DALAM nota pembelaan/pledoi yang dibacakan penasehat hukum terdakwa Tri Sulistiyono Bin Harto Suwiryo, Drs Sri Mulyono SH MH, menyampaikan di hadapan majelis hakim PN Kota Salatiga pada sidang hari Kamis (1/3) antara lain bahwa terdakwa didakwa oleh jaksa penuntut umum (JPU) melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal 311 ayat (5) UU No. 22 Tahun 2009 atau pasal 310 ayat (4) UU No. 22 Tahun 2009. JPU menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana DENGAN SENGAJA MENGEMUDIKAN KENDARAAN BERMOTOR DENGAN KEADAAN YANG MEMBAHAYAKAN BAGI NYAWA YANG MENGAKIBATKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA, diancam pidana dalam pasal 311 ayat (5) UU RI No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan dengan dikurangkan lamanya terdakwa ditangkap dan ditahan dengan perintah agar tetap ditahan serta denda sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) subsidair 2 (dua) bulan kurungan. Menyatakan barang bukti berupa 1 (satu) unit KBM MITSUBISHI PAJERO SPORT No. Pol. H 8057 RI; 1 (satu) lembar STNK KBM MITSUBISHI SPORT No. Pol. H 8057 RI An. Tri Sulistiyono, alamat Dusun Karangasem RT 01 / RW 01 Desa Suruh, Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, No. Ka : MMBGYKG40ED002042, No. Sin : 4D56UCEM7004, warna hitam metalik tahun 2013, isi silinder 2477cc, Nomor STNK : 14558525/JG/2017 dikembalikan kepada terdakwa. Menetapkan agar terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp 2.000,- (dua ribu rupiah).
“Berdasarkan fakta yang terungkap dalam persidangan maka sampailah kami kepada pembuktian mengenai unsur tindak pidana yang didakwakan yaitu melakukan tindak pidana melanggar pasal 311 ayat (5) UU RI No. 22 Tahun 2009. Setelah mencermati dakwaan dan tuntutan JPU, serta fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan, kami sependapat dengan JPU bahwa dakwaan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam tuntutan tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan. Namun kami tidak sependapat dengan tuntutan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan yang diajukan oleh JPU. Dengan ini kami mohon kepada Majelis Hakim Yang Mulia untuk dapat mempertimbangkan kembali dan dapat memberikan keringanan putusan berkaitan dengan tuntutan pidana penjara selama 1 tahun 6 bulan terhadap terdakwa Tri Sulistiyono Bin Harto Suwiryo. Adapun yang menjadi dasar atau alasan kami sebagai penasehat hukum terdakwa mohon dipertimbangkan dan mohon keringanan atas tuntutan JPU adalah sebagai berikut : terdakwa telah mengakui perbuatannya bahwa kecelakaan yang terjadi ketika terdakwa pulang dari tempat karaoke Zona Music dengan mengendarai mobil MITSUBISHI PAJERO SPORT dengan 7 penumpang di dalamnya dan pada saat sampai di Jalan Osamaliki depan Pool Bilyard Osama Kelurahan Mangunsari, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga, jalan tersebut merupakan jalan turunan dan sedikit menikung, terdakwa berusaha menghindari kendaraan truk yang memaksakan diri akan menyalip kendaraan yang lain dari arah Semarang menuju ke Solo. Dan atas kejadian ini mengakibatkan terdakwa membanting stir secara tiba-tiba ke kiri untuk dapat menghindari kendaraan tersebut. Tapi tanpa disangka dan diduga oleh terdakwa mengakibatkan menabrak tunggak pohon, tiang telepon, dan seorang pejalan kaki meninggal dunia. Bahwa berdasarkan pemeriksaan di persidangan, terdakwa mengakui kesalahannya atas kejadian tindak pidana kecelakaan lalu lintas jalan yang terjadi pada hari Rabu, tanggal 8 November 2017, sekitar pukul 04.30 WIB, di Jalan Osamaliki depan Pool Bilyard Osama Kelurahan Mangunsari, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga. Namun hal tersebut terjadi di luar kendalinya dan tanpa kesengajaan dari terdakwa. Hal tersebut didukung dengan keterangan para saksi yang diajukan dan diperiksa dalam persidangan oleh JPU. Bahwa terdakwa saat kejadian setelah mobil berhenti, selanjutnya terdakwa bersama penumpang lainnya turun untuk melihat keadaan sekitar, di mana ketika melihat ke samping kiri mobil saat itu terdakwa melihat ada orang yang tergeletak. Terdakwa takut untuk menolong korban saat itu dikarenakan pada saat itu terdakwa dan penumpang lainnya dalam keadaan shock dengan apa yang terjadi”.
