FAKTA – Masih saja ada kasir minimarket atau apotik yang memberikan uang kembalian dalam bentuk “Permen”, hal ini tentunya berpotensi merugikan hak konsumen untuk mendapatkan uang kembalian dalam bentuk mata uang yang sah dan bisa dibelanjakan kembali.
Meski terlihat sepele, praktik semacam ini seharusnya tidak boleh dilakukan. Kenapa? Dikutip dari artikel Klinik Hukumonline bertajuk “Hukumnya Mengganti Uang Kembalian dengan Permen” yang ditulis oleh Nafiatul Munawaroh, disebutkan bahwa memberikan uang kembalian dalam bentuk permen bukanlah bentuk transaksi jual beli permen antara pembeli dan penjual. Uang kembalian ditukar dengan permen tersebut sudah sering terjadi di masyarakat dan mafhum sebagai bentuk ‘alat pembayaran’ berupa kembalian jika nominal uang kembaliannya kecil.(23/09/2023),
Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang ditegaskan bahwa rupiah wajib digunakan dalam setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang, dan/atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di wilayah Indonesia.
Bagi penjual atau pelaku usaha yang tidak menjalankan ketentuan Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang tersebut diancam pidana kurungan paling lama 1 tahun dan pidana denda paling banyak Rp200 juta.
Pelaku usaha juga wajib untuk beriktikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Artinya, jika konsumen membayar dengan nilai tukar yang disepakati, maka ketika konsumen membayar dengan uang, bentuk uang kembalian juga harus berbentuk uang atau dalam satuan rupiah bukan berbentuk permen. Sebaliknya, jika kita andaikan permen tersebut digunakan sebagai alat pembayaran dari konsumen kepada pelaku usaha, pelaku usaha tentu tidak bersedia menerimanya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hukum kembalian dengan permen tidak diperbolehkan, baik dalam UU Mata Uang maupun UU Perlindungan Konsumen. Selain karena pelaku usaha wajib beriktikad baik dan pembayaran harus dengan nilai tukar yang disepakati, uang kembalian ditukar permen juga bukan merupakan alat pembayaran sehingga dapat diancam pidana kurungan maksimal 1 tahun dan denda maksimal Rp200 juta.(son/rls)