Negara Terancam Rugi Rp101 Triliun, Skandal Beras Komersial dan Oplosan SPHP Terbongkar

FAKTA – Praktik curang dalam distribusi beras kembali menjadi sorotan tajam. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman membeberkan adanya dugaan manipulasi pada jalur distribusi beras komersial hingga praktik pengoplosan beras subsidi Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

Temuan ini diperoleh hasil kerja sama dengan Satgas Pangan, Kejaksaan, dan Badan Pangan Nasional (Bapanas), yang menyatakan bahwa potensi kerugian negara bisa mencapai angka fantastis: Rp101,35 triliun setiap tahunnya.

Dari data Kementerian Pertanian, potensi kerugian terbesar datang dari penyimpangan pada peredaran beras komersial, baik kategori premium maupun medium, yang ditaksir mencapai Rp99,35 triliun per tahun.

Modus yang digunakan pelaku adalah memanipulasi jenis dan mutu beras untuk mendapatkan keuntungan besar, dengan mengorbankan konsumen dan melanggar aturan tata niaga pangan nasional.

Tak hanya itu, penyalahgunaan beras subsidi SPHP juga menjadi sorotan. Beras yang semestinya dijual dengan harga terjangkau bagi masyarakat berpenghasilan rendah, justru dioplos dan dipasarkan sebagai beras premium.

Praktik ini diperkirakan menyebabkan kerugian negara hingga Rp2 triliun per tahun.

Pemerintah kini tengah menelusuri aktor-aktor yang terlibat untuk dilakukan penindakan hukum tegas.

“Kami minta ditindak tegas karena kerugian Rp99,35 triliun untuk konsumen dalam satu tahun. Bayangkan kalau terjadi 10 tahun. Itu hampir Rp1.000 triliun. Nah, ini kita harus selesaikan,” tegas Mentan, Senin (30/6/2025).

Investigasi kasus kecurangan beras komersial dilakukan setelah adanya anomali soal perberasan, padahal produksi padi saat ini sedang tinggi secara nasional, bahkan tertinggi dalam 57 tahun terakhir dengan stok hingga saat ini mencapai 4,2 juta ton.

Berdasarkan hasil temuan pada beras premium dengan sampel 136, ditemukan 85,56 persen tidak sesuai ketentuan; 59,78 persen tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET); serta 21,66 persen tidak seusai berat kemasan.

Lalu, temuan pada beras medium dengan sampel 76 merek ditemukan 88,24 persen tidak sesuai mutu beras; 95,12 persen tidak sesuai HET; serta 9,38 persen tidak seusai berat kemasan.

Pengambilan sampel dilakukan sejak tanggal 6-23 Juni 2025 telah terkumpul 268 sampel beras dari berbagai titik di 10 provinsi, yakni Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), pasar dan tempat penjual beras di Jabodetabek; lalu pasar dan tempat penjual beras di Sulawesi Selatan.

Selanjutnya, di pasar dan tempat penjual beras di Lampung, Aceh, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara; Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta; hingga pasar dan tempat penjual beras di Jawa Barat.

Untuk memastikan akurasi dalam pengecekan beras di lapangan, Kementan menggunakan 13 laboratorium yang ada di 10 provinsi tersebut.

Atas kasus kecurangan beras komersial tersebut, Mentan mengatakan Satuan Tugas Pangan Polri mulai hari ini, Senin (30/6/2025) memanggil 212 produsen merek beras yang nakal itu.

“Ada 212 yang tidak sesuai regulasi yang ada, premium maupun medium. Kami sudah kirim ke Pak Kapolri, surat tertulis, dan ke Pak Jaksa Agung. Kami juga bicara via telepon, hari ini menurut Ketua Satgas (Pangan Polri) memulai pemanggilan (kepada 212 pemilik merek tersebut),” jelas Mentan.

Sementara itu, mengenai praktik pengoplosan beras SPHP dilakukan dengan modus mengambil 80 persen beras bersubsidi itu dan mengoplosnya menjadi beras premium. Sedangkan sisanya 20 persen dijual sesuai ketentuan oleh kios-kios di pasaran.

Beras SPHP yang disubsidi Rp1.500 hingga Rp2.000 per kilogram justru sebagian besar tidak sampai ke konsumen yang berhak, karena dijual kembali sebagai beras premium untuk keuntungan pelaku.

Dari estimasi 1 juta ton beras dioplos, potensi kerugian negara mencapai Rp2 triliun per tahun. Kini Satgas Pangan telah turun ke lapangan untuk memperkuat pengawasan terhadap penyalahgunaan subsidi itu.

“Itu Satgas Pangan sudah turun. Itu SPHP menurut laporan dari bawah, pengakuan mereka. Ini tim yang bekerja secara tertutup, itu 80 persen (beras SPHP) dioplos (jadi premium),” terang Mentan. (Laporan : F1 || majalahfakta.id)