Andi Mardan: Gabungan Komisi Akan Segera Panggil Kepala ULP

KONTROVERSI seputar pelaksanaan sejumlah proyek besar di Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), mulai dari proses, pelaksanaan, dan konsekuensinya menyusul dugaan monopoli, konspirasi, proyek yang terlambat pengerjaannya hingga proyek mangkrak dan sekelumit persoalan yang terjadi di dalamnya pada Tahun Anggaran 2019 lalu, terakhir mengundang atensi sejumlah elemen masyarakat.
Tidak terkecuali pihak legislatif selaku marwah kelembagaan rakyat melalui Komisi III bidang pembangunan bersama gabungan komisi di DPRD Kabupaten Lombok Tengah turun menyisir sejumlah titik proyek bermasalah. Seperti Pasar Jelojok, 3 unit kantor camat serta sejumlah proyek lainnya juga tidak lepas dari target pengawasan legislatif dalam melaksanakan salah satu tupoksinya sebagai pengawasan politik, di samping fungsi legeslasi dan budgeting.
Ketua DPRD Kabupaten Lombok Tengah melalui Ketua Komisi III bidang pembangunan, Andi Mardan, di ruang rapat Komisi III beberapa waktu lalu kepada FAKTA memaparkan hasil Komisi III bersama gabungan komisi setelah beberapa waktu lalu turun ke lapangan ditemukan beberapa fakta. “Seperti laporan dari Dinas PUPR yang menyatakan bahwa proyek pembangunan Pasar Jelojok telah rampung pengerjaannya, namun setelah tim kami turun ke lapangan (Pasar Jelojok) ternyata ditemukan fakta masih banyak sekali item-item pekerjaan yang belum diselesaikan. Itu baru kami bicara pada tahap rampungnya pekerjaan. Artinya, kami belum masuk ke persoalan lainnya, seperti spesifikasi teknis yang menyangkut kualitas dan kuantitas pekerjaan. Fatalnya lagi, terkait masih banyaknya item pekerjaan yang belum diselesaikan pihak rekanan, sesuai amanat undang-undang yaitu peraturan pemerintah (PP) mensyaratkan kepada perusahaan untuk mengajukan perpanjangan kontrak, tetapi langkah itu ternyata tidak dilakukan oleh perusahaan maupun pemerintah daerah. Itu artinya pihak perusahaan dalam hal ini tidak mau rugi dengan nyata-nyata tidak mau membayar denda sebesar 0,25% per hari selama 50 hari masa perpanjangan kontrak, yang semestinya pemberlakuan konsekuensi denda tersebut masuk ke kas daerah. Ada apa antara pemerintah daerah dan pengusaha tidak melakukan perpanjangan kontrak ? sebut Andi Mardan curiga.
Selanjutnya di beberapa titik lainnya seperti di proyek 3 unit kantor camat masing-masing kantor Camat Kopang, kantor Camat Pujut dan kantor Camat Jonggat berdasarkan PP dan kajian teknis diberikan perpanjangan pelaksanaan selama 50 hari sampai tanggal 20 Februari 2020. Tapi pihaknya juga tidak mempunyai keyakinan bahwa proyek tersebut bakal rampung, mengingat masih banyak sekali item pekerjaan yang belum diselesaikan. “Padahal kantor camat merupakan fasilitas publik yang sangat vital bagi masyarakat yang mengurus dokumen-dokumen penting masalah kependudukan dan lainnya yang sama sekali tidak boleh diabaikan,” tegas Andi Mardan.

Informasinya, lanjut Andi Mardan, untuk merampungkan proyek tersebut pemerintah daerah akan merencanakan penganggaran proyek itu pada APBD Perubahan Tahun Anggaran 2020. Tapi perusahaan mana yang sanggup mengeluarkan modal sendiri dulu ? ”Terkait perusahaan yang tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya hingga masa perpanjangan masa pelaksanaan selama 50 hari kalender merupakan harga mati untuk diputus kontrak dan selanjutnya perusahaan tersebut akan diblacklist,” pungkas Andi Mardan yang sekaligus menyesalkan kinerja eksekutif yang tidak tepat perencanaannya dalam serapan anggaran baik yang bersumber dari DAK maupun APBD.
Dia juga mensinyalir perencanaan pembangunan di Lombok Tengah yang tertuang pada sejumlah proyek fisik tidak matang bahkan fatal. Pasalnya, pada proyek pembangunan Air Mancur di Alun-Alun TASTURA, tepatnya di Bencingah Agung, yang menelan anggaran Rp 2,6 milyar, perencanaannya amburadul, karena di beberapa titik terjadi Contract Change Order (CCO).
Disebutkan Andi Mardan, pada proyek pengerjaan air mancur itu perangkatnya ada penambahan 4 sampai 8 nosel, tetapi terjadi penciutan diameter dari diameter 20 meter menjadi diameter 15 meter. Padahal idealnya pada konstruksi air mancur dengan pola berputar diameternya harus diperlebar, bukannya dipersempit. Celakanya lagi, item untuk pagar di lingkar air mancur juga dihilangkan. “Ini membuktikan bahwa proses perencanaan proyek tersebut fatal,” pungkas Andi Mardan sambil menyebutkan beberapa proyek lainnya yang juga memiliki permasalahan serupa.
Menurutnya, semua itu dipicu oleh beberapa indikator, seperti proses pelelangan atau tender, molornya pelaksanaan di masing-masing tahapan pelaksanaan pekerjaan, di mana hal itu sarat sekali dipengaruhi adanya tarik-ulur kepentingan pihak-pihak terkait, baik di internal pemerintah daerah sendiri maupun di kalangan dunia usaha. “Sehingga dugaan yang mengarah kepada monopoli dan konspirasi tersebut indikasinya semakin kuat. Hanya saja faktanya bentuk dari monopoli dan konspirasi itu tidak dapat dipastikan,” terang Andi Mardan seraya menambahkan, dalam waktu dekat ini pihaknya bersama gabungan komisi di DPRD Kabupaten Lombok Tengah akan memanggil ULP dalam rangka evaluasi program pembangunan Tahun Anggaran 2020 menuju ke arah yang lebih baik. (Mamiq)






