Majalahfakta.id – Dana Hibah Rp2 triliun dari pengusaha Akidi Tio, diduga palsu atau hoaks. Heriyati, anak bungsu Akidi Tio kini ditangkap aparat Polda Sumatera Selatan, Senin (02/8/2021).
Heriyanti dijemput Direktur Intelkam Polda Sumsel Kombes Ratno Kuncoro. “Kami bawa ke Mapolda untuk dimintakan keterangan,” kata Ratno Kuncoro. Berdasarkan informasi yang terhimpun, Heriyanti akan ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus bohong dana hibah Rp 2 triliun. Heriyanti tiba di Mapolda Sumsel dan langsung digiring masuk ke ruang Ditreskrimum Polda Sumsel, dengan pengawalan sejumlah petugas.
Dia memakai batik biru dan bercelana panjang hitam, berusaha menghindari awak media. Heriyanti terus berjalan cepat seraya menutupi wajahnya menggunakan tangan. Tak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya.
Tidak hanya Heriyanti, Polisi juga menjemput Prof Dr Hadi Darmawan sebagai Dokter keluarga Akidi Tio. Sementara Direktur Ditreskrimum Polda Sumsel Hisar Siallagan, saat dikonfirmasi, enggan memberikan komentar terkait penjemputan Heriyanti. “Nanti saja, ya,” ujarnya.
Sebelumnya, donasi almarhum Akidi Tio makin dipertanyakan publik. Banyak yang mempertanyakan uang dengan nilai fantastis Rp2 triliun tersebut. Salah satu yang mempertanyakan kebenaran sumbangan itu adalah mantan Menteri Hukum dan HAM Hamid Awaludin. Ia mulanya mempertanyakan asal uang tersebut, lalu mempertanyakan logika pejabat negara.
Ia mengatakan, banyak pihak yang tidak memercayai keterangan keluarga Akidi Tio terkait donasi tersebut. Mulanya, berangkat dari pertanyaan sederhana, yakni siapa Akidi Tio, termasuk bidang usahanya. Setelah itu, dari mana uang sumbangan Akidi Tio tersebut.
Selain itu, apakah lembaga perpajakan pernah memungut pajak dari harta Akidi Tio ? Hamid mengatakan, Akidi Tio tidak memiliki jejak jelas di bidang usaha. “Jadi, guna mewujudkan halusinasi itu, maka sebaiknya meminjam tangan negara melalui pejabat dengan seribu janji. Namanya usaha,” tulisnya lagi.
Dia pun memperkirakan, motif para pejabat yang mempromosikan atau mengamini ucapan orang-orang seperti ahli waris Akidi Tio, adalah ingin dinilai sebagai pahlawan. “Jawabannya singkat. Para pejabat ingin menjadi pahlawan, seolah diri mereka yang membantu meringankan beban rakyat,” sambungnya lagi.
Duta Besar Republik Indonesia untuk Federasi Rusia sejak 8 April 2008 itu juga mengusulkan, agar bangsa Indonesia membuat aturan tentang para pejabat yang memperkenalkan dan mengamini segala ketidakbenaran seperti deretan fakta melecehkan akal sehat bangsa. “Orang atau pihak yang menggunakan para pejabat untuk memaklumkan ketidakbenaran, juga harus diberi hukuman,” ungkapnya lagi.
Menurut Hamid, harus ada ganjaran karena apa pun alasannya, memaklumkan ketidakbenaran kepada publik adalah public deception. Ini baru adil dan mendidik bangsa kita menjadi bangsa yang rasional. (hen/wis)