Semua  

PEMERINTAH HARUS KELUARKAN PERPU PEMBUKTIAN TERBALIK UNTUK ATASI KORUPSI YANG MAKIN MARAK

Keluarkan perpu pembuktian terbalik.
Keluarkan perpu pembuktian terbalik.
Keluarkan perpu pembuktian terbalik.
Keluarkan perpu pembuktian terbalik.

“KORUPSI” istilah yang barangkali sudah tak asing lagi didengar telinga masyarakat Indonesia. Dari surat kabar, radio maupun televisi, mereka mengenal apa itu kejahatan korupsi. Sudah berjubel pejabat dan politisi di negeri ini terbelit kasus yang banyak merugikan uang negara itu. Seperti biasanya para penggarong uang rakyat ini akan selalu menjadi sorotan utama berbagai media pemberitaan, dan menjadi perbincangan hangat banyak kalangan. Walaupun sudah banyak yang telah dibui, kenyataannya perampok uang rakyat atau biasa disebut koruptor ini seperti tak ada habisnya.

Dalam beberapa pekan ini Jawa Timur, propinsi yang dikepalai Sukarwo tengah menjadi bidikan lembaga anti rasuah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sejumlah pejabat di wilayahnya tertangkap tangan KPK dalam kasus dugaan suap.

Seperti telah dirilis banyak media, KPK menetapkan enam orang tersangka terkait kasus suap setoran triwulan tersebu. Dari terduga pihak penerima adalah M Basuki (Ketua Komisi B DPRD Jatim), Santoso (anggota staf DPRD Jatim), dan Rahman Agung (anggota staf DPRD Jatim). Sementara itu, pihak terduga pemberi adalah Bambang Heryanto (Kadis Pertanian Jatim), Anang Basuki Rahmat (ajudan), dan Rohayati (Kadis Peternakan Jatim).

Dari hasil OTT yang dilakukan KPK pada Senin (05/06/2017), tim menyita beberapa barang bukti berupa uang sejumlah Rp 150 juta disita dari ruangan Komisi B DPRD Jatim, yang diduga merupakan hasil pembayaran per triwulan terkait pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan DPRD tentang penggunaan anggaran di Provinsi Jatim.

Tentang situasi hukum yang terjadi akhir-akhir ini mendapat komentar dan rasa prihatin dari seorang pengacara asal Kota Dzikir dan Sholawat, Kabupaten Bangkalan, KRH Badri SH MH. Kala ditemui Moh Hasan dari FAKTA di kediamannya Desa Trapang, Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang, Badri sedang serius memangkas ranting-ranting pohon bonsai koleksinya, Kamis (08/06/2017).

Sambil tangannya masih sibuk memodifikasi tampilan pohon bonsainya, Badri melontarkan pertanyaan,”Mengapa korupsi di Indonesia cenderung meningkat walaupun sudah ada lembaga superbody bernama KPK ? Menurut pengacara yang usianya sudah berkepala enam ini, karena undang-undang korupsi yang ada saat ini cenderung menguntungkan posisi koruptor. Kemudian ia melanjutkan mengulas sejarah pemeberantasan korupsi di Indonesia, yang ia ketahui.

Badri, pengacara yang mengawali karirnya sebagai jaksa dan pernah menjabat Kepala Kejaksaan Negeri Poso, Sulawesi Tengah, pada 2004 silam itu, dirinya mulai mengkisahkan sejarah tentang korupsi di nusantara (Indonesia). Ia menyinggung keruntuhan VOC maupun Hindia Belanda yang kala itu menjajah Indonesia akhirnya mengalami kelumpuhan hingga pada kondisi kehancuran karena korupsi yang dilakukan oleh pejabat-pejabatnya.

Pada masa kepemimpinan Soekarno sekitar tahun 1964 muncul satu terobosan pemberantasan yang disebut dengan ” Operasi Budi” yang merupakan pembuktian terbalik di luar sidang pengadilan, terhadap harta kekayaan aparatur negara, semacam LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara). Dalam operasi itu apabila kelebihan harta kekayaan yang ada atau dimiliki itu tidak wajar atau tidak sesuai antara pemasukan dan pengeluaran dibanding dengan harta kekayaan yang ada, berarti tidak wajar, maka merupakan bukti adanya korupsi.

