KETUA DPRD Kota Jayapura, Dra Lievelien L Ansanai, mengatakan bahwa Kota Jayapura telah mempunyai peraturan daerah (perda) yang mengatur minuman keras (miras). “Bukan larangan tapi pengawasan dan pengendalian miras. Pelarangan miras oleh Gubernur Papua itu sesungguhnya bertentangan dengan kami punya peraturan. Misalnya, di kota kami hanya minta yang masuk lima ribu liter dibagi ke pengedar yang boleh dijual satu kali ijin dalam satu tahun. Dengan pelarangan beredarnya miras itu sesungguhnya bertabrakan dengan pernyataan kami bersama. Seharusnya disosialisasikan terlebih dahulu dan untuk menyesuaikan peraturan daerah dirakerkan dulu bersama para bupati/walikota. Tetapi menurut gubenur, membuat perda tentang larangan miras itu bukan spontanitas. Dari provinsi perda itu sudah lama dibuat (2013) dan baru dilaksanakan pakta integritasnya hari itu (2016),” ujarnya.
Sedangkan Sekretaris Komisi A DPRD Kota Jayapura, Muh Thamrin Ruddin, mengatakan bahwa pelarangan minuman beralkohol oleh Gubernur Papua itu bukanlah solusi. “Solusi yang sebenarnya adalah pengawasan dan pengendalian peredaran miras. Itu berarti peraturan di atas (Perda Provinsi Papua) dikalahkan dengan aturan di bawahnya (Perda Kota Jayapura). Terkait dengan DPRD Kota, dari Komisi C sudah ada pertemuan dengan pengusaha perhotelan, sementara mereka masih membahasnya. Kami tidak bisa melebihi tupoksi. Justru kami ini bingung dengan sikap Gubenur Papua, Lukas Enembe. Sepengetahuan kami bukan penutupan/pelarangan miras tapi pengendalian dan pengawasan miras. Misalnya pengusaha sebelum menjual miras tentu sudah ada ijinnya dari pemerintah. Sehingga wajar saja bila kemudian dilarang menjual miras pelaku usaha menuntut ke pemerintah. Seharusnya ada tahapan dibatasilah dulu sampai batas waktu ijinnya habis, jangan tiba-tiba dilarang”.
Secara terpisah, Kapolda Papua, Irjen Pol Paulus Waterpauw, saat ditemui Edi Sasmita di ruang kerjanya mengatakan bahwa pada prinsipnya pihaknya sedang mengkaji apa yang menjadi kebijakan Pemerintah Provinsi Papua tersebut. “Saya berikan arahan ke seluruh jajaran di daerah bahwa kita mengamankan yang menjadi kebijakan Pemerintah Provinsi Papua itu. Mungkin sesuai dengan keinginan masyarakat saat ini memang sudah saatnya miras dihentikan. Permasalahannya bagaimana menerjemahkan Keppres tahun 2014 dengan Perda yang dibuat oleh Pemerintah Provinsi Papua tahun 2013 ? Ada Keppres dan juga Perda tentang peredaran miras. Fakta menunjukkan memang penyebab timbulnya kriminal dan kekerasan dalam rumah tangga di Papua pada umumnya adalah miras. Pemerintah melihat itu dan mengambil langkah cepat melalukan upaya untuk menjalankan secara konsekwen dan konsisten Perda Provinsi Papua No.15 Tahun 2013 tentang pelarangan miras. Tapi perda itu dinilai oleh pemerintah pusat belum bisa diterapkan sehingga mendagri mengembalikan untuk dikaji kembali. Kami dari kepolisian pada prinsipnya mengamankan setiap kebijakan/aturan yang ada, tapi kebijakan/aturan itu tidak boleh bertentangan dan bertabrakan satu dengan lainnya,” jelas Kapolda Irjen Pol Paulus Waterpauw.
Lebih lanjut Kapolda Irjen Pol Paulus Waterpauw mengatakan, kita harus mengakui bahwa miras merupakan salah satu penyebab kekacauan di masyarakat Papua. “Prinsipnya, kita akan memberikan rambu-rambu aturan hukum yang berlaku sehingga tidak bertabrakan dengan kepentingan yang lebih besar dalam bernegara ini.
Gubernur Lukas Enembe menginginkan miras distop dulu. Gagasan ini sudah ada mulai tahun 2006. Waktu saya menjabat Dirreskrimum pernah saya bahas masalah miras ini, seharusnya miras golongan B dan C vodka mension house di atas 15 persen tidak diijinkan dulu di tanah Papua. Melihat kepentingan pariwisata, cukup golongan A saja yang kadar alkoholnya di bawah 5 persen yang diijinkan untuk diperjualbelikan di Papua. Artinya, itu sebagai syarat saja agar orang bisa mengkomsumsinya. Kedua, kita harus mewaspadai miras buatan lokal apabila minuman pabrikan dihentikan. Di Keroom ditemukan racikan sendiri air dicampur dengan ganja mabuk 3 hari. Alkohol murni dimasak kemudian dicampur dengan minuman untuk menambah stamina dan lain-lain. Apalagi miras cap Tikus dari Manado. Di sini juga ada penyulingan dari pohon enau. Inilah yang menjadi soal, semua itu tidak sesuai dengan ketentuan kadar alkohol dan etanolnya, tidak dalam pengawasan. Itu sangat berbahaya”. (F.867) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com