Fakta Unik Jelang Pembacaan Naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Majalahfakta.id – Sebelum pasangan Soekarno-Moh Hatta melakukan pembacaan naskah Proklamasi Kemerdekaan Jumat (17/8/1945) yang telah dipersiapkan secara matang dan rahasia, pimpinan Pasukan Polisi Pengawal Pribadi Soekarno (Tokomu Kosaku Tai), Mangil Martowidjojo, pagi hari itu ternyata belum tahu.

Padahal Mangil merupakan pengawal pribadi Soekarno yang selalu menyertai kemana pun calon Presiden RI pertama itu berada.

Jumat pagi Raden Said Soekanto, pimpinan tertinggi Kepolisian Negara (lembaga kepolisian yang dibentuk oleh Jepang), memanggil Mangil dan memberi perintah agar menjaga Bung Karno karena akan ada acara penting.

Seperti dilansir dari buku Maulwi Saelan Penjaga Terakhir Soekarno, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, 2014. Mangil pun segera menyiapkan anak buahnya namun kemudian baru tahu jika acara penting itu adalah proklamasi kemerdekaan Indonesia yang akan dibacakan oleh Soekarno-Hatta.

Pengamanan Proklamasi Kemerdekaan juga dilakukan kesatuan lain. Dr. Muwardi, Kapala Keamanan Soekarno, meminta kepada Komandan Kompi (Cudanco) Latief Hendradiningrat untuk menugasi beberapa anak buahnya berjaga-jaga di sekitar jalan kereta api yang membujur di belakang rumah itu.

Di samping itu, di ksatrian atau markas Peta, di Kampung Jaga Monyet (kini Jalan Suryopranoto) disiagakan pula pasukan yang dipimpin Komandan Pleton (Shodanco) Arifin Abdurrahman. Kampung Jaga Monyet terletak di depan Harmoni, dahulu terdapat markas pasukan kavaleri Belanda.

Pada masa Jepang, tempat itu dijadikan tempat markas pasukan Peta. Dari tempat inilah, pasukan Peta dibawah pimpinan Latief Hendradiningrat, pada 17 Agustus 1945, berbaris menuju kediaman Bung Karno di Pegangsaan Timur 56, yang jaraknya sekitar 7 km.

Mereka akan mengamankan jalannya Proklamasi Kemerdekaan. Dokter Muwardi, yang menjadi pelaksana operasional Barisan Pelopor, membentuk Barisan Pelopor Istimewa di bawah pimpinan Sudiro yang juga pengawal dan utusan pribadi Soekarno.

Barisan ini terdiri atas 100 pemuda pilihan dari beberapa asrama pemuda, terutama Asrama Menteng 31 Jakarta, yang tugasnya menjaga Presiden dan Wakil Presiden.

Setelah Proklamasi, dr. Muwardi kemudian mengubah Brisan Pelopor Istimewa menjadi Barisan Banteng.

Menurut Sudiro, pasca-Proklamasi dr. Muwardi juga memilih sejumlah juru pencak silat di bawah pimpinan Sumartojo.

Dengan hanya bersenjata golok dan bambu runcing berjaga di halaman rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56. (ren)