Semua  

SAMBUT HUT KEMERDEKAAN RI KE-73, WARGA GKP SEDAYU GELAR WAYANG KULIT

Dalang Ki Tri Nugroho atau KRT Nugroho Hadinegoro.
Dalang Ki Tri Nugroho atau KRT Nugroho Hadinegoro.
Dalang Ki Tri Nugroho atau KRT Nugroho Hadinegoro.
Dalang Ki Tri Nugroho atau KRT Nugroho Hadinegoro.

RANGKAIAN kegiatan menyambut HUT Kemerdekaan RI Ke-73 di RT 38 Perumahan GKP (Griya Kencana Permai), Argorejo, Sedayu, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, kali ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Bahkan baru pertama kalinya warga perumahan yang dihuni kurang lebih 600 KK ini menggelar pentas pertunjukan wayang kulit. Apalagi pada malam tirakatan dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia (RI).

Menggambil lakon (cerita) Sumantri Sukrasana bergaya (gagrak) Solo, pagelaran wayang kulit tersebut akan dimainkan oleh dalang Ki Tri Nugroho, yang merupakan warga RT setempat. Menurut Ki Tri Nugroho di sela-sela latihan Rabu  malam (15/8), pentas wayang kulit akan dimulai jam 10 malam sampai selesai di balai RT. Lakon Sumantri Sukrasana yang akan dibawakan kali ini merupakan cerita lama, kisah sebelum Ramayana.

“Ceritanya cukup rumit dan berat, bisa dikatakan masih jarang dalang Yogyakarta yang membawakannya,” jelas Ki Tri Nugroho yang sesaat kemudian kembali menjelaskan secara ringkas bahwa Sukrasana adalah adik dari Bambang Sumantri atau Patih Suwanda. Sukrasana merupakan anak Begawan Suwandagni dari Pertapaan Jatisarono. Walaupun berwujud buto bajang (raksasa kecil), tetapi ia sangat sakti dan memiliki cinta kasih yang luar biasa terhadap saudara tuanya, Bambang Sumantri. Ringkasnya, lakon tersebut berkisah tentang darma atau perbuatan baik dan kesetiaan pada negara.

Ki Tri Nugroho pun mengaku senang wayang kulit sejak kecil, dan belajar dalang secara otodidak dengan bimbingan orangtua (bapak) yang menguasai seni karawitan dan pewayangan, namun sang bapak bukanlah seorang dalang.

Dalam catatan Fajar Rianto dari FAKTA, Ki Tri Nugroho atau Drs Tri Nugroho merupakan dalang spesialis gaya (gagrak) Solo. Namanya dulu cukup dikenal di kalangan penggemar wayang dan seniman di lingkup DI Yogyakarta dan Jawa Tengah. Selain aktif menggeluti dunia pedalangan, saat itu Drs Tri Nugroho juga sempat jadi dosen di salah satu Akademi Komunikasi di Yogyakarta. Bahkan dirinya pernah menjalin kerja sama dengan salah satu televisi swasta nasional dan karyanya  menyangkut wayang versi animasi rutin ditayangkan juga.

Namun, belasan tahun belakangan dirinya memang jarang mendalang karena berbagai kesibukan yang dijalaninya, di mana bapak dua orang anak ini kesehariannya mengajar di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Sleman, dan juga jadi abdi dalem Kraton Solo bergelar KRT (Kanjeng Raden Tumenggung) Nugroho Hadinegoro.

Meski kini tidak begitu aktif mendalang, namun kecintaannya kepada budaya Jawa khususnya  kesenian wayang kulit, tidak dilupakan. Hubunganya dengan sesama dalang, para niyaga (penabuh/pemain gamelan) serta para sinden tetap terjaga. Bahkan satu kotak wayang kulit komplit miliknya,  senantiasa dirawat dan dijaga keberadaannya.

“Memang rasanya kok lebih mantap kalau pakai latihan menjelang pentas, untuk penyegaran lagi,” kata Ki Tri Nugroho, yang sama sekali tidak mau menarik ongkos untuk pagelaran wayang kulit yang dibawakannya kali ini. (F.883)