Semua  

Minyak Naik Didorong Permintaan Dan Serangan Udara Di Syria

Kekhawatiran di pasar minyak tak mempengaruhi tingginya permintaan
Kekhawatiran di pasar minyak tak mempengaruhi tingginya permintaan

Permintaan minyak dunia dilaporkan meningkat tajam selama semester pertama tahun ini. Karenanya, hari ini (01/09), harga minyak dunia terkerek naik walaupun lambatnya pertumbuhan ekonomi di Asia membuat ketahanan permintaan diragukan. Sementara itu, serangan udara di Syria oleh Rusia dan Barat membuat pasar khawatir.

Permintaan minyak mentah dunia melonjak dalam enam bulan pertama tahun ini jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2014 lalu. Menurut data Joint Oil Data Initiative (JODI), hal ini disebabkan harga minyak dunia yang terpangkas menjadi separuhnya dan harga bahan bakar yang turun signifikan di banyak negara konsumen minyak. JODI melaporkan konsumsi rerata minyak sebesar 71.4 juta barel per hari pada semester pertama 2015, bertambah 2.3 juta barel atau 3.3 persen dari 69.1 juta barel per hari setahun yang lalu.

Para trader juga menyatakan resiko besar telah memasuki pasar minyak lagi, karena Rusia dan Amerika Serikat sedang melakukan bombardir terhadap Syria tanpa koordinasi dan memicu kekhawatiran bentrokan tidak disengaja. Selain itu, di pasar AS, serangan topan Joaquin semakin menguat di Atlantik dan berpotensi menjadi badai besar menurut Pusat Badai Nasional Amerika. Meskipun prakiraan cuaca tidak sependapat mengenai kemungkinan badai tersebut mendarat di Amerika Serikat, tapi dirisaukan sejumlah wilayah akan dilewatinya.

Kontrak berjangka minyak AS West Texas Intermediate (WTI) dalam kisaran USD 45.71 per barel, melonjak 62 sen dari penutupan sesi sebelumnya. Sementara minyak Brent diperdagangkan naik 38 sen menjadi 48.75 Dolar AS per barel. Namun demikian, kelebihan pasokan masih membayangi. Kemarin harga minyak anjlok akibat laporan dari API yang menyebutkan cadangan minyak AS bertambah besar melebihi prediksi para analis.

Semakin Lemahnya Harga Minyak Fisik Dan Perlambatan Di Asia

Walaupun harga minyak berjangka naik, pasar minyak fisik sedang terlemahkan oleh kegelisahan mengenai apakah pertumbuhan konsumsi mampu bertahan jika perekonomian Asia sebagai yang terdepan justru terus melambat. Harga minyak Dubai sebagai tolok ukur nilai jual minyak fisik Asia rata-rata USD 45.375 per barel pada bulan September, terendah sejak 2009. Impor minyak mentah Korea Selatan di bulan September juga turun 0.8 persen dari setahun sebelumnya menjadi 76.1 juta barel sesuai dengan data preliminary resmi.

China dengan perekonomian terbesar di Asia, aktivitas sektor manufakturnya mengalami kontraksi selama dua bulan berturut-turut hingga September. Indeks kepercayaan diri manufaktur Jepang memburuk tiga bulan beruntun bulan September ini, merasakan pukulan dari gejolak di pasar keuangan dan merosotnya pengiriman ke China. Lambatnya pertumbuhan ekonomi di Asia menyebabkan jatuhnya harga minyak dunia selama hampir tiga bulan sejak Juni lalu.

Perang Di Syria Semakin Berkobar, Minyak Berbalik Menguat

Harga minyak mentah dalam perdagangan berjangka berbalik menguat akibat semakin intensifnya perang di Syria, setelah semalam anjlok dari bertambahnya jumlah cadangan minyak AS. Kabar terbaru juga menyebutkan bahwa serangan badai ternyata tidak mengganggu cadangan minyak AS. Kini, para trader komoditas energi masih menanti rilis data jumlah sumur pengeboran di Amerika Serikat.

Pada bursa NYMEX, kontrak berjangka minyak WTI (West Texas Intermediate) pengiriman November melonjak 57 sen menjadi 45.31 dolar AS per barel. Semalaman tadi, harga minyak AS turun tajam akibat aksi dari para investor setelah mendengar kabar bahwa pekan lalu jumlah cadangan minyak domestik AS bertambah. Departemen Energi AS merilis data cadangan minyak yang meningkat tajam 4 juta barel hingga pekan 25 September. Data tersebut menghapus catatan penurunan minyak dua minggu berturut-turut pada sekitar 1.9 juta barel. Sangat meleset jauh dari perkiraan para analis yang turun sekitar 0.5 juta barel.

Total persediaan minyak AS sebanyak 457.9 juta barel dan masih mendekati angka tertinggi selama 80 tahun. Meskipun demikian produksi minyak AS turun signifikan sebesar 40 ribu barel per hari, menjadi di bawah 9.1 juta barel per hari pertama kali sejak 11 bulan silam. Rendahnya harga minyak telah memaksa produksen minyak shale AS untuk memangkas output dari level tertinggi 40 tahunnya saat musim panas.

Pergerakan harga minyak Brent di bursa Intercontinental Exchange (ICE) London berayun di antara USD 47.65 hingga 49.83 per barel, sebelum ditutup pada 48.17 atau bertambah 48 sen setelah pada sesi kemarin turun 68 sen. Perubahan ini menjadikan selisih antara harga internasional dengan domestik AS pada USD 2.86 di bawah level sehari sebelumnya USD 3.23 saat penutupan trading.

Badai Joaquin dan serangan di Syria

Minggu lalu, grup riset industri Baker Hughes memberikan data jumlah sumur pengeboran minyak di AS berkurang empat menjadi 640. Jumlah sumur pengeboran minyak yang lebih sedikit biasanya memberikan sinyal bullish bagi minyak. Laporan lain dari Pusat Badai Nasional AS menyatakan serangan badai Joaquin yang menggempur Bahama dengan hujan deras dan angin kencang, sekarang tak terlihat akan menimbulkan ancaman besar bagi instalasi perminyakan AS di East Coast.

Namun demikian, para trader berpendapat resiko politik besar telah memasuki pasar minyak akibat Syria terus dibombardir oleh serangan dari Rusia dan AS. Situasi semakin bertambah gawat setelah datangnya ratusan tentara Iran untuk membantu pasukan pendukung pemerintah Syria. Perang saudara Syria berubah menjadi dalam lingkup regional atau global, sekaligus menaikkan risiko eksplorasi dan distribusi minyak di kawasan tersebut.

(SeputarForex) www.majalahfaktaonline.blogspot.com / www.majalahfaktanew.blogspot.com