FAKTA – Sebagai upaya untuk penanganan masalah sampah, masing-masing desa kini mulai menerapkan pemilahan sampah dari sumbernya. Seperti yang dilakukan Desa Darmasaba, Badung, dengan telah rampungnya Tempat Pengolahan Sampah – Reduce Reuse Recycle (TPS3R) Pudak Mesari, kini desa setempat, sudah mulai mengolah sampah secara mandiri.
Namun, permasalahan yang dihadapi pada tahap awal, memang dalam hal mengubah mindset masyarakat untuk membiasakan memilah sampah dari sumbernya. Untuk itu, masyarakat Darmasaba, terus diedukasi agar bisa memilah sampah dari sumbernya.
“Tahap awal, yang paling susah memang mengubah mindset masyarakat. Saat ini, Kita masih dalam tahap edukasi mengajak masyarakat untuk memilah sampah,” kata Perbekel Darmasaba, Ida Bagus Surya Prabhawa Manuaba, saat ditemui, Rabu (11/1/2023).
Di lokasi TPS3R Pudak Mesari kata dia, sampah yang bisa diterima, memang hanya sampah yang sudah dipilah dari masyarakat. Walaupun dari sampah organik yang disetorkan ini, masih ada ditemukan bercampur dengan sampah anorganik, dan masih dilakukan pemilahan manual oleh petugas meski tidak banyak jumlahnya.
Dalam hal ini lanjut dia, di TPS3R Pudak Mesari ini, masyarakat diminta supaya benar-benar sampah yang dikirimkan, sudah terpilah dari sumbernya, dengan jenis sampah organik rabasan dan sampah organik dapur. Kemudian, untuk sampah non organik yang memiliki nilai ekonomis, bisa di keep oleh masyarakat.
Selain dua jenis sampah ini, untuk jenis sampah residu yang tidak bisa dimanfaatkan, harus di buang ke TPST mengwitani dan TPA, karena sampah-sampah ini tidak bisa dipilah. “Terakhir juga ada sampah B3, sampah yang berbahaya dan mengandung obat-obatan yang akan dibuang ke TPST,” bebernya.
Yang dihasilkan dari TPS3R saat ini, baru pada proses pembuatan pupuk kompos. Sementara, untuk produk sampah non organik yang memiliki nilai ekonomi, akan diakomodir oleh bank sampah di desa. Sementara untuk limbah, sudah ditangani oleh BUMDES.
“Untuk pengolahan sampah yang dilakukan di TPS3R Pudak Mesari ini, baru melayani kurang lebih 500 kepala keluarga. Jumlah ini juga telah disesuaikan berdasarkan rekomendasi dari pendamping, yakni dari kementerian PUPR, khususnya Balai Prasarana dan Pemukiman Provinsi Bali. Dalam proses pengawalan, dari awal perencanaan, pembangunan, sampai operasional, didampingi oleh tim ahlinya dari pihak PUPR,” terangnya.
Sementara itu, Ketua KPP TPS3R Pudak Mesari, Luh Kadek Meriani, menyampaikan, untuk di awal pengoperasian TPS3R ini, baru ada sebanyak 500 pelanggan, dengan total sampah yang bisa diambil sebanyak 300 kg per hari untuk sampah organik. Sedangkan, untuk residunya, diambil seminggu sekali, dengan jumlah 300 kg dalam sekali pengambilan.
Untuk proses pengolahan, tentu pertama adalah komposting. Yakni sampah organik ini, dicacah terlebih dahulu, kemudian setelah 30 hari, sebelum dipanen dilakukan uji lab, baru diluncurkan ke masyarakat. Dari hasil panen itu, pertama akan dipakai reward ke pelanggan, dan diberikan ke masing-masing banjar dan ke sawah-sawah milik warga.
Untuk pengambilan sampah ke pelanggan, warga dikenakan iuran sebesar Rp 35 ribu per bulan, dengan syarat, sampah yang masuk ke TPS3R, sudah dipilih. “Selain itu kami juga punya bank sampah yang dikerjasamakan dengan rekanan. Tenaga operator yang dipekerjakan, ada 18 orang, terdiri dari 14 operator sna 4 pengurus untuk administrasi. Peralatan yang dimiliki semua bantuan dari PUPR. Pertama mesin cacah dengan kapasitas 300 kg per hari, Mesin Ayak, Timbangan, termasuk arconya,” bebernya.(aya)