Bahwa antara terdakwa dan keluarga korban Boedijono telah terjadi perdamaian sebagaimana tertuang dalam akta perdamaian tanggal 31 Januari 2018 yang ditandatangani oleh Sri Mulyono SH (penasehat hukum terdakwa) dan Heryanto (anak korban).
Bahwa tuntutan selama 1 (satu) tahun 6 (enam) bulan sangat memberatkan bagi terdakwa. Di mana saat ini terdakwa masih memiliki anak yang masih kecil yang membutuhkan kasih sayang dan figur seorang ayah, butuh perlindungan dari seorang ayah dan dipelihara sebagaimana mestinya agar menjadi anak yang dapat mengabdikan diri bagi bangsa dan negara Republik Indonesia ke depan. Bagaimana nasib anak-anak terdakwa yang masih kecil, siapa yang akan memelihara, menjaga dan merawatnya bila terdakwa berada dalam tahanan dalam durasi waktu yang lama ? Terdakwa tidak menginginkan anak-anaknya yang masih kecil terabaikan hak-haknya begitu saja, tidak ada orang yang memeliharanya, sehingga nasib dan masa depan mereka menjadi suram. Bahwa terdakwa dalam fakta-fakta persidangan terbukti bahwa terdakwa benar-benar menyesal atas kejadian ini dan merasa bersalah, dan keinginan untuk meminta maaf kepada keluarga korban karena akibat perbuatannya telah mengakibatkan korban meninggal dunia dengan datang dari perwakilan keluarga terdakwa saat korban masih di rumah sakit, mengikuti prosesi pemakaman dan ikut serta saat sembahyangan korban diadakan. Bahwa perwakilan dari keluarga terdakwa sudah ke rumah korban dan memberikan santunan sebesar Rp 54.000..000,- (lima puluh empat juta rupiah) dengan rincian pertama sebesar Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), kedua sebesar Rp 4.000.000,- (empat juta rupiah) sebagai ganti biaya pengurusan jenazah, dan ketiga sebesar Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah).
Bahwa tujuan pemidanaan sebagaimana pernah diungkapkan oleh almarhum Prof Sudarto adalah sebagai salah satu “social defiance” dalam arti melindungi masyarakat terhadap kejahatan dengan memulihkan, dengan memperbaiki kembali (rehabilitatie) si pembuat (pelaku) tanpa mengurangi keseimbangan perorangan dalam masyarakat. Berangkat dari teori yang menjelaskan bahwa tujuan pemidanaan sebagai upaya perbaikan (rehabilitatie) bagi pelaku, maka dalam memberikan pidana terhadap diri terdakwa perlu diperhatikan tercapainya tujuan dimaksud.
“Kami penasehat hukum terdakwa sangat khawatir apabila terdakwa terlalu lama berada dalam rumah tahanan ataupun lembaga pemasyarakatan, hal ini kami rasa akan berdampak buruk terhadap pribadi terdakwa yang menjadikan kontraproduktif dari tujuan pemidanaan itu sendiri. Saat ini terdakwa sudah menjalani tahanan di lembaga pemasyarakatan dan itu sudah merupakan suatu hukuman yang sangat berat buat terdakwa karena terdakwa harus terpisah dengan keluarganya. Selain itu gunjingan masyarakat dan pandangan miring terhadap terdakwa dan keluarganya menjadi beban tersendiri bagi isteri maupun keluarga besar terdakwa yang semakin menambah penderitaan terdakwa. Maka, kami memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini agar memutuskan sebagai berikut ; menjatuhkan hukuman yang lebih ringan dari tuntutan pidana sebagaimana yang dituntut oleh JPU; terdakwa telah mengakui perbuatannya dan berjanji ke depannya akan lebih hati-hati; terdakwa merupakan tulang punggung keluarga; terdakwa mempunyai anak yang masih membutuhkan kasih sayang dan figur seorang ayah; terdakwa belum pernah dihukum. Apabila majelis hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku”. (Edi Sasmita)