PROSES hukum dugaan korupsi pengelolaan aset milik Pemkab Buleleng dan penyertaan modal daerah ke Perusahaan Daerah (PD) Swatantra dinilai jalan di tempat. Buktinya, tak ada perkembangan dari proses hukum atas skandal ini di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali.
Hal ini ditegaskan Ketua Dewan Pembina LSM Forum Peduli Masyarakat Kecil (FPMK), Gede Suardana, di Denpasar, Rabu (16/3). Bupati Buleleng, Putu Agus Suyadnya (PAS), diduga terlibat dalam kasus ini.
Untuk mendorong proses hukum atas skandal ini, beberapa kali FPMK mendatangi Kejati Bali dan menggelar aksi demo damai. Sayangnya, aksi demo damai tersebut tak membuahkan hasil. Yang terbaru, FPMK melayangkan surat kepada Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bali, dengan tembusan disampaikan kepada Presiden RI, KPK RI, Jaksa Agung RI, serta Ombusdman RI Perwakilan Bali.
“Kami sudah layangkan surat kepada Kajati Bali. Intinya, kami mempertanyakan perkembangan proses hukum dugaan korupsi pengelolaan aset milik Pemkab Buleleng dan penyertaan modal ke PD Swatantra oleh Bupati Buleleng tersebut,” ungkap Suardana.
Ia menjelaskan, FPMK telah melayangkan laporan pengaduan atas dugaan korupsi ini ke Kejati Bali dengan No.09/DP-FPMK/IX/2015 tanggal 5 Maret 2015 lalu. Hingga setahun setelah pengaduan tersebut, tak ada perkembangan berarti terkait proses hukum atas kasus ini.
“Kami sudah beberapa kali menggelar aksi demo damai. Tetapi responnya tidak ada. Sekarang kami telah melayangkan surat, mudah-mudahan mendapat tanggapan dari Kajati Bali,” tandas Suardana.
Ia berharap, Kajati Bali bersama aparat penegak hukum lainnya, tak menutup mata atas pengaduan dugaan korupsi pengelolaan aset ini. “Kami justru khawatir, kasus ini sengaja didiamkan, karena ada permainan di sana. Tetapi semoga hal seperti itu tidak terjadi,” ungkap Suardana.
Pada kesempatan tersebut, Suardana juga membeberkan poin-poin pengaduannya ke Kejati Bali terkait kasus ini. Pertama, Pemkab Buleleng memiliki aset berupa puluhan hektar kebun cengkeh dan kopi yang dikelola PD Swatantra. Namun sampai saat ini, hasilnya tidak jelas, bahkan ada indikasi aset tersebut dijadikan bancaan oleh oknum pejabat.
Kedua, merujuk temuan BPK RI No.02.C/LHP/XIX.Dps/05/2014 halaman 27, maka penyertaan modal ke PD Swatantra senilai Rp 1,2 miliar adalah perbuatan melawan hukum karena hanya didasari SK Bupati Buleleng No.560/33/HK/2013. Melawan hukum, karena Perda Kabupaten Buleleng No.8 Tahun 1998 Tentang Penyertaan Modal PD Swatantra, hanya mengamanatkan penyertaan modal sebesar Rp 75 juta, bukan Rp 1,2 miliar.
Suardana menjelaskan, dengan penyertaan modal Rp 1,2 miliar ini kemudian PD Swatantra meminjam dana ke BPD Buleleng sebesar Rp 10 miliar untuk membeli 71 unit mobil. Mobil tersebut lalu disewakan kepada Pemkab Buleleng dengan nilai Rp 9,5 juta/bulan untuk jenis Toyota Innova dan Rp 6,5 juta/bulan untuk jenis Toyota Avanza.
“Dalam pengadaan dan sewa mobil ini ada indikasi kongkalikong, juga ada dugaan korupsinya. Apalagi pengadaan 71 unit mobil itu dilakukan melalui penunjukan langsung (PL) dan bukannya tender,” pungkas Suardana. (Rie) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com