corona ke masyarakat. Edukasi dibutuhkan karena masih masifnya penyebaran virus tersebut di negara lain. Edukasi diperlukan tidak hanya untuk mencegah, namun menghindari keterpurukan lebih dahsyat dari liarnya berita tentang penyebaran virus corona yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Bali bisa menjadi contoh dampak virus corona, meskipun masih minim yang terdeteksi suspect corona maupun yang positif terkena corona. Turunnya jumlah wisatawan menjadi dampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah perlu menghitung biaya dari dampak ketika virus corona terdeteksi di suatu wilayah. Menghitung biaya dari dampak ini diharapkan dapat membangun kepekaan untuk segera mengupayakan langkah cepat antisipasi.

Belajar dari pengalaman negara atau wilayah tertentu di suatu negara yang anggota masyarakatnya terdeteksi virus corona, kemudian mengambil langkah untuk diterapkan guna mencegah dan menangani virus corona. Ke-santuy-an pemerintah jangan menjadi bumerang yang pada akhirnya merugikan masyarakat. Santuy tetap cepat panik. Ini yang harus dibenahi dan dikelola oleh pemerintah sebelum terjadinya penularan virus corona menjadi bencana di suatu wilayah.

Oleh :

Yacob Adi Kristanto SH MH

Advokat & Dosen UKSW Salatiga