Semua  

Buronan Kasus Penipuan Miliaran Rupiah Ditangkap Di Semarang

Tersangka Ricky Yonathan S dan proyek hotel berbintang yang kini mangkrak itu.
Tersangka Ricky Yonathan S dan proyek hotel berbintang yang kini mangkrak itu.

DISINYALIR sering berpindah tempat persembunyian untuk menghindari kejaran polisi, Ricky Yonathan S (52) akhirnya tak berkutik saat ditangkap anggota jajaran Polda DIY. Penangkapan oknum pemborong yang beralamat di Perum Sangrila Indah Mraen RT 07 RW 10 Sendangadi, Mlati, Sleman, ini sebagai tindak lanjut laporan korbannya yang bernama Dr Andreanyta Meliala PhD, 11 Maret 2015, merujuk LP 224/III/2015 DIY/SPKT terkait dugaan tindak pidana pasal 263, 374 dan 378 KUHP (pemalsuan atau penggelapan atau penipuan).

Direskrimum Polda DIY, Kombes Pol Frans Tjahyono SIK MH, dalam keterangannya pada sejumlah awak media menyampaikan, penangkapan pelaku bermula ketika Ricky memborong pembangunan sebuah hotel berbintang yang berlokasi di Medan. Saat proses pembangunan, korban sudah menyetorkan uang sebanyak Rp 40 Miliar, namun hasilnya ternyata tidak sesuai dengan kontrak kerja awal. Pelaku bahkan seakan menghilang sebelum mernyelesaikan tanggung jawabnya.

Setahun lebih menghilang akhirnya “terendus” juga keberadaannya di Semarang. Tidak mau buruannya lolos, tanpa menunggu waktu lama polisi langsung menyergapnya Rabu malam (16/11). Menurut Frans Tjahyono, ketika ditangkap, Rikcy bersikap kooperatif, dalam kondisi sehat dan tidak melakukan perlawanan. Untuk melengkapi berkas yang bersangkutan kemudian ditahan di Rutan Mapolda DIY. Tersangka Ricky juga akan dijerat dengan pasal TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang).

“DPO atas nama tersangka Ricky Yonathan diamankan saat bersama sang istri di salah satu penginapan di Semarang,” ungkap Frans. Ketika dikejar soal keterlibatan istri Ricky yang patut diduga telah menyembunyikan buronan (Ricky) apa juga akan dipidanakan atau tidak, Direskrimum Polda DIY yang baru menduduki kursi jabatannya awal Oktober lalu ini hanya menjawab ringkas,”Untuk kelanjutannya, hasil gelar perkara yang akan menentukan, saat ini kami fokus melengkapi berkas perkara”.

Dalam catatan FAKTA terkait kasus tersebut AKBP (kini berpangkat Kombes Pol) Any Pudji Astuti, Kabid Humas Polda DIY, tahun lalu pernah menjelaskan, semula berdasarkan kesepakatan, tersangka Ricky akan mendapat bayaran Rp 4,6 miliar serta 26 ribu dolar Amerika dari nilai proyek yang direncanakan menghabiskan dana Rp 56 miliar dan 326 ribu dolar Amerika. Setelah dilakukan audit ternyata terjadi pembengkakan anggaran dalam pembangunan sehingga korban menjadi curiga. Dana yang dibutuhkan untuk pembangunan telah dirubah oleh tersangka  tanpa sepengetahuan Andreanytha. “Kesepakatannya bila ada perubahan harus ada izin tertulis dan diketahui oleh korban,” terang Any.

Hasil penyelidikan dan pendalaman tim penyidik kemudian menetapkan Ricky sebagai tersangka sejak 29 Juli 2015. Petugas juga telah dua kali melakukan pemanggilan namun yang bersangkutan selalu mangkir dan justru melarikan diri sehingga ditetapkan sebagai DPO Polda DIY sejak 2 Oktober 2015.

Pengacara tersangka, Totok Suprapto SH, kepada Fajar Rianto dari FAKTA membenarkan soal adanya penangkapan kliennya tersebut dan sempat dua hari berturut-turut ia mendampingi pemeriksaan pasca penangkapan kliennya. Namun Totok mengaku belum tahu soal kliennya akan dijerat dengan pasal TPPU juga. Dirinya justru menyayangkan kenapa laporan Ricky pada perkara yang lain (krimsus) seakan terabaikan. Saat ini pihaknya berupaya mengajukan pengalihan penahanan dari yang semula tahanan rutan menjadi tahanan kota, tetapi belum ada tanggapan.

Dalam kesempatan tersebut Totok kembali memaparkan soal gugatan perbuatan melawan hukum (PMH) yang pernah diajukannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pertengahan Januari lalu. Namun gugatan terhadap Kapolda DIY tersebut kemudian dicabut kembali. “Target saya waktu itu adanya pergantian Kapolda, maka begitu Brigjen Pol Drs Erwin Triwanto diganti untuk apa gugatan saya lanjutkan ?” jelasnya.

Totok juga mengungkapkan laporannya di Bareskrim Mabes Polri soal Tindak Pidana Perlindungan Saksi dan Korban pada pertengahan Januari lalu, masih dengan  terlapor pejabat Kapolda waktu itu. “Repot, seakan tidak ada tindak lanjut. SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan) saja saya tidak dapat,” ujarnya.

Ia pun mengaku belum tahu soal nasib istri Ricy yang akan terseret perkara hukum atau tidak. “Istri Ricky belum tentu menyembunyikan, bisa jadi saat itu baru pertama kali mau ketemuan atau mau apa, kan bisa”. Tetapi Totok kemudian mengatakan tidak tahu pastinya, karena saat penangkapan tersebut dia juga tidak mengetahui secara langsung.

Lain waktu dan kesempatan pengacara korban, Layung Purnomo SH MH, kepada FAKTA menyampaikan sikapnya mengapresiasi hasil kerja keras tim penyidik Reskrimum Polda DIY atas tertangkapnya DPO tersebut. Kasusnya sendiri, jelas Layung, bermula ketika korban mempercayakan pembangunan hotel pada perusahaan kontraktor milik Ricky. Mereka melakukan perjanjian awal di Yogyakarta dan menandatangani kontrak senilai Rp 56 miliar dan 326 ribu dolar Amerika pada bulan Februari tahun 2014. Kesepakatan kedua belah pihak dengan model cost and fee yakni semua biaya pembangunan ditanggung oleh pihak Andreanyta (korban), dan Ricky (tersangka) mendapat 7% dari nilai proyek tersebut. Namun, ujungnya tersangka keluar dari kesepakatan dan kliennya merasa dirugikan.

Selain itu kondisi pembangunan hotel berbintang yang diidam-idamkan oleh kliennya malah mangkrak sejak bulan Maret 2015. “Akan kita kejar soal TPPU-nya,” tegasnya.

Menurut Layung, polisi tentu sangat berhati-hati dalam melakukan tugasnya selama ini, khususnya penyidik Subdit Harda Direktorat Kriminal Umum Polda DIY Unit Tipu Gelap. (F.883) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com / www.instagram.com/mdsnacks