SEJUMLAH orang tewas ketika roket dan meriam menghantam iring-iringan kendaraan yang mengangkut pengungsi dari kawasan Luhansk di Ukraina timur, kata militer Ukraina.
Ukraina menyalahkan pemberontak pro-Rusia untuk kejadian di dekat Desa Novosvitlivka itu, namun pihak pemberontak menyangkalnya.
Sebuah media pemberontakan melaporkan terjadinya pertempuran artileri sengit di sekitar kawasan itu.
Pasukan Ukraina telah bergerak menuju kawasan pinggiran Luhansk yang dikuasai pemberontak, yang kini kekurangan kebutuhan pokok.
Juru bicara militer Ukraina, Andriy Lysenko, mengataan, “militan” yang dipersenjatai Rusia telah menembaki konvoi pengungsi dengan meriam dan roket Grad, di jalanan di timur Luhansk.
“Sejumlah orang terbunuh, termasuk perempuan dan anak-anak,” katanya.
Terbakar hidup-hidup
Seorang jubir militer Ukraina lainnya menambahkan, orang-orang itu terbakar hidup-hidup dalam kendaraan yang mereka tumpangi.
Namun Andrei Purgin, seorang jubir pemberontak yang menyebut diri Republik Rakyat Donetsk, menyangkal tudingan itu.
“Orang-orang Ukraina sendiri yang mengebom jalanan terus-menerus dengan pesawat dan roket Grad. Kelihatannya mereka kini sudah membunuh warga sipil sebagaimana mereka sudah lakukan selama berbulan-bulan,” demikian ia dikutip.
Kota Luhansk, yang warga sipilnya menderita kekurangan makanan, air dan listrik yang parah, digempur meriam tanpa henti. Ratusan warga biasa mengungsi setiap harinya, seiring gerak maju pasukan Ukraina ke dalam kota Luhansk.
Pihak berwenang mengatakan hari Minggu (17/8), bendera Ukraina dikibarkan di sebuah kantor polisi kota itu untuk pertama kalinya sejak kaum separatis menguasai kawasan Luhansk dan Donetsk dan mendeklarisakan “republik rakyat” Mei lalu.
Lebih dari 2.000 orang, termasuk warga sipil, tewas, sejak pertengahan April, tatkala pemerintah Ukraina mengirim serdadu untuk menumpas pemberontakan di timur negeri itu.
Sementara itu Rusia menyatakan, 270 truk yang mengangkut bantuan kemanusiaan masih parkir tak jauh dari perbatasan Ukraina, menanti pemeriksaan Palang Merah Internasional. (BBC)