PAKET ekonomi tahap tiga, termasuk menurunkan harga solar, gas dan listrik, tak cukup efektif untuk meningkatkan daya beli masayarakat yang melemah, karena yang disasar adalah produsen, kata pengamat.
Namun di sisi lain, bagi pengusaha tekstil, kebijakan ini bisa mendorong lagi produktivitas dan memulihkan 30.000 lapangan kerja bagi buruh yang sempat dipecat.
Ekonom Lana Soelistyaningsih menyebut,”Dalam konteks problem jangka pendek, barangkali paket ini tak akan bisa cukup efektif untuk secara cepat memperbaiki daya beli masyarakat yang sudah melemah saat ini.”
“Ini kan yang diturunkan solar, bukan premium. Solar lebih banyak (digunakan untuk kepentingan) perusahaan untuk distribusi dan lain-lain.”
“Harga solar turun, biaya produksi bisa turun, dan harga barang produksi bisa lebih murah. Pertanyaannya, apakah masyarakat masih bisa beli ?” tanya Lana pula.
“Sebagai respon terhadap turunnya biaya produksi, pengusaha normalnya meningkatkan produksi. Namun dalam kondisi sekarang, perusahaan pun akan melihat terlebih dahulu, apakah produksi mereka akan dibeli konsumen ?” papar Lana lebih jauh.
Premium tak turun
“Nah, tadinya saya berharap yang diturunkan itu harga bensin premium. Ini akan menyasar konsumen, meningkatkan daya beli masyarakat.”
“Saya juga berharap ada program BLT (Bantuan Langsung Tunai), tapi Presiden Jokowi kurang suka skema ini.”
Dalam jumpa pers yang dilakukan di Istana Negara, Selasa (07/10), pemerintah mengumumkan paket ekonomi III yang meliputi berbagai sektor. Namun yang paling banyak dinantikan memang penurunan harga BBM. Ini pula yang selama beberapa waktu terakhir banyak disarankan berbagai kalangan.
Namun menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said, kebijakan penurunan tarif energi ini dimaksudkan untuk mendorong pergerakan industri.
“Adapun premium, karena hitungan Pertamina harus dicapai, belum bisa diturunkan.”
Tarif lain yang diturunkan ialah bahan bakar minyak jenis Pertamax, Pertalite, dan Elpiji 12 kilogram.
Tentang gas elpiji, menurut ekonom Lana Soelistyaningsih, sebetulnya yang perlu diturunkan adalah justru Elpiji 3 kg. “Karena ini yang menyangkut masyarakat banyak, yang jika diturunkan harganya akan berpengaruh langsung pada daya beli mereka.”
Paket kebijakan ekonomi III ini sepertinya dimaksudkan menjawab kritik pengamat dan pengusaha, terkait paket kebijakan ekonomi kedua yang dirilis pemerintah pada 29 September lalu.
Paket kebijakan ekonomi II waktu itu berfokus pada penyederhanaan izin, yang dinilai dampaknya baru akan terasa dalam jangka panjang.
Kali ini, tarif yang diturunkan juga adalah tarif listrik untuk penggunaan pukul 23.00 hingga 08.00, dengan potongan harga hingga 30%.
Ini diakui Ketua Asosiasi Pengusaha Tekstil, Ade Sudradjat, sesuai harapan pengusaha. “Kali ini, kebijakan pemerintah benar-benar menyentuh sektor riil,” aku Ade Sudradjat.
Lapangan kerja baru
“Kami bisa bernafas lega, hingga dua tahun ke depan,” kata Ade Sudradjat.
Dijelaskannya, para pengusaha tekstil yang sebagian besar menjalankan industri 24 jam per hari, bisa memaksimalkan tarif baru ini dengan mempertinggi produktivitas pada malam hari.
Menurutnya, langkah pemerintah terkait tarif listrik malam hari ini akan membuat banyak buruh tekstil yang kehilangan pekerjaan, bisa kembali bekerja.
“Saya kira sampai 30.000 buruh bisa dipekerjakan kembali, kebanyakan di shift malam,” kata Ade Sudradjat.
Itu berarti hampir seluruh buruh yang dipecat karena kelesuan ekonomi, bisa bekerja kembali.
Dalam data Asosiasi Pengusaha Tekstil, sebanyak 36.000 dari 2,7 juta karyawan tekstil di Indonesia mengalami pemecatan akibat pelambatan ekonomi belakangan ini. (BBC Indonesia) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com