Perang terhadap korupsi terus berlanjut hingga jaman kepemimpinan Soeharto sehingga diberlakukannya undang-undang nomor 3 tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Tetapi demikian makhluk yang disebut koruptor seakan predator tak mempan apa pun. Buktinya, pada saat Soeharto berkuasa korupsi terus bertambah.

Era Reformasi diberlakukan undang-undang nomor 31 tahun 1999 yang kemudian diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Lagi-lagi korupsi tak juga berhasil ditaklukkan.

Tak mau putus asa memberantas korupsi, pemerintahan kala itu akhirnya membentuk lembaga superbody yang membedakan dengan aparat penegak hukum lainnya yang disebut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang diatur dalam undang-undang nomor 30 tahun 2002.

Di usianya yang masih dini, KPK sudah berhasil mengungkap puluhan tindak pidana korupsi dan tak sedikit pejabat negeri ini yang berhasil dijebloskan ke penjara. Seakan KPK menjadi rumah baru harapan masyarakat Indonesia dalam pemberantasan korupsi. Namun, seperti tak ada matinya, justru korupsi bertambah marak hingga sekarang. Tragisnya, tak sedikit korupsi dilakukan secara berjemaah.

Badri sempat menghentikan pembicaraannya sesaat sebelum melanjutkan dengan pertanyaan,”Mengapa korupsi di Indonesia belum bisa diberantas tuntas atau dicegah bahkan cenderung meningkat sekalipun sudah ada KPK ?”

Ia menjawab sendiri pertanyaannya itu. Kondisi korupsi di negara ini seperti tak kunjung habis. Fenomena semacam itu timbul sebab tak ada efek jera dari hukuman yang diterima koruptor. Banyak perkara korupsi diputus dengan hukuman ringan, sehingga membuat orang tidak takut korupsi bahkan cenderung mememicu korupsi baru.

Selain pidana atau hukumannya ringan, juga karena setelah menjalani hukuman, sang koruptor selalu dijatuhkan hukuman tambahan berupa hukuman kurungan pengganti terhadap uang pengganti yang harus dibayar oleh terpidana, sebesar uang yang dikorup. Bebasnya kelak penggarong uang negara ini tetap menjadi orang kaya raya. Bayangkan saja kalau korupsi Rp 100 milyar hukuman diganti dengan pidana kurungan 5 (lima) bulan, berarti tiap bulan mempunyai kekayaan atau keuntungan Rp 200 milyar.

Bahkan terkadang pejabat koruptor tempat tahanannya khusus dan terkesan mewah. Padahal kejahatan yang telah mereka perbuat jauh lebih jahat daripada pencuri sandal jepit. Korupsi sengsarakan bangsa dan negara secara besar-besaran, tapi keadaan fisik tahanan koruptor bisa sangat berbeda dengan tempat tahanan pencuri sandal jepit yang sama sekali tidak merugikan negara, tapi pencuri sandal disengsarakan begitu rupa.

Masih menurut Badri, kakek dari sembilan orang cucu ini, akibat keadaan hukum semacam itu tak berakibat efek jera. Maka tak dipungkiri perbuatan jahat korupsi menjadi lahan atau mata pencaharian baru.

Hari sudah senja, lantunan ayat-ayat suci Al Quran berkumandang dari corong pengeras suara terdengar dari masjid yang tak jauh dari rumah Badri, pertanda sebentar lagi tiba waktu buka puasa. Sebelum mengakhiri perbincangannya, ia menutupnya dengan menyampaikan pendapat yang lain.

Menurutnya, pemerintah perlu melakukan revolusi hukum terkait kejahatan korupsi dengan cara antara lain memperlakukan atau membuat PERPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) yang mengatur tentang pembuktian terbalik sebagai pasal khusus tindak pidana korupsi, dan menghapus penjelasan pasal tentang pembuktian terbalik sehingga kalau ada LHKPN (Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara) ataupun pihak-pihak yang terkait dengan aliran Keuangan Negara yang LHKPN-nya tidak sesuai atau tidak wajar antara kekayaan yang ada dengan asal-usul harta tersebut maka yang bersangkutan langsung dijatuhi pidana atau hukuman sebagai koruptor. Larangan menjatuhkan pidana kurungan pengganti terhadap uang yang dikorupsi, dan jatuhi pidana atau hukuman sebagai koruptor bagi pejabat yang tidak membuat atau memalsukan LHKPN. Pungkas Badri mengakhiri bincang seputar korupsi yang kian marak di NKRI. (F.1005)