
ADVOKAT senior Dr (CD) H Agus Mulyo SH MHum sangat menyayangkan kesenian Reog yang berasal dari Ponorogo, Jawa Timur, yang pernah diklaim sebagai kesenian Negara Jiran, Malaysia.
Sekarang ini harus diakui bahwa kesenian Reog adalah kesenian asli Indonesia dan diakui oleh dunia internasional, termasuk negara Amerika yang sudah berulang kali nanggap Reog Ponorogo dalam suatu acara resmi di negaranya.
Sebagai warga negara Indonesia sudah merupakan kewajiban kita untuk memelihara kesenian Reog yang sudah mendunia tersebut, salah satunya melalui apa yang disebut dengan tradisi Sedekah Bumi.
Perlu diketahui bahwa Sedekah Bumi adalah suatu acara di Jawa Timur, khususnya di Surabaya, lebih khusus di Simo Kalangan, yang diadakan setiap bulan Jawa, Suro, kebetulan bertepatan dengan bulan September 2019. “Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT, diadakan selamatan dengan membawa nasi dalam tampah ditambah lauk-pauk ayam panggang. Sebagai pelengkap berupa jajan pasar,” tutur Abi Agus, panggilan sehari-hari Agus Mulyo, yang hadir dalam acara Sedekah Bumi di kawasan Simo Kalangan. Ia menjabat sebagai Pemangku Tradisi Kebudayaan di Simo Kalangan, Surabaya.
Sebelum acara Sedekah Bumi tersebut, diadakan pentas Reog Ponorogo, berkeliling di seputar kawasan Simo yang terdiri dari Simo Magersari, Simo Jawar dan Simo Kalangan. Dengan diiringi gamelan yang gemulai dan mendayu-dayu, diikuti oleh para peserta yang berpakaian ala Warok Ponorogo, mereka berjalan dan melakukan gerakan-gerakan khusus penuh semangat. Apalagi di belakangnya diikuti ratusan warga yang berpakaian khas Suroboyoan.
Mengapa Abi Agus memilih mendatangkan Reog Ponorogo untuk acara Sedekah Bumi ? Inilah alasannya. Dituturkan bahwa Reog Ponorogo adalah kesenian yang unik dengan menonjolkan kepala singa yang dipenuhi dengan aksesori bulu-bulu burung merak. Demikian pula simbol dari kawasan Simo Kalangan adalah macan/singa. Simo berarti macan/singa, kalangan berarti kawasan. Maka, tak heran, di setiap pintu gerbang kawasan Simo, terlihat patung dua macan/singa yang terlihat gigi dan taringnya. Memang, pada tahun 1800-an, kawasan Simo masih merupakan hutan lebat, dengan dihuni berbagai hewan termasuk singa/macan. Anehnya, macan-macan di sana tidak pernah mengganggu penduduk yang mulai membuka lahan dan mendirikan rumah-rumah tempat tinggal. Untuk mengingat budi baik macan tersebut warga kawasan Simo mengabadikannya dalam bentuk patung macan di setiap pintu gerbang masuk maupun mengabadikannya dalam bentuk lain, seperti kaos dan lainnya.
Untuk itulah mengapa Abi Agus selalu mendatangkan Reog pada acara Sedekah Bumi yang bertepatan dengan bulan Suro yang kini jatuh pada bulan September 2019. Pada acara Sedekah Bumi pada Minggu, 22-9-2019 dihadiri oleh Camat dan Lurah setempat, dengan dihadiri ratusan warga Simo Kalangan, dengan motto “Kita Adakan Sedekah Bumi, Sekaligus Kita Lestarikan Budaya Asli Negeri Tercinta Ini”. (F.302/MD)