
SIDANG perkara pidana pengelolaan limbah B3 RSUD Kota Salatiga ilegal No. Reg. Perkara : PDM-14-SALTI/Eku.2/08/2019 atas nama terdakwa Muh Achmad Dardiri Bin (Alm) Harun Rosjid pada hari Senin, 23 September 2019, dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi. Saksi-saksi yang diperiksa hari itu ada 6 yakni : 1. Sigit Fitrianto (polisi), 2. Damsuki (administrasi IGD RSUD Kota Salatiga), 3. Astuti Haryanti (perawat RSUD Kota Salatiga), 4. Khusnul Fatimah, 5. Suprihatin (ibu rumah tangga), 6. Somiah (ibu rumah tangga).

Di hadapan Hakim Ketua Hj Widarti SH MH, Hakim Anggota Yesi Akhista SH dan Meniek Emelinna Latuputty SH MH, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Aulia Hafidz SH serta Penasehat Hukum Terdakwa, M Samuel SH dan Lodewyk Rumangun SH di PN Salatiga, para saksi memberikan keterangan sebagai berikut :
- Saksi Sigit Fitrianto menerangkan bahwa dia mendapatkan laporan dari masyarakat terkait adanya pengelolaan limbah tanpa ijin dari masyarakat sekitar pada bulan Desember 2018. Dengan adanya laporan ini, saksi turun ke lapangan bersama tim yang terdiri dari 2 orang untuk mengecek langsung terkait laporan ini, dan didapatkan tumpukan limbah berbahaya di daerah kampung Cabean. Lokasi dari limbah ini ada di rumah Ibu Somiah. Limbah-limbah yang ditemukan itu merupakan limbah dari peralatan rumah sakit (jerigen, bekas infus) yang termasuk dalam kategori B3. Menurut saksi seharusnya pengelolaan limbah B3 ini harus dikelola sendiri oleh RSUD dan bila pihak RSUD tidak memiliki tempat atau peralatan, bisa bekerjasama dengan pihak swasta dalam pengelolaannya. Dalam hal ini pihak RSUD Salatiga mengatakan bahwa limbah ini seharusnya dikelola oleh pihak sanitasi yaitu oleh Pak Slamet. Dan dikarenakan bahaya yang bisa ditimbulkan untuk lingkungan, maka sudah sepantasnya menurut saksi harus dimusnahkan. Pada saat saksi menanyakan ke terdakwa, terdakwa mengaku tidak memiliki ijin untuk pengelolaan limbah B3 ini.
- Saksi Damsuki menerangkan bahwa terdakwa mendapatkan barang-barang (jerigen, infus dan lain-lain) di ruangan hemordialisasi (HD). Menurut saksi, barang-barang ini sebelum dibawa terdakwa ada di ruangan sanitasi, karena di bagian HD hanya terdapat jerigen-jerigen bekas. Pengambilan barang dilakukan sebulan sekali, bisa juga sebulan lebih tergantung apakah sudah menumpuk banyak atau belum dan cara mengambil adalah pihak RS menghubungi terdakwa melalui Bu Tuti. Terakhir saksi melihat terdakwa ambil barang adalah Desember 2018.
- Saksi Khusnul Fatimah menerangkan bahwa saksi Khusnul Fatimah yang bekerja di bagian Hemordialisasi (HD) biasanya ada rapat-rapat yang dilakukan oleh pihak HD, dan dalam rapat ini juga terdapat pembicaraan mengenai perijinan pengelolaan limbah. Saksi tidak mengetahui pengambilan limbah ini karena saksi bekerja pada shift pagi, sedangkan pengambilan limbah ini dilakukan sore hari. Saksi mengaku mendapatkan uang baik dari Pak Damsuki, Bu Astuti maupun Pak Aris. Besaran uang yang diberikan itu berkisar antara Rp 600.000,- sampai Rp 700.000,- dan diberikan kadang sebulan kadang satu setengah bulan. Uang yang didapat dari penjualan limbah ini dipakai untuk kebutuhan seminar maupun kebutuhan yang lain, dan juga oleh saksi selalu dicatatkan dan menjadi pertanggungjawaban kepada pimpinan. Rapat intern HD diikuti oleh Aris Budiono, Astuti, Budiono, Solikon, Oktavia, Eli dan Khusnul Fatimah sendiri. Menurut saksi bahwa yang diketahui saksi RSUD memiliki alat untuk mengolah limbah B3 ini tetapi dikarenakan rusak maka dikumpulkanlah peralatan ini. Saksi sendiri kerja dari tahun 2000 dan dia bekerja di bagian HD sudah dari tahun 2010.
