
KETUA Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Moh Roem Muin, menyinggung legislator malas saat memimpin Rapat Paripurna Pengesahan Tata Tertib DPRD Sulsel di Tower DPRD Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Jumat (18/10).
Menurutnya, legislator itu kerjanya bicara. Tapi bagaimana mau bicara kalau tidak pernah datang atau datangnya terlambat. “Untuk itu masyarakat jangan terlalu gampang memilih anggota dewan perwakilan rakyat, buktinya seperti ini, amanat yang diberikan tidak maksimal dikerjakan. Sebab yang bersangkutan SDM-nya memang terbatas dan tidak menyadari bahwa pekerjaaannya ini adalah amanah dari masyarakat”. Sehingga ia pun meminta kepada legislator malas untuk memperbaiki kinerjanya.
Senada dengan Roem, Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Sulsel, Kadir Halid, meminta kepada para legislator untuk lebih rajin masuk kantor dan tidak malas bekerja. Atau sebaiknya gentle untuk mengundurkan diri dan jangan lagi mencalonkan lagi untuk berikutnya. Supaya masyarakat tidak berpendapat buruk bahwa oknum anggota dewan kerjanya hanya bersenang-senang menikmati uang negara tetapi tidak mengabdi untuk negara. Sehingga ia meminta agar Badan Kehormatan (BK) DPRD melaporkan legislator malas ke piimpinan dewan.
Sementara itu Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sulsel, Rusdin Tabi, meminta kepada legislator untuk tertib dalam bekerja termasuk soal absensi kehadiran. “Kadang ada absennya tapi tidak ada orangnya. Inilah oknum anggota dewan yang pengkhianat. Sehingga pantas apa yang pernah dikatakan oleh mantan Presiden Gus Dur bahwa sebaiknya anggota legislator untuk kota dan kabupaten dihapus atau ditiadakan saja karena kerjanya tidak beres”.
Dikonfirmasi usai rapat, Roem mengungkapkan bahwa masalah intensitas kehadiran legislator yang masih kurang bukan hanya menjelang Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) 2019. “Itu bukan cuma kali ini saja tapi memang sudah lama dan terus berulang,” ujarnya. Menurutnya, selain masalah kehadiran, legislator DPRD Sulsel juga sering telat datang.
Sebaiknya oknum anggota legislator yang seperti itu dipidanakan saja dan Kajati Sulsel harus melakukan proses hukum karena perbuatan oknum legislator ini sama dengan korupsi yaitu korupsi waktu. Bagaimana tidak, seharusnya masuk kerja 20 hari lebih setiap bulan dengan menerima gaji sekian puluh juta tapi ternyata kerjanya hanya 10 hari saja dengan menerima gaji tetap sekian puluh juta. Apa ini tidak bisa dikategorikan korupsi ? Sedangkan aparat yang lain seperti TNI tingkat disiplinnya sangat tinggi dan tidak ada yang bisa korupsi waktu dengan seenaknya.
“Ini masalahnya. Karena biasanya kita punya rapat rutin setiap hari, dan itu kalau mereka telat satu hingga satu setengah jam maka akan mengganggu aktivitas rapat. Sehingga saya meminta kepada para legislator DPRD Sulsel untuk tidak menjadikan Pileg 2019 sebagai alasan untuk tidak intensif ikut rapat. Dari 84 legislator DPRD Sulsel saat ini, hanya tujuh yang tak maju bertarung lagi pada Pileg 2019 dengan berbagai alasan. Sehingga ada penilaian bahwa para anggota legislator ini pertama tidak taat dengan tata tertib dan melanggar aturan yang disepakati serta mengabaikan amanah masyarakat yang diberikan kepadanya”.
Legislator Hanura, Wawan Mattaliu, urung bertarung di DPR RI karena ‘tereliminasi’ di Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait kuota pemenuhan perempuan di partainya. Dua legislator Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Taslim Tamang dan Jafar Sodding, ‘dieliminasi’ oleh partainya sendiri. Begitu pun Jumardi Haruna di Partai Bulan Bintang (PBB). Tiga lainnya memilih ‘pensiun dini’ yaitu Ina Nursyamsina (Demokrat), Anas Hasan (Gerindra) dan Erna Amin (Gerindra). Demikian pula dua legislator yang baru saja dilantik sebagai pengganti antar waktu (PAW), Mapparessa Tutu dan Abdul Jabdar Hijaz (Golkar).
Sembilan legislator lainnya memilih ‘naik kelas’ menjadi caleg DPR RI. M Roem (Golkar) ‘pindah kelas’ bersaing dengan calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sedangkan Ali Usman pindah daerah pemlihan (Dapil) ke Sulawesi Barat (Sulbar).
DPRD Sulsel telah mengesahkan Tata Tertib DPRD. Salah satu yang diatur yakni reses hanya bisa dilakukan tiga kali setahun dan paling lama delapan hari dalam sekali reses. Selain itu, pembentukan Panitia Khusus (Pansus) yang maksimal 20 orang dengan masa kerja paling lama satu tahun. Tatib juga mengatur untuk menghentikan rapat sementara waktu saat adzan berkumandang. (F.546)






