Majalahfakta.id – Kopi Robusta asal Lampung terancam tak bisa diekspor ke Jepang dan Maroko terkait ambang batas penggunaan “chemical residue” atau racun kimia dan toksin lainnya.
Dalam dua tahun tak diperbaiki, kedua negara bakal tak menerima kopi Robusta asal Lampung. Beberapa eksportir mengungkapkan kekhawatirannya yang tentu akan berdampak pada 117.043 ton kopi petani per tahun.
Hari Senin (7/3/2022), memperoleh ancaman kedua negara tersebut tertuang dalam “notifikasi” KBRI Tokyo dan KBRI Maroko No. B-00178/RABAT/211026 (14/10/2022) dan KBRI Tokyo No.B-00519/TOKYO/211018 (15/10/2021) perihal pemberitahuan “inspection order” atas biji kopi nasional Indonesia.
Kadin Lampung telah membalas kedua notifikasi tersebut lewat surat No.21/DP/08/11/2022 tertanggal 16 Februari yang ditandatangani Ketua Kadin Lampung Muhammad Kadafi.
Ketika dikonfirmasi terkait hal ini, Kadis Perkebunan Lampung Yuliastuti sempat menjelaskan upaya selama ini, namun belum bersedia dikutip. Dia hanya mengatakan telah diagendakan rapat koordinasi tentang hal ini dua pekan lagi.
Beberapa eksportir mengaku cemas atas notifikasi tersebut. Apalagi, kata mereka, panen kopi sebentar lagi, tiga bulan lagi, tepatnya bulan Mei nanti.
Secara resmi, ada sembilan poin tanggapan Kadin Lampung terhadap ancaman Jepang dan Maroko yang diharapkan disampaikan Menteri Luar Negeri, Menteri Pertanian, dan Menteri Perdagangan RI.
Pertama, Kadin Lampung minta disampaikan kepada buyer di negeri tujuan ekspor untuk menerima ekspor kopi dan menscan dokumen ekspor berikut sertifikasi keamanan pangan yang tercantum pada Pasal 16, ayat 3, UU tentang Sanitasi Pangan.
Kedua, meminta kepada buyer di negara tujuan untuk menanggung biaya pengujian laboratorium tanaman pangan yang dipersyaratkan.
Ketiga, mendorong pembangunan laboratorium yang dapat mengecek dan terakriditasi dengan Jepang dan Maroko untuk “chemical residue” maupun toksin lainnya demi memudahkan dan mengurangi biaya operasional eksportir dalam melakukan pengujian mutu dan keamanan pangan contoh produk yang akan diekspor.
Keempat, meminta kepada pemerintah terkait untuk melakukan pembinaan secara intensif mulai dari petani, produsen, pengumpul, dan eksportir kopi, khususnya mengenai bahaya atas terkontaminasi biji kopi yang akan diekspor ke negara tujuan serta melakukan pendampingan registrasi kebun untuk mengetahui ketelusuran bahan baku biji kopi.
Kelima, mengharapkan Dinas Perkebunan Provinsi Lampung segera menghimbau kabupaten/kota penghasil kopi untuk memakai “insectisida isoprocrab” untuk kebun kopi kalaupun terpaksa pakai harus sesuai ambang batas.
Keenam, menghimbau kepada para pengepul untuk ikut menjaga kebersihan dan para eksportir kopi khususnya untuk menerapkan konsep HACCP (Hazars Analysis Critical Control Points) pada proses good handling practisses (GHP) di gudang untuk meminimalisasi adanya kontaminasi.
Ketujuh, mendorong mengaktifkan kembali Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia (AEKI) Lampung demi menjaga dan menjajaki komunikasi dan kerjasama yang baik antara dunia usaha dan pemerintah di dalam maupun luar negeri.
Kedelapan, kepada pelaku usaha yang terdampak notifikasi surat KBRI Rabat Maroko dan Tokyo diharapkan kerjasamanya untuk melaksanakan dan memenuhi persyaratan dari negara Jepang dan Maroko demi keberhasilan ekspor kopi Indonesia.
Kesembilan, kami mengharapkan kepada semua pihak harus segera direspon supaya tidak terjadi “automatic detention” di negara tujuan (biaya jadi mahal dan kopi tidak kompetitif demi keberlanjutan kegiatan ekspor komoditu kopi dari Provinsi Lampung. (wis/hnf)