
ANDI Agustinus alias Andi Narogong ditangkap di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Andi ditangkap bersama adik dan satu orang teman adiknya. “Setelah itu AA (Andi Agustinus) dan ada 2 orang yang bersama AA kita bawa ke 3 lokasi penggeledahan,” kata kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di kantor KPK, Jl Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (24/3).
Dua orang lain yang diamankan bersama Andi itu sudah dilepaskan KPK. Kedua orang berjenis kelamin laki-laki itu belum disebutkan inisial atau identitas lengkapnya.
“Untuk di lokasi penggeledahan satu orang adik dan satu orang teman, keduanya dari swasta,” ujarnya.
Andi ditangkap Kamis siang (24/3) di kafe TIS Square di kawasan Tebet, Jakarta Selatan. Saat menangkap Andi, KPK menyita uang USD 200 ribu. “Indikasinya terkait dengan perkara ini. Karena di lokasi memang kita temukan uang dengan nilai yang cukup signifikan USD 200 ribu,” jelas Febri.
Andi resmi ditahan KPK pada hari Jumat (24/3) di rutan C1 KPK. Andi merupakan tersangka ketiga dalam kasus dugaan korupsi e-KTP setelah Irman dan Sugiharto yang kini sedang diadili. Andi disangka dengan pasal 2 ayat 1 UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.

Nama Andi Agustinus alias Andi Narogong mendominasi dalam dakwaan yang dibacakan bergilir oleh jaksa KPK dalam sidang perkara dugaan korupsi e-KTP yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat dengan terdakwa Irman dan Sugiharto. Pertama kali nama Andi Narogong muncul yaitu ketika Burhanudin Napitupulu selaku Ketua Komisi II DPR bertemu dengan Irman selaku Dirjen Dukcapil. Awalnya, Burhanudin meminta uang ke Irman pada awal bulan Februari 2010 usai rapat pembahasan anggaran Kemendagri agar usulan Kemendagri soal e-KTP segera disetujui. Namun Irman saat itu mengaku tidak sanggup.
“Bahwa satu minggu kemudian terdakwa I (Irman) kembali menemui Burhanudin Napitupulu di ruang kerjanya di Gedung DPR. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa guna mendapatkan persetujuan anggaran dari Komisi II DPR, akan diberikan sejumlah uang kepada anggota Komisi II DPR oleh pengusaha yang sudah terbiasa menjadi rekanan di Kemendagri, yakni Andi Agustinus alias Andi Narogong,” ucap jaksa KPK pada Kamis, 9 Maret 2017.
Selain itu, kata jaksa, Burhanudin menyampaikan bahwa rencana pemberian sejumlah uang untuk anggota Komisi II DPR oleh Andi Narogong tersebut juga telah disetujui oleh Sekjen Kemendagri, Diah Anggraini.
Sepak terjang Andi Narogong dimulai ketika dia mulai menemui Setya Novanto, Anas Urbaningrum, dan M Nazaruddin, yang dianggapnya sebagai representasi kekuatan politik di Komisi II DPR. Bahkan, saat itu keempat orang itu sudah menyusun rencana pembagian uang haram di proyek tersebut. Andi kemudian mulai membagi-bagikan uang agar proyek e-KTP lolos. Jaksa KPK pertama menyebut sekitar bulan September-Oktober 2010, Andi Narogong memulai aksinya. Selain itu, Andi Narogong juga kembali membagikan uang di ruang kerja Setya Novanto di lantai 12 Gedung DPR dan di ruang kerja Mustokoweni.
Nama Andi lagi-lagi disebut saksi-saksi yang dihadirkan di meja hijau pada Kamis, 23 Maret 2017. Eks Sekjen Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Diah Anggraini, mengaku menerima duit USD 500 ribu. Duit tersebut diterima Diah dengan rincian yaitu USD 300 ribu dari eks Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman, dan USD 200 ribu dari Andi Agustinus alias Andi Narogong, pengusaha yang biasa menjadi penyedia barang/jasa di Kemendagri. Duit tersebut dikembalikan ke KPK. Diah juga mengaku dikenalkan dengan Andi oleh Mustokoweni. Diah menyebut Andi pernah curhat pusing karena dimintai uang terus oleh Irman. Uang itu disebut untuk seorang menteri.
