
WALAU dari BPMG Nasional belum menyebutkan musim kemarau, tetapi Desa Malingmati, Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur, sudah harus membeli air bersih untuk persediaan klaster pintu masuk desa. “Sekarang pakai genset untuk mengambil air yang berjarak 400 meter,” ungkap Kades Karyadi.
Desa Malingmati memang sebagai peraih skor utama dalam kekurangan air bersih tingkat kabupaten. Hal ini sebenarnya sudah diprogramkan oleh bupati akan dapat PAM SIMAS, tetapi terkendala oleh adanya Covid-19. “Untuk menindaklanjuti instruksi Ibu Bupati perihal pencegahan Corona, maka setelah membentuk Gugus Desa, kami pesan masker, melakukan penyemprotan disinfektan di hari keempat tanggal 23/3/2020. Dan untuk nyemproti warga yang lewat di klaster, sumur warga sudah tak mampu maka dibelikan air bersih 4 truk tangki isi ulang masing-masing 5 ribu liter. Ya ini demi kesehatan dan keselamatan bersama. Fokus, konsentrasi, dalam upaya pencegahan virus Covid-19. Termasuk melibatkan Babinsa Maskobah, Bhabinkamtibmas Udin, Bidan Desa Nihayati Usa Ada. Termasuk mengkarantina/mengisolasi warga yang datang dari rantau, sudah ada sekitar 40 orang warga yang pulang dari rantau. Setelah 10 hari dilakukan rapid test dinyatakan negatif dan boleh pulang untuk melakukan isolasi mandiri di rumah masing-masing selama 4 hari. Warga kami yang merantau lebih dari 300 orang, tersebar di Jakarta, Surabaya, Gresik, Lamongan, Mojokerto, Semarang, Solo, Yogyakarta, Madiun, Malaysia,” papar Kades Karyadi dengan wajah kurang tidur.
“Yang diisolasi, bagi yang berpuasa dapat jatah 2 kali makan (sahur dan buka), yang tidak puasa dapat 3 kali. Agar tidak ‘udrek’ sesama warga isolasi diberi hiburan TV, rencananya juga akan diberi karaoke, biar mereka tetap terhibur. Tapi pada jam-jam istirahat, tadarus, berarti karaoke harus berhenti. Saat jam malam, wajib tidur. Dan dijaga 3 shift (07.00-14.00, 14.00-21.00, 21.00-07.00). Pokoknya, yang berpuasa ya jangan ngendho yang tidak puasa, yang tidak puasa juga jangan ajak-ajak tidak berpuasa. Saling pengertian sajalah. Isolasi itu bukan hajat pribadinya Pak Kades Karyani beserta perangkatnya. Tetapi ini instruksi dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa tinggal melaksanakan dan memfasilitasi. Alhamdulillah, dari jumlah penduduk 4.686 jiwa semuanya berkesadaran tinggi, ngabari keluarganya yang di rantau agar tidak usah pulang (mudik), karena pulang (mudik) juga akan susah karena diberlakukan PSBB. Soal stok pangan cukup karena pas bar panen. Untuk stiker ada 2.000 yang terbagi, kekurangannya tunggu proses dan perkembangan kondisi. Dalam Gugus Desa dibentuk sesuai protap dalam hal ini instruksi bupati. Pokoke ready semuanya,” lanjut Kades Karyadi yang selalu ikut patroli demi kesehatan dan keselamatan warga.

Tak berapa lama kemudian perangkat turut mendampingi kades, serta menunggu tugas lisan setelah jam kantor, di antaranya Sekdes (Plt) Mausuf, Kaur Ren Evi Dwiyanti, Kaur Keu Joko Sulistiyono, Kasi Pem Nyudan, Kasi Kesra Radi, Kasun Kaliaren (Tri Fitri Yuliana), Kasun Kaliampel (Ngaimun), Kasun Kedungadem (Sunarto), Kasun Tawing (Marwi), Kasun Kedungpoh (Hanis), Kasun Malingmati (Ngasiyo), Kasun Banyuasin (Priyanto). Kades menjelaskan pula bahwa, solusi kebutuhan air, daripada mengambil di sumber yang berjarak 400 m, maka dipakai ‘sanyo’ dengan menggunakan genset. Sebab jika menambah daya listrik, kalau sudah selesai Corona bayarnya tetap banyak. “Yang jadi pemikiran kami, seandainya ada solusi bagaimana yang layak dapat bantuan sehingga sekitar 80 KK teratasi semua. Untuk BLT yang bersumber dari DD, kami poolkan (maksimal 35 %) untuk 302 KK. Mengingat ini juga uang dari rakyat ya wajarlah kita berikan pada warga sesuai prosedur. RT sosialisasi kepada warganya sampai paham, intinya untuk menyelamatan warga, dan mengikuti himbauan pemerintah. Hasil pendataan RT serta Gugus Desa lalu dipertimbangkan di tingkat musdes agar tidak salah sasaran. Kalau bicara dampak Corona, semua kena dampaknya, tapi kita mengacu pada aturan yang berlaku, sehingga tidak mis komunikasi,” jelas kades.
“Sudah dibawakan alat dari Bandung oleh Pak Sekneg Pratikno, tetapi ketika dibor sampai 100 meter malah tak ada sumber airnya,” kenang kades yang diamini oleh perangkat desanya. (F.463)






