FAKTA – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, kembali menjadi sorotan publik usai mengeluarkan pernyataan tegas mengenai rencana penutupan tambang ilegal di wilayahnya.
Dalam langkah yang dinilai sebagai gebrakan serius terhadap pelestarian lingkungan, Dedi menyatakan bahwa sedikitnya 276 lokasi tambang ilegal akan ditutup secara bertahap hingga Agustus 2025.
Langkah ini diumumkan langsung oleh Dedi saat menghadiri Sidang Paripurna Hari Jadi Kabupaten Ciamis ke-383.
Dedi mengungkapkan bahwa penertiban tambang liar merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah dalam menjaga warisan alam bagi generasi mendatang.
“Saya tidak tahu angka pastinya, tapi data sementara ada sekitar 276 tambang ilegal yang akan kami tutup. Targetnya selesai bulan Agustus tahun depan,” ujar Dedi kepada awak media di Pendopo Kantor Bupati Ciamis, Kamis (12/6/2025).
Tak hanya menyoroti aktivitas tambang tanpa izin, Gubernur yang dikenal dengan gaya kepemimpinannya yang nyentrik itu juga menegaskan bahwa tambang berizin pun akan dievaluasi ketat, terutama yang terbukti merusak lingkungan.
“Yang tidak berizin kami tutup, yang berizin akan kami evaluasi. Saya lebih memprioritaskan keselamatan lingkungan daripada membiarkan segelintir orang memperkaya diri sendiri dengan merusak alam,” tambah Dedi.
Dedi Mulyadi menekankan pentingnya keseimbangan antara pembangunan dan kelestarian alam.
Dalam pandangannya, budaya Sunda memandang alam bukan hanya sebagai sumber daya, tapi sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia.
“Merusak alam sama saja dengan merusak generasi yang akan datang. Kita harus berpikir untuk anak cucu kita. Dalam budaya kita, merusak alam itu dosa besar,” tegasnya.
Gubernur Dedi juga meminta seluruh elemen masyarakat, termasuk tokoh adat, pemerintah daerah, dan generasi muda, untuk mengambil peran aktif dalam menjaga kelestarian lingkungan.
“Kalau tanahnya subur, daerah itu pasti makmur. Maka, menjaga alam adalah menjaga kemakmuran,” katanya optimistis.
Trauma Longsor Cirebon Jadi Titik Balik
Langkah tegas ini tidak lepas dari tragedi memilukan yang terjadi beberapa waktu lalu di Gunung Kuda, Cirebon.
Longsor di tambang galian C pada akhir Mei 2025 menewaskan sejumlah pekerja dan menyisakan duka mendalam.
Saat mengunjungi lokasi bencana, Dedi Mulyadi bahkan tak kuasa menahan tangis dan secara terbuka menyatakan bahwa musibah tersebut adalah akibat dari kelalaian pemerintah.
“Ini adalah kelalaian kami, kelalaian negara yang tidak hadir memberikan tindakan nyata sebelum korban berjatuhan,” ucapnya penuh emosi, seperti dikutip dari TribunVideo.com.
Sebagai bentuk tanggung jawab moral, Dedi menyatakan akan menanggung penuh biaya makan dan pendidikan anak-anak korban longsor tersebut.
“Anak-anak korban jadi tanggung jawab saya. Yang masih sekolah tetap sekolah, yang belum sekolah harus disekolahkan. Makan, susu, hingga biaya hidup mereka saya tanggung,” tegasnya.
Nama Dedi Mulyadi memang tak asing dari kontroversi. Selama menjabat, ia dikenal dengan kebijakan unik dan kadang memantik perdebatan, mulai dari program barak militer sipil hingga wacana vasektomi sebagai syarat bansos.
Namun, langkah terbarunya dalam menertibkan pertambangan ilegal menunjukkan sisi lain dari kepemimpinannya: keberanian mengambil keputusan sulit demi kepentingan jangka panjang.
Dalam konteks Jawa Barat yang dikenal dengan kekayaan alam dan potensi pertambangan yang besar, tindakan Dedi dinilai sebagai sinyal tegas bahwa pembangunan tak boleh mengorbankan lingkungan.
Kini, masyarakat menanti langkah konkret dari Dedi dan jajarannya dalam merealisasikan penutupan ratusan tambang tersebut.
Apakah ini akan menjadi awal dari era baru pengelolaan sumber daya alam yang lebih berkelanjutan di Jawa Barat?
Waktu yang akan menjawabnya. Namun satu hal yang pasti : Dedi Mulyadi telah menyuarakan pesan penting — bahwa alam bukan warisan, melainkan titipan untuk generasi masa depan. (Laporan : F1 || majalahfakta.id)