Saksi lainnya, mantan Ketua Komisi II DPR, Chairuman Harahap, mengaku pernah bertemu Andi Narogong pada saat bertemu Setya Novanto di gedung DPR.
Andi menawarkan kaus dan seragam untuk kampanye. Tapi, politisi Golkar ini membantah menerima uang haram e-KTP Rp 26 miliar.
Dalam persidangan itu, Direktur Utama PT Karsa Wira Utama, Winata Cahyadi, mengaku tahu tentang lobi ke DPR untuk mengerjakan proyek e-KTP dari Andi Agustinus alias Andi Narogong. Dia merupakan pengusaha yang berperan aktif dalam proses anggaran dan lelang e-KTP. “Andi bilang, untuk mengerjakan proyek ini, harus lobi DPR. Jadi saya disuruh siapkan. Pak, kalau kita lobi, harus ada extra money, ya dibilang gampang, nanti ada banyak cara,” kata Winata.
Setelah sidang e-KTP dua kali berlangsung, penyidik KPK menangkap Andi Narogong pada Kamis, 23 Maret 2017. Andi kemudian ditetapkan sebagai tersangka baru kasus dugaan korupsi e-KTP yang merugikan negara Rp 5,9 triliun. “Menetapkan AA sebagai tersangka bersama-sama dengan Irman dan Sugiharto,” ujar Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.

Setelah Andi Agustinus ditangkap KPK, siapa kemudian ? Pasalnya, ada sejumlah nama yang disebutkan dalam dakwaan jaksa menerima uang proyek e-KTP tersebut yaitu Setya Novanto dan Andi Agustinus disebut menerima Rp 574,2 miliar, Anas Urbaningrum dan M Nazaruddin menerima Rp 574,2 miliar, Gamawan Fauzi US $ 4,5 juta dan Rp 50 juta, Diah Anggraini US $ 2,7 juta dan Rp 22,5 juta, Drajat Wisnu Setyawan US $ 615 ribu dan Rp 25 juta, enam anggota panitia lelang masing-masing US $ 50 ribu, Husni Fahmi US $ 150 ribu dan Rp 30 juta, Melchias Markus Mekeng US $ 1,4 juta, Olly Dondokambey US $ 1,2 juta, Tamsil Linrung US $ 700 ribu, Mirwan Amir US $ 1,2 juta, Arief Wibowo US $ 108 ribu, Chaeruman Harahap US $ 584 ribu dan Rp 26 miliar, Ganjar Pranowo US $ 520 ribu, Agun Gunandjar Sudarsa US $ 1,047 juta, Mustokoweni US $ 408 ribu, Ignatius Mulyono US $ 258 ribu,Taufik Effendi US $ 103 ribu, Teguh Djuwarno US $ 167 ribu, Miryam S Haryani US $ 23 ribu, Rindoko, Numan Abdul Hakim, Abdul Malik Haramen, Jamal Aziz dan Jazuli Juwaini masing-masing US $ 37 ribu, Markus Nari Rp 4 miliar dan US $ 13 ribu, Yasona Laoly US $ 84 ribu, Khatibul Umam Wiranu US $ 400 ribu, M Jafar Hapsah US $ 100 ribu, Ade Komarudin US $ 100 ribu, Abraham Mose, Agus Iswanto, Andra Agusalam dan Darma Mapangara selaku direksi PT LEN Industri masing-masing mendapatkan Rp 1 miliar, Wahyudin Bagenda, Direktur Utama PT LEN Industri, mendapatkan Rp 2 miliar, Marzuki Ali Rp 20 miliar, Johanes Marliem US $ 14,880 juta dan Rp 25 miliar, 37 anggota komisi DPR lainnya seluruhnya berjumlah US $ 556 ribu, masing-masing mendapatkan uang berkisar antara US $ 13 ribu sampai dengan US $ 18 ribu. Beberapa anggota tim Fatmawati, yakni Jimmy Iskandar Tedjasusila alias Bobby, Eko Purwoko, Andi Noor, Wahyu Setyo, Benny Akhir, Dudi dan Kurniawan masing-masing dapat Rp 60 juta. Manajemen bersama konsorsium PNRI dapat Rp 137 miliar.