- Saksi Astuti menerangkan bahwa saksi merupakan perawat di HD dari 2011 – 2019 awal. Saksi sendiri mengetahui terdakwa mengambil limbah dari Desember 2018. Menurut saksi, bahan-bahan limbah ini ada di ruangan HD dan sudah menumpuk banyak. Dan dikarenakan sudah ada ijin dari pimpinan HD yaitu Aris Budiono setelah mendapat ijin dari pihak Sanitasi yaitu Pak Slamet, maka dirapatkan bagaimana mengelola sampah limbah B3 ini. Pihak HD mendapatkan rekomendasi dari pimpinan Sanitasi yakni Pak Slamet untuk memakai jasa terdakwa dalam pengurusan limbah B3. Pernah saksi mencoba menanyakan ijin pengelolaan limbah B3 kepada terdakwa karena pimpinan HD juga menanyakan adanya ijin tersebut, tetapi respon dari terdakwa mengatakan ijin itu sedang dalam proses. Limbah B3 ini, menurut saksi, juga sudah menumpuk sejak 2 bulan, dan teknisnya bila ruangan sudah penuh maka seharusnya segera diproses pengelolaan limbah ini. Saksi sendiri tidak mengetahui kenapa yang harus menjual adalah pihak HD bukan pihak Sanitasi RSUD sendiri.
- Saksi Suprihatin menerangkan bahwa saksi merupakan pekerja yang dipekerjakan terdakwa yaitu sebagai buruh cuci. Saksi hanya membersihkan jerigen-jerigen saja, dan saksi mencuci hanya di rumahnya, dikarenakan permintaan saksi agar dicarikan pekerjaan yang bisa dikerjakan di rumah. Buangan dari bekas pencucian jerigen ini, menurut saksi, masuk di septitank sehingga tidak mengotori lingkungan sekitar. Dalam setengah bulan membersihkan jerigen ini saksi mendapatkan uang Rp 250.000.
- Saksi Somiah menarangkan bahwa saksi merupakan tetangga terdakwa, dan pernah meminta tolong pada terdakwa untuk dibantu dicarikan pekerjaan, sehingga terdakwa memberikan pekerjaan membersihkan infus-infus dari RSUD ini. Cara membersihkan infus ini yaitu dicuci dengan sabun, lalu bekas cucian limbah ini dibuang di tempat penampungan yang sudah disiapkan oleh suami saksi agar tidak mengotori lingkungan sekitar. Bahan-bahan yang akan dibersihkan kadang diantar oleh terdakwa seminggu sekali dengan memakai mobil pick up warna hitam. Setelah dibersihkan, saksi memberitahu terdakwa dan akhirnya bahan-bahan ini dibawa terdakwa ke Solo. Menurut saksi tidak ada keluhan apa pun oleh tetangga sekitar terkait aktifitasnya ini.

Usai sidang, penasehat hukum terdakwa Muh Achmad Dardiri Bin (Alm) Harun Rosjid, M Samuel SH, mengatakan kepada Edi Sasmita dari Majalah FAKTA bahwa keterangan saksi sementara dianggap benar sesuai BAP yang ada dalam proses. “Pembelaan kita nanti yang jadi masalah barang jerigen limbah B3 dan botol infus itu milik siapa ? Orang yang paling mengerti itu adalah pemiliknya, dia akan menjual ke siapa, apalagi pemiliknya orang intelektual harus mengerti aturan jerigen dibeli rumah sakit ya siapa kepalanya ? Ini barang masih ada isinya milik rumah sakit jadi miliknya kepala rumah sakit”.

Sedangkan JPU Aulia Hafidz SH, saat dikonfirmasi FAKTA mengatakan,”Saya belum bisa mendahului sebelum tuntutan saya bacakan. Bapak tadi juga mengikuti jalannya persidangan sejak awal tentunya bisa memahami”. (F.867)






