FAKTA – Komisi I DPR RI menjaring aspirasi guna memperkaya rekomendasi terhadap perubahan kedua Undang-Undang (UU) No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Teknologi Informasi (ITE).
Aspirasi tersebut dijaring dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Trust Indonesia(ADTI), dan Pemantau Regulasi dan Regulator Meda (P2R Media), Lembaga Kajian Hukum Teknologi (LKHT), UI, dan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA – Indonesian E-Commerce Association) yang merupakan wadah komunikasi antar pelaku industri E-Commerce Indonesia.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari menegaskan, perubahan kedua UU ITE ini merupakan komitmen DPR untuk menghilangkan pasal-pasal yang dinilai ‘karet’.
“Saya perlu sampaikan bahwa UU (Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE) ini direvisi (dengan) latar belakangnya adalah munculnya pasal ‘karet’. Jadi, semangat kita (Komisi I DPR) adalah ingin menghilangkan pasal ‘karet’ maka kita ubah agar tidak menjadi ‘karet’ lagi,” ujar Kharis saat membuka Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR dengan KPAI, ADTI, IDEA, LKHT, UI dan P2R Media di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (23/8/2023).
Ia menyebutkan pembahasan perubahan kedua Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE sudah berlangsung selama 8 (delapan) bulan. Setiap proses yang dilewati, ungkapnya, telah melalui sejumlah rangkaian rapat dengan melibatkan berbagai pihak terkait.
Maka dari itu, Politisi Fraksi PKS berharap revisi kedua UU ITE ini akan menciptakan kondisi kondusif yang minim polemik sekaligus berdampak pada penguatan keamanan siber di Indonesia. Terakhir, ia ingin agenda ini menjadi bukti nyata bahwa DPR selalu menjunjung keterlibatan publik dalam Undang-Undang terkait ITE agar meminimalisir dari kesalahan pemahaman dan penerapan.
“Kami (mohon disampaikan) masukan yang baik, bukan cercaan. (Kami mohon) diberikan masukan yang konstruktif sehingga semua sepakat membuat UU yang sempurna dalam revisi ini,” tandas Politisi Fraksi PKS itu.
Komisi I DPR RI juga menjaring masukan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) guna memperkaya rekomendasi terkait perubahan kedua atas UU 11/2008. Salah satu masukan yang disampaikan oleh BSSN adalah melibatkan BSSN dalam tahap penyidikan tindak pidana bidang Teknologi lTE.
Kharis mengatakan akan mempertimbangkan sekaligus membahas lebih lanjut pada pertemuan mendatang. “Kepala BSSN menyampaikan beberapa hal teknis yang sering terjadi dalam penanganan insiden siber. Sesungguhnya kami akan lihat dahulu (masukan tersebut pada agenda selanjutnya),” ucapnya mengutip Parlementaria.
Diketahui, meski sebelumnya revisi pertama UU ITE telah disahkan pada 27 Oktober 2016 silam, publik menilai masih ditemukannya sejumlah pasal ‘karet’ yang berpotensi menjadi alat kriminalisasi. Menghindari adanya multitafsir serta polemik dalam implementasinya, maka DPR melalui Komisi I DPR dengan Pemerintah Indonesia memutuskan untuk melakukan perubahan kedua Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. (*)