Selain diterima perorangan, jaksa dalam dakwaannya juga menyebut terdakwa memperkaya korporasi yaitu Perum PNRI menerima sejumlah Rp 107,7 miliar, PT Sandipala Artha Putra Rp 145 miliar, PT Mega Lestari Unggul, perusahaan induk PT Sandipala Artha Putra, sejumlah Rp 148 miliar, PT LEN Industri Rp 20 miliar, PT Sucofindo Rp 8 miliar, PT Quadra Solution sebesar Rp 127 miliar.
Ketua Umum DPP Partai Golkar yang juga Ketua DPR RI, Setya Novanto (Setnov), membantah dakwaan jaksa KPK dalam sidang perdana kasus korupsi e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (9/3) dengan terdakwa Mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri, Irman, dan Mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto, yang menyebutkan namanya ikut menerima sejumlah uang proyek e-KTP tersebut.
“Yang disampaikan Saudara (Muhammad) Nazarudin tentang pertemuan saya dengan Anas Urbaningrum itu adalah tidak benar. Saya tidak pernah mengadakan pertemuan terkait e-KTP. Saya tidak terima uang sepeser pun,” kata Setnov seusai membuka Rapat Kerja Teknis (Rakornis) di Jakarta, Kamis (9/3).
Setnov mengatakan, ia sudah diperiksa sebagai saksi oleh KPK dan menyatakan kepada penyidik bahwa ia tidak pernah menerima uang dan mengadakan pertemuan dengan Anas Urbaningrum dan Andi Narogong.
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum, pun mengakui bahwa dirinya dikonfirmasi soal kasus dugaan korupsi e-KTP tersebut. Namun begitu, Anas mengaku bahwa dirinya tidak mengetahui apa yang ditanyakan oleh penyidik KPK. Anas mengklaim tidak tahu mengenai kasus yang merugikan keuangan negara senilai Rp 2,3 triliun tersebut.
“Hal-hal yang dikonfirmasi hal-hal yang saya tidak tahu, yang saya jelaskan bahwa saya tidak tahu,” kata Anas usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka Sugiharto, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa malam (10/1).
Anas pun membantah tudingan mantan Bendum Partai Demokrat, M Nazaruddin. Lelaki yang akrab disapa Nazar ini sebelumnya menyebut dugaan keterlibatan Anas dalam kasus dugaan korupsi e-KTP ? “Kalau itu kan jelas tidak benar toh, kalau keterangan dia sejauh menyangkut saya jelas sangat tidak kredibel,” ujar Anas.
Sebelumnya, Nazaruddin menyebut Anas terlibat dalam kasus ini. Bahkan, dalam dokumen yang dibawa Elza Syarief, pengacara Nazar, disebutkan Anas sebagai ‘bos’ proyek e-KTP.
Jubir KPK, Febri Diansyah, mengatakan, pemeriksaan terhadap Anas maupun sejumlah saksi lainnya untuk mengkonfirmasi pengakuan maupun bukti yang diserahkan Nazaruddin yang menjadi whistleblower dalam kasus ini. Meski demikian, Febri menegaskan, tim penyidik tidak bergantung pada pengakuan dan bukti yang diserahkan Nazar saja.
Tim penyidik, kata Febri, berkewajiban mencari dan mengumpulkan bukti lain agar setiap bukti yang dimiliki saling bersesuaian dan menguatkan untuk dibuktikan di persidangan.
“Kalau kita simak sebenarnya dia (Nazaruddin) bicara cukup banyak terkait dengan banyak perkara, termasuk perkara e-KTP ini. Beberapa tersangka yang kemudian kita proses jadi terdakwa, sebagian dari keterangan Nazaruddin itu terkonfirmasi dalam persidangan dan terbukti di persidangan. Karena itu, menurut KPK, Nazaruddin adalah salah satu saksi yang penting untuk digali keterangannya, meskipun kita tak bisa bergantung hanya pada keterangan Nazaruddin itu. Adalah kewajiban penyidik mencari, mengumpulkan bukti lain agar ada kesesuaian dengan omongan Nazaruddin sebelum meningkatkan perkara dalam penyidikan,” paparnya. (Tim)






