Semua  

PURYANTI BERI KUASA HUKUM KEPADA ADVOKAT UCOK KUNCORO SH MH

(Kiri No. 2) Kepala Dinas DP3A Kota Salatiga, Afif Zufroningdyah SH MH membahas kasus dugaan KDRT bersama (kanan No. 1) Ucok Kuncoro SH MH, pengacara Puryanti, di ruang kerja Ucok Kuncoro SH MH.
(Kiri No. 2) Kepala Dinas DP3A Kota Salatiga, Afif Zufroningdyah SH MH membahas kasus dugaan KDRT bersama (kanan No. 1) Ucok Kuncoro SH MH, pengacara Puryanti, di ruang kerja Ucok Kuncoro SH MH.
(Kiri No. 2) Kepala Dinas DP3A Kota Salatiga, Afif Zufroningdyah SH MH membahas kasus dugaan KDRT bersama (kanan No. 1) Ucok Kuncoro SH MH, pengacara Puryanti, di ruang kerja Ucok Kuncoro SH MH.
(Kiri No. 2) Kepala Dinas DP3A Kota Salatiga, Afif Zufroningdyah SH MH membahas kasus dugaan KDRT bersama (kanan No. 1) Ucok Kuncoro SH MH, pengacara Puryanti, di ruang kerja Ucok Kuncoro SH MH.

‘’SAYA mendapat kuasa dari Mbak P (Puryanti Binti Sarwan). Awalnya, Mbak P digugat oleh suaminya, Nuril Anwar (58). Karena tidak puas, maka Mbak P juga menggandeng pengacara dari Magelang yang namanya Pak Sigit. Kemudian gugatan Nuril Anwar digugat rekonvensi (gugatan balik) yang di dalamnya dikabulkan oleh hakim dengan mengharuskan Nuril Anwar membayar kepada Mbak P sekitar Rp 36.606.000,- dalam tenggang waktu 6 bulan. Tapi putusan itu tidak dilaksanakan oleh Nuril Anwar. Hingga dianggap gugur. Lalu Mbak P diberi konsultasi oleh pengacara yang mengaku dari IAIN dan dibuatkan gugatan untuk menggugat lagi suaminya itu. Setelah itu barulah Mbak P meminta bantuan hukum ke tempat saya,” ujar Advokat Ucok Kuncoro SH MH kepada Edi Sasmito dari FAKTA.

“Semula Mbak P tanya ke saya,’Pak, ini bener nggak?’ Saya anggap tidak benar, karena di dalam pengadilan hal itu sudah diputus, ini kok digugat lagi. Saya tadinya khawatir kalau itu nebis in idem, diperiksa dua kali dengan kasus yang sama, itu tidak boleh. Ternyata memang sudah gugur yang enam bulan tadi, memang diperkenankan. Tetapi, saya melihat di situ tidak ada gono-gini, tidak ada yang lain-lain. Saya curiga, jangan-jangan Mbak P ditipu. Ternyata betul. Selidik punya selidik, Mbak P diduga ditipu oleh pengacara yang mengaku dari IAIN tadi. Kemudian, Mbak P ke tempat saya untuk konsultasi dan bahkan membuat surat kuasa. Saya mendampingi Mbak P karena dia sudah dizolimi. Dan ternyata betul, setelah saya runut sejak awal, suaminya itu ternyata sudah punya istri yang lain. Sebelum kawin dengan Mbak P suaminya itu sudah punya istri dan punya anak empat. Ternyata istrinya gila dan yang merawat Mbak P, istri keduanya. Yang jelas Mbak P merawat empat anak dan istri pertama suaminya sampai meninggal dunia. Meninggalnya tahun 2016 atau 2017. Tahun 2018 anaknya menikah dan yang menikahkan Mbak P juga”.

Puryanti.
Puryanti.

“Ternyata setelah saya mendapat surat kuasa, Mbak P cerita bahwa dia disumpah-sumpahi, dihina, dikatakan pelacur, dicaci-maki di depan umum, disuruh minum air kencing suaminya, kemaluan wanitanya difoto dan dikirimkan lewat WA ke teman-teman suaminya, diusir dari rumah waktu bertengkar di pasar. Dibilang barangnya busuk dan tidak usah tanya yang dimaksud barangnya itu apa, tapi dia tahu kalau itu adalah kemaluannya, dipotret, diperiksakan ke dokter rumah sakit, katanya ada kanker serviks. Ternyata, suaminya hanya beralibi saja untuk menceraikan Mbak P. Setelah saya runut lagi, ternyata betul karena ada mediasi yang dari konsultan LKBHI IAIN, di situ Mbak Pur akan diberi Rp 50 juta, dengan catatan dibayarkan pada tahun 2022. Ini masih 2019, berarti kurang 3 tahun, konyol. Saya belum pernah mengalami seperti itu, kecuali itu diangsur. Karena di situ dikatakan tunai akan dibayar tunai Rp 50 juta tetapi tidak tunai juga, tidak diangsur, tetapi kok sampai 2022. Di situ juga ada kata-kata maksimal. Kalau tidak ada kata-kata maksimal, dan diangsur tiap tahun lima juta-lima juta sampai tahun 2022 saya bisa memaklumi. Tetapi tidak ada kata-kata diangsur. Tahun 2022 itu ya lucu lagi. Yang membuat itu adalah magister hukum SH MH CM (Calon Mediator)”.

Afif Zufroningdyah SH MH.
Afif Zufroningdyah SH MH.

Sedangkan Kepala Dinas DP3A Kota Salatiga, Afif Zufroningdyah SH MH, mengatakan kepada Edi Sasmito dari FAKTA,”Saya meminta perkembangannya, jadi saya tidak langsung ke Mbak Pur tetapi melalui Pak Ucok. Karena saya khawatir nanti kalau dari Mbak Pur itu versinya subyektif individunya dia. Tetapi kalau Pak Ucok, kan sudah mengarah ke ranah hukumnya. Saya datang ke sana karena kalau tertulis berarti sudah yuridis formal menyerahkan ke Pak Ucok. Saya masih tetap ikut andil. Saya meminta informasi dari Pak Ucok agar saya juga bisa meminta bantuan dari aspek pemerintah. Jadi kami tidak diam. Saya belum mediasi baru melangkah karena baru mendengar ini dari Pak Ucok. Kalau dia memang tidak mempercayakan permasalahannya ini kepada DP3A, saya tidak masalah karena itu hak dia. Tetapi karena ini tugas dan fungsi saya, saya berharap jika ada perkembangan tentang ini Pak Ucok dapat menginfokan kepada saya, ada di balik layar. Kalau kepada korban belum. Kepada Nuril juga belum. Saya mengikuti untuk mencegah kekerasan kepada perempuan. Tentang siapa yang dipercaya oleh korban, saya tidak mempermasalahkan. Seandainya itu bukan Pak Ucok pun, saya juga akan datang. Sebagai rasa tanggung jawab dipercaya di dinas DP3A ini, saya harus mengerti meskipun tidak action. Sebetulnya, rumah aman itu ada, tetapi saya tidak bisa mengatakannya. Kami tidak sosialisasikan. Kalau memang ada permintaan, bisa. Minta perlindungan dan ditempatkan di rumah aman. (F.867)