
POLRES Salatiga digugat praperadilan oleh Iwan Setiawan ke PN Salatiga. Pasalnya, Iwan Setiawan yang merasa jadi korban penipuan rekrutmen pegawai BLUD RSUD Kota Salatiga melaporkan DD dan SR (sudah wafat) ke Polres Salatiga dengan bukti laporan polisi No. LP/B/86/VIII/2019/Jateng/Res.Salatiga tanggal 23 Agustus 2019, tapi Iwan Setiawan merasa laporan polisinya tersebut tidak ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. Hingga Iwan Setiawan dengan didampingi kuasa hukumnya, Advokat Imam, menggugat praperadilan Polres Salatiga.
Menanggapi praperadilan tersebut kuasa hukum Polres Salatiga, Advokat Hartono, mengatakan bahwa praperadilan itu hanya berpedoman pada pasal 1 angka 10 dan pasal 77 KUHAP. “Semua sudah pasti paham soal praperadilan. Apalagi para pengacara, saya yakin sudah paham. Praperadilan itu tujuannya untuk mendidik masyarakat ini lo praperadilan itu kaya begini, kaya begini, sehingga masyarakat mengerti perlu atau tidak mengajukan praperadilan. Kalau merasa perlu ya monggo dan kalau tidak perlu ya jangan, dihitung manfaat dan mudharatnya,” katanya kepada Edi Sasmito dari Majalah FAKTA.

Lebih lanjut Advokat Hartono yang saat itu mendampingi AKP Akhwan Nadzirin SH MH, Kasat Reskrim Polres Salatiga, saat akan sidang prapereradilan di PN Salatiga, mengatakan bahwa pada prinsipnya pihaknya sebagai termohon hanya melayani permohonan dari pemohon saja. “ Tapi kita sudah berkeyakinan bahwa karena materi praperadilan itu tidak seperti biasanya yang dilakukan oleh teman-teman ketika mengajukan permohonan prapengadilan. Mungkin itu hal yang baru bagi beberapa orang tapi bagi beberapa orang juga hal yang sudah kayak makanan sehari-hari. Praperadilan itu untuk lawyer mestinya ibarat kereta sudah berjalan di atas rel gitu ya, sudah tidak ada masalah lagi. Artinya, mana yang harus pra, mana yang tidak ? Kemudian materinya kayak apa ? Itu sudah harus jalan. Kita menghargai proses hukum ini”.
Namun, lanjutnya, ternyata setelah pra ini masuk beberapa hari kemudian pokok perkaranya yang berkaitan dengan subyek yang dilaporkan itu sudah dilimpahkan ke pengadilan. Artinya, pokok perkaranya akan disidangkan pada hari Senin, tanggal 10 Februari 2020. “Bahkan yang saya dengar majelis hakim sudah mengeluarkan penetapan penahanan tersangkanya,” ungkapnya.

“Penetapan penahanan tersebut tidak berkaitan sebetulnya dengan praperadilan ini, tidak ada hubungannya kita. Kita menyidangkan pokok perkaranya dan subyeknya kita baru tahu itu, jadi bukannya kita majelis hakim didesak oleh masyarakat, ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan praperadilan. Yang penting, dari pembacaan berkas pemeriksaan awal itu majelis hakim mempunyai alasan yang bersangkutan harus dilakukan penahanan guna untuk mempercepat persidangan. Itu saja fungsinya,” jelas Humas sekaligus Wakil Ketua PN Salatiga, Bambang Trikoro SH MHum, kepada sejumlah awak media termasuk Edi Sasmito dari Majalah FAKTA di ruang Press Conference PN Salatiga, Kamis (6/2/2020).
Selanjutnya Bambang Trikoro menjelaskan bahwa tahun ini ada 4 praperadilan yang masuk di PN Salatiga, di antaranya praperadilan Polres Salatiga ini. “Khusus praperadilan yang diajukan masyarakat terkait dengan laporannya yang tidak ditindaklanjuti Polres Salatiga ini seharusnya masyarakat lebih aktif menanyakan perkembangan laporannya sudah sampai di mana. Contohnya ya praperadilan ini yang menyatakan bahwa sudah ada laporan kenapa tidak dijadikan tersangka, namun pada kenyataannya pengaduan dimaksud sudah ditindaklanjuti. Bahkan perkaranya sudah dilimpahkan ke pengadilan. Jadwal persidangannya mungkin hari Senin, tanggal 10 Februari 2020, perkara itu sudah mulai disidangkan. Jadi, dalam hal ini masyarakat mungkin kurang sabar atau mungkin kurang konfirmasi ke kepolisian. Menurut undang-undang, kalau pokok perkaranya mulai disidangkan maka gugatan praperadilannya akan gugur dengan sendirinya. Sebetulnya yang menjadi obyek gugatan praperadilan itu adalah adanya SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) yang dianggap tidak sah menurut hukum”. (F.867)






