Semua  

Presiden Bashar Al-Assad ‘Harus Turun’, Tegas Arab Saudi

Adel al-Jubeir menjelaskan tidak diragukan lagi Presiden al-Assad harus pergi
Adel al-Jubeir menjelaskan tidak diragukan lagi Presiden al-Assad harus pergi

ARAB Saudi mengatakan Iran harus menerima bahwa penurunan Presiden Bashar al-Assad sebagai bagian dari setiap jalan ke luar dalam konflik di Suriah.

Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir, menyampaikan komentarnya menjelang pertemuan menteri luar negeri untuk membahas konflik Suriah di Wina, Austria, yang akan digelar Jumat, 29 Oktober.

Kepada BBC, dia menjelaskan tidak diragukan lagi al-Assad harus pergi. “Dia akan pergi, baik melalui proses politik atau dia akan disingkirkan lewat kekuatan.”

Untuk pertama kalinya Iran akan ikut dalam perundingan tentang konflik Suriah, yang juga akan dihadiri oleh Rusia dan Turki.

Iran dan Rusia merupakan pendukung Presiden al-Assad, dan belakangan ini meningkatkan peran militernya dalam konflik tersebut.

Jumlah korban jiwa dalam konflik Suriah sejak 2011 lalu, menurut PBB, sudah mencapai 200 ribu lebih
Jumlah korban jiwa dalam konflik Suriah sejak 2011 lalu, menurut PBB, sudah mencapai 200 ribu lebih

Rusia sudah melancarkan beberapa serangan udara ke Suriah, yang diakui untuk sasaran-sasaran kelompok militan Negara Islam atau ISIS namun pihak Barat menuduh yang menjadi sasaran Rusia adalah kelompok pemberontak yang moderat.

Sedangkan Iran dilaporkan mengerahkan pasukan daratnya walau Teheran menegaskan kehadiran mereka sebagai penasehat militer.

Di pihak lain, Amerika Serikat bersama Turki, Arab Saudi, dan beberapa negara teluk lainnya bersikeras bahwa al-Assad tidak bisa berperan lagi dalam masa depan Suriah.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, John Kerry, mengatakan ingin meningkatkan upaya diplomatik guna mengakhiri ‘neraka’ perang saudara Suriah.

PBB memperkirakan jumlah korban jiwa mencapai 200.000 lebih sejak maraknya konflik Suriah, Maret 2011 lalu.

Pertemuan di Wina antara lain juga akan dihadiri oleh menteri luar negeri Inggris, Prancis, Jerman, Mesir, Lebanon, dan Uni Eropa.

Sekjen PBB meminta “fleksibilitas” atasi konflik Suriah

Pertemuan di Wina melibatkan 5 negara yang mendukung kelompok-kelompok berlawanan di Suriah
Pertemuan di Wina melibatkan 5 negara yang mendukung kelompok-kelompok berlawanan di Suriah

Sekjen PBB Ban Ki-moon meminta agar ada “fleksibilitas” pada pertemuan di Wina antara negara-negara yang mendukung pihak berlawanan di perang sipil Suriah.

Dia mendesak lima pihak dalam pertemuan tersebut – Amerika Serikat, Rusia, Iran, Arab Saudi, dan Turki – untuk melupakan “perspektif nasional” demi “kepemimpinan di tingkat dunia”.

Pertemuan ini adalah yang pertama yang melibatkan Iran, negara kedua setelah Rusia, yang mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Amerika Serikat dan sekutunya berkeras menyatakan Assad tak bisa menjadi bagian dari solusi konflik yang terjadi.

Perang selama empat tahun yang berlangsung di Suriah berawal dari perlawanan terhadap Assad yang kemudian menewaskan 250 ribu orang dan memaksa separuh penduduk negara tersebut, atau sekitar 11 juta orang, mengungsi.

Iran dan Rusia sudah meningkatkan keterlibatan militer mereka dalam konflik dengan mendukung kekuatan yang setia pada Assad.

AS, Turki, Arab Saudi, dan negara-negara Teluk Arab lainnya sudah sejak lama meyakini bahwa Assad tak bisa lagi mengambil peran dalam masa depan Suriah.

Pada malam sebelum pertemuan, Ban Ki-moon meminta lima negara tersebut untuk berpikir lebih jauh dari kepentingan masing-masing.

“Semakin lama mereka berpikir soal kepentingan nasional, semakin lama juga orang akan menderita, dan dunia pun akan menanggung akibatnya,” katanya. “Seperti yang selalu saya katakan, tidak ada penyelesaian militer.”

 

Perang sipil yang sudah berlangsung selama 4 tahun di Suriah sudah menewaskan 250 ribu korban dan membuat lebih dari 5 juta orang mengungsi
Perang sipil yang sudah berlangsung selama 4 tahun di Suriah sudah menewaskan 250 ribu korban dan membuat lebih dari 5 juta orang mengungsi

Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Adel al-Jubeir, sebelumnya menyatakan pada BBC bahwa Iran harus menerima keluarnya Assad sebagai bagian dari solusi apa pun mengatasi konflik.

Jubeir juga mengatakan pada BBC bahwa “tak ada keraguan” bahwa Assad sudah tak bisa menjabat presiden lagi.

“Dia harus pergi, baik melalui proses politik atau lewat paksaan,” katanya.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif, mengatakan bahwa negara-negara lain harus menyadari bahwa tidak ada cara mencapai “solusi yang masuk akal” terhadap konflik Suriah tanpa melibatkan Teheran.

Para menteri luar negeri mengadakan pertemuan informal di Wina pada Kamis, dan pembahasan inti akan dilakukan pada Jumat (30/10).

Setelah bertemu Zarif, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa, Federica Mogherini, mengatakan bahwa pertemuan ini membawa “semua pemain yang relevan di meja yang sama, berusaha menemukan kesamaan untuk mengawali proses politik.”

Menteri Luar Negeri AS, John Kerry, juga sudah bertemu Zarif pada Kamis, dan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, serta Menteri Luar Negeri Arab Saudi dan Turki.

Di Washington, juru bicara Gedung Putih, Josh Earnest, mengatakan bahwa Amerika Serikat akan terus mendukung beberapa kelompok pemberontak tertentu di Suriah. (BBC Indonesia) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com