PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) selalu mengingatkan dan memberikan arahan pada masyarakat agar tidak panik dan berlebihan dalam menghadapi virus corona (Covid-19). Diharapkan masyarakat lebih waspada dan bersatu dalam menghadapi corona.
Corona dianggap sangat membahayakan dan mematikan, belum ditemukan obatnya. Mungkin karena saking berhati-hati dan semangatnya melawan corona atau sangat mengkhawatirkan masyarakat terkena wabah corona, sehingga Presiden Jokowi mengeluarkan Keppres nomor 7/2020 dengan membentuk gugus tugas dengan melibatkan TNI, Polri, dan BIN. Menurut penulis, bila berperang dengan musuh secara fisik memang sangat tepat melibatkan TNI dan Polri dikarenakan mereka memiliki persenjataan yang lengkap dan canggih, serta BIN untuk mendeteksi, mencari informasi yang akurat, yang nantinya dilaporkan pada presiden. Tetapi sekarang ini yang diperangi adalah virus corona mengapa harus melibatkan TNI, Polri, dan BIN ? Apakah tidak berlebihan dan keliru ? Apakah tidak sebaiknya memperkuat kementerian kesehatan dengan melibatkan lembaga/instansi yang terkait dengan menambah dana anggaran yang cukup dan peralatan medis yang diperlukan, serta kerja sama dengan rumah sakit yang ditunjuk oleh pemerintah sebagai rujukan, barang tentu rumah sakit yang berkualitas serta menambah jumlah kamar rawat inap ? Bila perlu membangun rumah sakit baru khusus untuk masyarakat yang terkena corona ?
Menurut informasi, anggaran yang disediakan untuk mengghadapi corona sebesar Rp 1 triliun. Jangan sampai dana tersebut banyak terserap untuk operasional dan honor para pejabat dan gugus tugas yang dianggap terlibat dalam menangani corona tersebut.
Bila dirasakan yang sebenarnya membuat panik dan berlebihan itu justru berasal dari pemerintah sendiri yaitu dengan mengeluarkan berbagai aturan dan larangan antara lain :
- Pemerintah memberikan informasi yang membingungkan, antara pejabat satu dengan pejabat lainnya tidak sama dan informasinya berlebihan. Contoh : kementerian kesehatan menjelaskan masker bekas/sudah dipakai satu kali saja tidak dapat dipakai lagi/dibuang. Tapi, menurut dr Erlina Burhan, masker bekas dapat dipakai lagi asalkan tidak rusak.
- Pada awal tersiar adanya virus corona, pemerintah menjelaskan agar masyarakat memakai masker. Beberapa hari kemudian Menteri Kesehatan menjelaskan masyarakat tidak perlu memakai masker sesuai apa yang disampaikan oleh WHO dan Amerika, katanya yang terpenting menjaga ketahanan tubuh.
- Melarang masyarakat keluar dari rumah bila tidak dianggap penting, dilarang menghadiri tempat wisata dan hiburan yang bersifat mendatangkan massa.
- Tidak boleh berkumpul atau berkerumun dengan orang banyak, bila bertemu dengan orang lain jaraknya minimal satu meter.
- Masyarakat dilarang jabat tangan dengan orang lain, ibadah di tempat peribadatan yang mendatangkan orang banyak dibatasi dan MUI mengeluarkan imbauan atau fatwa untuk umat Islam agar tidak melakukan ibadah jumatan di masjid, cukup di rumah saja dengan melaksanakan sholat Dhuhur.
- Siswa sekolah diliburkan di DKI Jakarta, Surakarta, dan Madura dua minggu dan di Surabaya satu minggu yang kemudian dirubah menjadi dua minggu juga. Yang menjadi pertanyaan, bila sudah dua minggu diliburkan apakah corona sudah tidak ada lagi, bila masih ada corona mengapa harus diliburkan ? Apakah itu namanya tidak berlebihan ?
- Acara di stasiun TV tidak diperbolehkan disertai penonton, cukup pemainnya saja.
- Melarang segala sesuatu kegiatan yang bersifat mendatangkan massa, termasuk rapat yang sudah telanjur direncanakan dibatalkan dan ditangguhkan dengan tanpa batas waktu.
- Masyarakat yang karena takutnya sehingga mau melaksanakan resepsi pernikahan pun dibatalkan.
Dengan adanya larangan/imbauan/informasi kepada masyarakat oleh pemerintah seperti tersebut di atas bila sampai berjalan 2(dua) sampai 3 (tiga) bulan maka perekonomian Indonesia akan lumpuh dan tidak berdaya, bisa terjadi krisis moneter jilid 2 (dua), seperti tahun 1997/1998. Bedanya, krisis yang lalu disebabkan oleh ulah IMF yaitu Indonesia diminta untuk menutup ± 9 (sembilan) bank dan harus hutang pada IMF. Kalau sekarang karena serangan virus corona.
