KEPALA Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Salatiga, DR Yudi Kristiana, saat dikonfirmasi Edi Sasmita dari Majalah FAKTA, pada Kamis (12/4), pukul 09.00 WIB, di ruang kerjanya tentang pemberitaan media massa soal dana RSUD Kota Salatiga Rp 38,5 miliar yang diperoleh dari Kementerian Keuangan dialihfungsikan untuk infrastruktur sehingga pihak Dewan Pengawas (DP) RSUD Kota Salatiga minta pihak kejaksaan dan kepolisian menelusurinya, mengatakan bahwa ia belum tahu hal itu.
“Subtansinya apa ? Yang dilaporkan apa ? Awalnya apa ? Saya belum tahu. Cuma potongan berita tidak ada nilai dasar fakta hukumnya, harus law of fact. Saya tidak bisa model penegakan hukum langsung panggil sana-sini. sementara saya sendiri tidak punya fakta hukumnya. Kalau pemberitaan hanya news saja. Tidak ada pengalaman saya menangani perkara berdasarkan news saja, kalau ada alat buktinya baru kita lanjutkan. Berita news kepentingannya news saja. Misalnya, dewan pengawas minta supaya kejaksaan menindaklanjuti, menindaklanjuti apa ? Buktinya apa ? Saya tidak mau diperalat, harus law of fact atas dasar fakta hukum, jadi bukan news. Kata kuncinya di situ. Pemberitaan kemarin itu tidak ada nilai hukumnya,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan bahwa pihak DP RSUD Kota Salatiga, Sri Mulyono SH MH, meminta pihak kejaksaan dan kepolisian menelusuri perihal peralihan penggunaan dana dari Kementerian Keuangan Rp 38,5 miliar tersebut yang semestinya untuk pengadaan alkes digunakan untuk infrastruktur. “Awalnya Direktur RSUD, dr Agus Sunaryo, mengajukan proposal anggaran untuk pengadaan alkes di 2 gedung baru RSUD ke Kementerian Keuangan. Saat itu mengajukan Rp 60 miliar. Namun hanya di-ACC Rp 38,5 miliar. Saya sendiri yang mengantar proposal itu pada akhir 2017 dan awal tahun 2018 Kementerian Keuangan menginformasikan jika pengajuan dana itu di-ACC dan langsung ditransfer ke rekening pemda. Secara prosedur memang anggaran yang diajukan RSUD itu tidak bisa langsung turun ke RSUD melainkan ke pemda. Yang kami sayangkan, pemda dalam menggunakan anggaran yang merupakan hasil kerja keras manajemen RSUD untuk pengadaan alkes di lingkungan RSUD beralih fungsi untuk infrastruktur tanpa dikonfirmasikan lebih dulu ke manajemen RSUD sebagai pihak yang mengupayakan perolehan dana itu ke Kementerian Keuangan. Paling tidak 15 % dari total anggaran itu diserahkan untuk kebutuhan RSUD. Apalagi sejak tahun 2017 hingga 2018 RSUD tidak menerima ‘jatah’ dari APBD. Manajemen RSUD sendiri tak jarang mengeluh karena selama ini RSUD hidup sangat-sangat mandiri. Namun pada saat berhasil mendapatkan dana sendiri dari Kementerian Keuangan justru bukan digunakan untuk kebutuhan RSUD tapi untuk infrastruktur. Kenapa kesannya RSUD yang dikorbankan ? Padahal RSUD dituntut untuk selalu meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat,” ungkapnya kesal. (F.867)