Sidang Putusan Penuh Kejanggalan

Dari kiri : Wasinik Sendang Ngawiti, Indrawati/Sendang Ngawiti, dan Advokat Teguh SH MH.
Dari kiri : Wasinik Sendang Ngawiti, Indrawati/Sendang Ngawiti, dan Advokat Teguh SH MH.

BELUM lama ini Ketua Majelis Hakim Jhony Aswan SH MH memvonis perkara gugatan yang dilakukan oleh Sendang Ngawiti dan puteranya, Indrianto (para penggugat) di Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo.

Majelis hakim telah mengabulkan gugatan para penggugat, di antaranya berbunyi : mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian, menyatakan para penggugat sebagai ahli waris H Mustofa/Sutopo, membebankan biaya yang timbul dalam perkara tersebut kepada para tergugat.

Pembacaan putusan yang dibacakan secara bergiliran oleh majelis hakim selama 30 menit tersebut sangat disesalkan oleh Advokat Teguh SH MH sebagai kuasa hukum penggugat intervensi. Soalnya, suara majelis hakim yang membacakan putusan itu seperti berbisik saja sehingga tidak didengar oleh para tergugat maupun penggugat intervensi, apalagi oleh pengunjung sidang yang menyaksikan dan ingin mengetahui bunyi putusannya.

Dan, adanya suara adzan sholat Dhuhur, tidak digubris oleh majelis hakim. Seharusnya, pembacaan sidang diskors terlebih dahulu untuk menghormati kumandang adzan, seperti yang dilakukan oleh pengadilan-pengadilan lainnya. Praktis pembacaan putusan yang lembut itu tidak terdengar, apalagi ada suara adzan yang bersebelahan dengan ruang sidang tersebut.

Salah seorang pengunjung sidang pun berseloroh bahwa pembacaan putusan yang dibarengkan dengan suara adzan sholat Dhuhur itu diduga disengaja. “Padahal dijadwalkan ketua majelis hakim jam 9 pagi. Para pihak sudah datang dan siap jam 8.30 pagi, akan tetapi diulur-ulur hingga jam 11.30, ketika suara adzan dikumandangkan,” jelasnya.

Kejanggalan lainnya sudah terlihat saat dilakukan mediasi. Seperti yang diuraikan dalam memori banding penggugat intervensi. Sewaktu mediasi, sesuai PERMA yang dikeluarkan Mahkamah Agung RI, sebelum perkara gugatan diperiksa dan dilanjutkan haruslah dilakukan mediasi yang harus dihadiri oleh para pihak dengan perantara seorang mediator.

Artinya, Sendang Ngawiti dan Indrianto harus hadir saat mediasi. Begitu pula para tergugat yang bernama Burhanuddin dan Maghfiroh. Tapi ternyata Sendang Ngawiti yang punya nama asli Indrawati dan anaknya, Indrianto, tidak pernah hadir. Anehnya, oleh mediator, sidang dinyatakan berlanjut hingga putusan yang dimenangkan oleh para penggugat meski banyak kejanggalan saat pembuktian dalam persidangan. Misalnya, Sendang Ngawiti sebagai salah seorang penggugat ternyata tidak ada bukti legalitas dari pengadilan yang menunjukkan namanya berubah, dari Indrawati menjadi Sendang Ngawiti.

DPO sejak 2005-2015

Menang gugatan tetapi ditahan. Keadaan ini identik dengan yang dialami oleh Indrawati. Pasalnya, wanita berkacamata dan berjilbab ini kabarnya sudah ditangkap di kawasan Jakarta, setelah di-DPO tahun 2005 dan di-DPO lagi pada tahun 2015 lalu. Beredar pula kabar akurat berdasarkan Berita Acara yang dipegang oleh seseorang yang enggan disebut namanya ketika ditemui di parkiran Hotel Sahid, bahwa dalam waktu dekat akan dilayar ke Polda Jatim dan harus menghuni Rutan Medaeng Sidoarjo.

Indrawati di-DPO terkait adanya dugaan melakukan penipuan dan pemalsuan sebagaimana yang diatur dalam pasal 263 dan 266 KUHP. Seperti yang tertera dalam laporan Polda Jatim bahwa Sendang Ngawiti/Indrawati suaminya bernama Zainal Abidin yang menikah di KUA Desa Sukoredjo, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan. Pernikahan tersebut membuahkan anak laki-laki bernama Indrianto.

Ternyata Indrawati mengaku menikah dengan Sutopo (H Mustofa) bin Atmowidjojo dan mengaku menikah di Pacitan. Padahal yang benar adalah Wasinik Sendang Ngawiti suaminya adalah Sutopo (H Mustofa) bin Markabar yang menikah di Banyuwangi, dianugerahi seorang anak laki-laki bernama Nanang Mustaqim yang lahir di Surabaya. (F.302) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com / www.instagram.com/mdsnacks