Bagaimana perekonomian tidak lumpuh, perdagangan tersendat, masyarakat tidak berani melakukan aktivitas apa pun di luar rumah ? Perdagangan akan menjadi lesu dan sepi, seperti pertokoan, supermarket, hypermarket, mall, restoran/rumah makan, tempat wisata, tempat hiburan, pasar, angkutan transportasi, termasuk grab dan gojek, semuanya menjadi sepi, akhirnya para pengusaha akan merugi, akan menimbulkan banyak PHK dan pengangguran dikhawatirkan akan timbul gejolak di masyarakat sehingga bisa terjadi krisis moneter. Bila nanti perekonomian Indonesia lumpuh dan terjadi inflasi yang cukup besar, BI kekurangan dana dan defisit keuangan, yang dikhawatirkan Cina dan IMF menawarkan hutang pada Indonesia dengan syarat tertentu sesuai yang diinginkan. Dan dengan sangat terpaksa akhirnya Indonesia berhutang. Bila hutangnya sudah banyak dikhawatirkan Indonesia akan dikendalikan dan dikangkangi oleh Cina dan IMF. Semua yang mereka inginkan atau minta harus dituruti. Bila sudah terjadi seperti itu, negara ini akan jadi apa ? Apakah tidak kasihan pada anak-cucu sebagai penerus bangsa ? Apakah kejadian ini bukan permainan politik Cina, Amerika, dan WHO ? Kerja sama untuk mengguncang dan melumpuhkan perekonomian dunia, khususnya Indonesia. Jangan-jangan Amerika memainkan politiknya dikarenakan Presiden Jokowi terlalu dekat dengan Cina. Hubungan Amerika dengan Presiden Jokowi dirasa kurang harmonis karena adanya kecemburuan Amerika.
Penulis sependapat dengan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto dan dr Vera Ibrahim (virologi UI), bahwa sebenarnya virus corona itu biasa saja, sejak dulu sudah ada, yang besar dan heboh itu pemberitaannya. Bila kita amati yang mereka katakan itu memang tidak salah, corona dibesar-besarkan dan dihebohkan agar dunia ini menjadi guncang, khususnya Indonesia. Sebenarnya, virus corona tidak perlu ditakutkan berlebihan, sebab kenyataannya yang terkena corona juga bisa disembuhkan dan kalau ada yang meninggal dunia pun jumlahnya relatif sangat kecil. Sebaiknya, aktivitas yang dibatasi itu bagi penderita yang sudah benar-benar terkena corona atau yang sakit, bukannya yang sehat dibatasi aktivitasnya. Bila untuk mengantisipasi penularan corona, masyarakat diwajibkan memakai masker, sarung tangan, kacamata, kerudung, atau dengan cara lainnya, tidak seperti larangan tersebut di atas.
Menurut dr Erlina Burhan, pakaian medis seperti robot yang dipakai oleh para dokter dan para medis yang merawat pasien corona, harganya mencapai Rp 750 ribu per setel, sedangkan sekali pakai harus dibuang tidak dapat dipakai lagi, mengapa harus demikian ? Masker bekas saja masih bisa dipakai lagi, mengapa baju seharga sekian itu hanya sekali pakai saja ? Itu atas permintaan siapa ? Apa bedanya masker dengan baju itu ? Yang perlu dipertanyakan, baju itu produksi dari mana dan beli dari mana, serta siapa yang diuntungkan ?
Yang menjadi pertanyaan pula, bila kita mengikuti larangan/imbauan/informasi dari pemerintah seperti tersebut di atas, bagaimana solusinya bagi pekerja buruh pabrik yang mencapai ribuan orang dan juga ojek online, apakah harus dikorbankan dan dibiarkan terkena corona ? Apakah dicarikan solusi yang terbaik untuk keamanan mereka agar tidak terkena corona ? Kalau dibiarkan kasihan, masyarakat lainnya tidak berani keluar rumah, tidak boleh berdekatan atau bersentuhan dengan orang lain dan jaraknya minimal satu meter, sedangkan pekerja pabrik bergerombol dan berkerumun ribuan orang, apakah tidak khawatir terkena corona ?
Penulis hanya mengingatkan Presiden Jokowi bila mengambil kebijakan agar berhati-hati, jangan sampai keliru dan salah langkah menghadapi corona, karena dikhawatirkan terjadi krisis moneter dan timbul gejolak seperti tahun 1997/1998. Perlu diingat bahwa Presiden Soeharto tumbang karena krisis moneter. Siapa yang tidak tahu kalau Presiden Soeharto memiliki kekuatan yang luar biasa dan didukung oleh semua pihak toh ternyata bisa tumbang karena krisis moneter. Jangan sampai terjadi seperti itu. Ini penulis sampaikan karena sayang.
Menurut penulis, virus corona baru bisa dikatakan darurat dan heboh bila terjadi wabah yang merata di sana-sini, masyarakat yang terkena corona sakit-mati-sakit-mati tidak bisa diobati/disembuhkan. Sedangkan saat ini yang terkena corona bisa disembuhkan dan yang meninggal dunia pun hanya ± 25 orang. Bila dihitung jumlah penduduk 200 juta orang lebih dan yang meninggal karena corona hanya puluhan orang itu masih dalam kewajaran bila dibandingkan penyakit lainnya seperti TBC, HIV/AIDS, kelenjar getah bening, jantung, diabetes, tekanan darah tinggi, DBD, kanker, yang sakit puluhan ribu dan yang meninggal dunia pun ribuan pula tapi tidak segempar corona.
Oleh :
Imam Djasmani.
Pengamat